Sebuah nama menyimpan arti yang istimewa. Ada tujuan mengapa nama itu dipilih dan menjadi identitas seseorang. Sama halnya dengan arti yang ada di balik nama Romo Budoyo Setiawan OP. Dari nama itu, masih ada dua kata yang menjadi nama baptisnya, “Dominico Xaverio”. Dengan demikian, nama lengkapnya sebenarnya Dominico Xaverio Budoyo Setiawan.
Sehari-hari, ia dipanggil sebagai Romo Dominic. Siapa sangka, nama itu seakan menjadi “peta jalan” kehidupannya.
Dari Pendalaman Kitab Suci
Suatu hari, Dominic iseng menggali apa makna di balik dua kata yang dipilih untuk nama baptisnya. Ia menemukan, Dominico ternyata diambil dari nama seorang santo asal Spanyol yang lahir pada abad ke-12, yaitu St. Dominikus de Guzman pendiri Ordo Pewarta (Ordo Praedicatorum/OP). Kata kedua, Xaverio, selanjutnya ia pahami sebagai nama St. Fransiskus Xaverius, orang kudus, anggota Serikat Yesus, yang pernah singgah dan menetap sebentar di Kepulauan Maluku.
“Waktu itu saya mencari tahu apa arti nama baptis saya itu, dan ketemulah St. Dominikus dan St. Fransiskus Xaverius,” ujar Romo Dominic mengenang.
Setelah lulus dari jurusan Ekonomi-Akutansi di Universitas Katolik Atma Jaya Yogyakarta pada tahun 2006, Dominic kemudian bekerja di Jakarta. Saat itu, ia sudah cukup mapan. Pekerjaannya cukup baik, sehingga cukup memberinya kehidupan, dan bisa juga mengirimkan sebagian upah bulanannya untuk kedua orangtuanya di Balikpapan.
Dominic kemudian mengikuti Kursus Pendidikan Kitab Suci (KPKS) di Tebet. Selama tiga tahun, ia belajar untuk semakin mendalami Kitab Suci. Pada saat bersamaan, muncul kesadaran dalam dirinya, bahwa ada bentuk kehidupan lain di dunia ini, yaitu kehidupan religius, atau kehidupan membiara.
Pada akhir program KPKS itu, seorang pengajar “menantang” peserta yang ikut dalam rangkaian pendidikan Kitab Suci itu. Pengajar itu bertanya, “Apa yang akan kalian lakukan selanjutnya, mengapa kalian tidak mencoba untuk mengenal kehidupan religius,” demikian kira-kira pengajar KPKS itu berpesan di akhir program.
“Di akhir program itu, salah seorang pengajar menawarkan kepada peserta, untuk mencoba merasakan hidup di dalam biara,” kata Dominic mengenang.

Nama yang Memberi Tuntunan
Nyatanya, perkataan dari salah seorang dosen di KPKS itu, terngiang dalam kepala Dominic. Ia tergerak untuk mengikuti usul itu. Ia pun memilih Biara Trappist Rawaseneng, Temanggung untuk menghabiskan waktu tinggal di sebuah komunitas religius. Pada saat liburan Idul Fitri, Dominic memutuskan menghabiskan waktu beberapa hari di Biara Trappist. Di sana, ia mendapat bimbingan dari seorang imam untuk mengenal lebih dalam kehidupan membiara.
Hari-hari di Rawaseneng pun berlalu. Dominic kembali ke Jakarta dan menjalani rutinitasnya seperti biasa. Namun, pengalaman di Rawaseneng itu begitu membekas. Ia terkesan dengan cara hidup yang ia alami di sana.
“Pengalaman itu kan berkesan ya, di situ saya mengenal ada kehidupan lain, selain hidup berkeluarga,” ujar Romo Dominic.
Ketika muncul ketertarikan pada kehidupan membiara itu, Dominic juga mengingat ketika ayahnya sakit, ada seorang imam dari Keuskupan Surabaya yang memberi pelayanan. Imam itu mengunjungi sang ayah, memberi Sakramen Perminyakan, dan bahkan membantu dari sisi finansial. Pelayanan imam itu masih terus ia ingat, yang kemudian semakin menambah ketertarikannya pada hidup membiara.
“Dari pengalaman-pengalaman inilah awal mula saya ingin menjadi imam,” ujar Romo Dominic.
Keinginan untuk menjadi imam sepertinya semakin mendalam. Di sinilah, ketika memikirkan panggilannya, ia digerakkan oleh nama baptisnya itu. Ia mengingat St. Dominikus dan dari mana ia berasal. Ia kemudian mengetahui, bahwa St. Dominikus adalah pendiri Ordo Pewarta. St. Dominikus yang setia mewartakan Injil dengan sederhana, mau mendatangi orang-orang yang sederhana. Pengajaran St. Dominikus bukan dari atas ke bawah, namun dengan dialog. St. Dominikus juga tekun berdoa dan mendorong setiap orang untuk berdoa Rosario.
“Jadi intinya, di satu sisi, hidup reflektif itu ada dalam meditasi dan Rosario, hidup aktifnya juga ada, dengan bermisi dan pengajaran. Maka di Dominikan itukan dikenalnya 100 % kontemplatif, 100% aktif. Ketertarikan saya di situ awalnya,” ujar Romo Dominic.

Jalan Cepat
Perkenalan pertama Dominic dengan Ordo Dominikan dimulai dengan perjumpaannya dengan Romo Adrian Adiredjo OP. Saat itu, Dominic awalnya mencoba mencari tahu di mana ada biara atau komunitas OP di Indonesia. Ia menemukan bahwa ada sebuah komunitas OP di Surabaya. Ia pun mencoba mengontak dan berhasil menghubungi Romo Adrian. Keduanya lalu melakukan percakapan dengan video call Skype, saat itu, Romo Adrian sedang berada di Italia untuk belajar.
