ENDE, Pena Katolik – Enam Uskuo di Nusa Tenggara dengan tegas menolak pembangunan proyek geotermal Flores dan Lembata. Mereka menengarai, proyek ini telah merusak ekosistem alam di sana.
Penolakan ini tercantum dalam Surat Gembala Prapaskah bersama enam uskup di Provinsi Gerejawi Ende yang terdiri dari: Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden SVD; Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat; Uskup Denpasar, Mgr. Sylvester San; Uskup Larantuka, Mgr. Fransiskus Kopong Kung; Uskup Maumere, Mgr. Ewaldus Sedu; dan Uskup Labuan Bajo, Mgr. Maksimus Regus.
Surat gembaka ini akan dibacakan dalam Misa Prapaskah ke-III di seluruh gereja di Provinsi Gerejawi Ende, Minggu 23 Maret 2025.
Enam Uskup tersebut sepakat menandatangani surat gembala dan mengajak para umat untuk menolak geotermal Flores dan Lembata. Dalam surat itu, alih-alih untuk menyediakan energi untuk masyarakat, proyek geothermal justru membawa dampak lingkungan yang serius.
“Gereja dipanggil menjadi penjaga kehidupan dan pelayan sesama. Dalam semangat kasih Kristus, kami mengajak seluruh keluarga umat Allah di wilayah Provinsi Gerejawi Ende untuk menjaga lingkungan dengan menolak eksploitasi sumber daya yang merusak ekosistem, termasuk energi geotermal Flores dan Lembata, yang menimbulkan pertanyaan berbagai pihak saat ini.”
Para uskup menyikapi tantangan sosial yang mengancam martabat kehidupan. Bagi para uskup, Kristus datang membawa hidup berkelimpahan (bdk. Yoh. 10:10). Namun, realitas menunjukkan banyak saudara kita menghadapi ancaman. Dalam semangat persaudaraan, para uskup menyampaikan keprihatinan mendalam atas beberapa persoalan mendesak.
Menurut para Uskup dalam surat gembala pra Paskah itu, pulau-pulau kecil dengan ekosistem rapuh ini berisiko besar. Eksploitasi yang tidak bijaksana berdampak pada lingkungan, ketahanan pangan, keseimbangan sosial dan keberlanjutan kebudayaan. Selain itu para uskup telah menyaksikan sejumlah persoalan yang muncul dari (rencana) eksplorasi dan eksploitasi energi geotermal.
Para uskup menilai energi geotermal bukanlah pilihan yang tepat untuk konteks Flores dan Lembata, dengan topografinya yang dipenuhi gunung dan bukit dan sumber mata air permukaan yang amat terbatas.
Pilihan eksploitatif ini juga bertabrakan dengan arah utama pembangunan yang menjadikan wilayah ini sebagai daerah pariwisata, pertanian, perkebunan, peternakan unggulan serta pertanian dan kelautan.
Sebelumnya sejumlah biarawan dan biarawati Katolik bergabung bersama ratusan orang dalam lima elemen masyarakat korban pembangunan geotermal Mataloko yang tergabung dalam Aliansi TERLIBAT Bersama KORBAN Geothermal Flores (ALTER KGF) melakukan demonstrasi di kantor DPRD Kabupaten Ngada dan Kantor Bupati Ngada, NTT Rabu 12 Maret 2025.
Sejauh ini, Pater Antonius Bastian, imam katolik yang mendampingi warga mengungkapkan proyek geotermal di Flores, berdasarkan penelitian dan asesmen di lapangan selama satu tahun maka sudah selayaknya proyek tersebut harus dihentikan karena telah merusak pertanian warga, sumber air serta tatanan yang ada.