“Di situlah saya ngobrol dan diminta untuk berkunjung ke Biara OP di Surabaya.”
Dominic pun ke Surabaya, di sana ia tinggal beberapa hari. Dari situ, yang awalnya ia hanya ingin mengenal, namun tiba-tiba ia diminta mengumpulkan curriculum vitae dan menyusul diminta mengikuti tes masuk OP di Surabaya.
Dominic pun masuk mengawali kehidupannya sebagai calon imam Ordo Pewarta. Pada masa awal ini, hidupnya langsung berubah 180 derajat. Ketika di luar biara, ia bebas ke mana saja dan bisa mengatur waktunya dengan leluasa. Di biara, ada aturan yang harus ia taati. Namun, yang membuatnya merasa berat adalah perubahan dalam relasinya dengan keluarga. Ia memikirkan keluarganya, karena tidak bisa membantu mereka lagi.
“Semua tabungan sudah saya kasih ke keluarga, tapi selanjutnya kan saya ga bisa bantu mereka lagi,” demikian Romo Dominic menceritakan.
Di sinilah, beberapa temannya yang ia kenal, termasuk yang ia jumpai di KPKS, memberi dukungan dengan mengambil alih tugas itu. Teman-temannya itu membantu keluarganya bahkan hingga kini.
“Saya sangat berterima kasih kepada mereka sampai saat ini,” ujarnya.
Menjadi Imam Reflektif
Romo Dominic menyadari, bahwa setiap pengalaman hidup menyajikan pelajaran, dalam pengalaman itu Tuhan hadir dan mengajarkan sesuatu. Untuk itu, ia pun ingin menjadi seorang imam yang reflektif, yang merefleksikan setiap pengalaman kehidupannya dalam terang iman.
“Apapun yang terjadi selalu ada rencana Tuhan. Apapun itu kita senang, kita susah, selalu ada ajarannya, selalu ada yang bisa diajarkan dari pengalaman itu.”
Ia juga ingin menjadi imam yang memiliki ketaatan pada kebenaran. Ia sadar, ketika masuk menjadi anggota ordo, ia telah terpesona pada kharisma ordo, ia meyakini ada kebenaran yang mengalir melalui Ordo Pewarta. Untuk itu, ia ingin sepenuh hati mengikuti Tuhan, dari seperti moto panggilan saya dari Mazmur.
“Saya percaya ada kebenaran melalui Ordo Pewarta. Saya bisa tinggal bersama Tuhan dengan caranya Ordo Pewarta,” ungkapnya. Baginya, hidup di dalam biara, bukan karena motivasi ingin hidup nyaman tetapi hidup sederhana dalam komunitas.
Ada tiga hal yang menjadi mimpi Romo Dominic ketika bergabung dengan Ordo Dominikan dan menjadi Imam religius di Indonesia, bahwa Dominikan Indonesia akan berkarya sebagai Pusat Pewartaan (Preaching Center), Pusat Liturgi (Liturgical Center), dan Pusat Pendampingan Kaum Muda (Youth Center). Dengan menjadi Pusat Pewartaan, diharapkan banyak kaum awam semakin mempelajari alkitab, ajaran dogma Gereja, dan berani menjadi pewarta di lingkungan atau Persekutuan doa.
Dengan menjadi Pusat Liturgi, diharapkan kaum awam memahami arti penyembahan atau worship yang benar dan semakin mencintai Ekaristi. “Ketika orang pengen mencari penyembahan yang benar, ia harus mengerti dahulu ajaran yang benar, pungkasnya. Terakhir, dengan menjadi Pusat Pendampingan Kaum Muda, diharapkan menumbuhkan rasa memiliki akan kekayaan Rohani Gereja Katolik, bisa berpartisipasi dalam hidup bermasyarakat, dan aktif menguatkan iman para kaum muda lain sehingga tidak mudah terombang-ambing ajaran yang tidak benar. (AES)
***
Profil : Budoyo Setiawan, OP
Lahir : Balikpapan, 17 September 1981
Perjalanan Formasi
Aspiransi : 2015-2016 (Surabaya, Indonesia)
Postulansi : 2016-2017 (Calamba, Filipina)
Novisiat : 2017-2018 (Manaoag, Filipina)
Kaul Pertama (OP) : 5 Juni 2018 (Manaoag, Filipina)
Kaul Kekal (OP) : 24 Mei 2022 (Quezon City, Filipina)
Penerimaan Lektor : 20 Agustus 2021 (Quezon City, Filipina)
Penerimaan Akolit : 24 September 2022 (Quezon City, Filipina)
Tahbisan Diakon : 19 Maret 2024 (Quezon City, Filipina)
Riwayat Pendidikan
Seminari Menengah San Dominggo Hokeng (2004-2008)
S1 Filsafat Universitas Katolik Widya Mandala (lulus tahun 2016)
S1 Teologi Universitas Katolik St. Thomas Manila (lulus tahun 2019)
S2 Studi Islam di Universitas Katolik St. Thomas Manila (lulus Januari 2025)
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
S1 – Universitas Katolik Atma Jaya Yogyakarta (Lulus Tahun 2006)
Sertifikat Filosofi – The Philippine Dominican Center of Institutional Studies Manila, Filipina (Lulus Tahun 2019)
S1 – Teologi Universitas Santo Tomas, Manila (Lulus Tahun 2022)
S2 – Teologi Universitas Santo Tomas (Lulus Tahun 2022)
Moto Panggilan: “Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya TUHAN, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu.” (Mazmur 86:11)