Senin, Maret 3, 2025
29.1 C
Jakarta

Bacaan dan Renungan Jumat, 7 Maret 2025, Pantang dan Puasa (Ungu)

Bacaan I – Yesaya 58:1-9a

BEGINILAH firman Tuhan Allah, “Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka, dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka! Memang setiap hari mereka mencari Aku dan suka untuk mengenal segala jalan-Ku.

Seperti bangsa yang berlaku benar dan tidak meninggalkan hukum Allahnya mereka menanyai Aku tentang hukum-hukum yang benar. Mereka suka mendekat menghadap Allah, dan bertanya, “Kami berpuasa, mengapa Engkau tidak memperhatikannya juga?”

Kami merendahkan diri, mengapa Engkau tidak mengindahkan juga?” Camkanlah! Pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi, serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan cara berpuasa seperti ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi.

Inikah puasa yang Kukehendaki: Mengadakan hari merendahkan diri? Menundukkan kepala seperti gelagah? Dan membentangkan kain sarung serta abu sebagai lapik tidur? Itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada Tuhan? Bukan!

Berpuasa yang Kukehendaki ialah: Engkau harus membuka belenggu-belenggu kelaliman dan melepaskan tali-tali kuk; membagi-bagikan rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah; dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian, dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri!

Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar, dan lukamu akan pulih dengan segera. Kebenaran menjadi barisan depanmu, dan kemuliaan Tuhan barisan belakangmu. Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan Tuhan akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia berkata: Ini Aku!”

Demikianlah Sabda Tuhan

U. Syukur Kepada Allah

Mazmur Tanggapan: Mzm 51:3-4.5-6a.18-19

Ref. Kasihanilah, ya Tuhan, Kaulah pengampun yang rahim, dan belas kasih-Mu tak terhingga.

Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, menurut besarnya rahmat-Mu hapuskanlah pelanggaranku. Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku.

Sebab aku sadar akan pelanggaranku, dosaku selalu terbayang di hadapanku. Terhadap Engkau, terhadap Engkau sendirilah aku berdosa, yang jahat dalam pandangan-Mu kulakukan.

Tuhan, Engkau tidak berkenan akan kurban sembelihan; kalaupun kupersembahkan kurban bakaran, Engkau tidak menyukainya. Persembahanku kepada-Mu ialah jiwa yang hancur. Hati yang remuk redam tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.

Bacaan Injil: Matius 9:14-15

SEKALI peristiwa datanglah murid-murid Yohanes kepada Yesus, dan berkata, “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?”

Jawab Yesus kepada mereka, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Demikianlah Injil Tuhan

U. Terpujilah Kristus

Santa Perpetua dan Filisitas, Martir

Kedua orang kudus ini hidup di Kartago, Afrika Utara. Perpetua adalah seorang ibu muda yang berusia 22 tahun. Ketika ia ditangkap karena imannya, ia sedang mengandung anaknya yang pertama. Felisitas adalah pelayan Perpetua. Ia juga ditangkap bersama dengan Perpetua.

Di dalam penjara, Perpetua diolok-olok oleh para serdadu kafir. Tetapi dengan tenang Perpetua berkata: “Sekarang adalah giliranku untuk menderita. Tetapi akan tiba saatnya aku akan berbagia, dan kamu yang akan menanggung penderitaan lebih besar daripada yang kualami sekarang ini.”

Ayah Perpetua yang belum menjadi Kristen turut merasakan penderitaan yang dialami oleh anaknya. Ia datang ke penjara untuk membujuknya mutrad dari imannya. Ia dengan setia mengikuti Perpetua hingga ke pengadilan. Di sana ia dipukul oleh para serdadu dengan pukulan bertubi-tubi. Seperti ayahnya, Perpetua sungguh merasa sakit hati melihat perlakuan para serdadu terhadap ayahnya. Meskipun begitu, baginya mati karena Kristus lebih mulia daripada mutrad karena sayang kepada ayahnya.

Bersama dengan Perpetua dan Felisitas, banyak juga orang Kristen yang lain yang ditangkap dan dipenjarakan. Mereka senasib sepenanggungan di dalam penderitaan yang ditimpakan pada mereka. Mereka saling meneguhkan agar tidak seorang pun lemah imannya dan menjadi mutrad. Sementara itu di dalam penjara Perpetua mengalami suatu penglihatan ajaib. Seberkas cahaya surgawi bersinar terang benderang di ruang penjaranya. Di dalam cahaya itu, ia melihat dirinya bersama semua orang Kristen lainnya berarak memasuki kemuliaan surgawi.

Perpetua dan orang-orang Kristen lainnya dimasukkan ke dalam gelanggang binatang buas yang kelaparan. Di sana mereka di terkam dan di koyak-koyak pleh binatang-binatang buas itu hingga mati.

Mengapa Berpuasa

Dalam Matius 9:14-15, murid-murid Yohanes datang kepada Yesus dan bertanya mengapa mereka dan orang Farisi berpuasa, sedangkan murid-murid Yesus tidak. Yesus menjawab dengan sebuah perumpamaan tentang mempelai laki-laki, di mana selama mempelai itu masih bersama mereka, para sahabatnya tidak akan berpuasa. Namun, akan tiba saatnya ketika mempelai itu diambil dari mereka, dan barulah mereka akan berpuasa.

Refleksi dari ayat ini mengajarkan kita tentang makna sejati dari puasa dan relasi dengan Kristus. Yesus mengungkapkan bahwa kehadiran-Nya membawa sukacita yang melampaui praktik keagamaan eksternal. Puasa bukan sekadar kewajiban ritual, tetapi harus memiliki makna yang lebih dalam, yakni bentuk kerinduan akan kehadiran Allah dan kesiapan untuk menerima kasih-Nya dalam kehidupan kita.

Sebagai umat Katolik, kita diundang untuk memahami bahwa tindakan-tindakan rohani seperti puasa, doa, dan amal kasih bukan sekadar rutinitas, melainkan cara untuk semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Ketika Yesus masih bersama para murid, mereka mengalami sukacita besar karena kehadiran Sang Juru Selamat. Namun, saat Ia tidak lagi hadir secara fisik, puasa menjadi bentuk persiapan dan ungkapan kerinduan akan persekutuan penuh dengan-Nya.

Dalam masa prapaskah, ayat ini menjadi pengingat bahwa puasa bukan hanya menahan diri dari makanan, tetapi juga meninggalkan dosa dan keterikatan duniawi yang menghalangi hubungan kita dengan Tuhan. Kita diajak untuk merenungkan sejauh mana kita telah membuka hati bagi Kristus dan menantikan persekutuan abadi dengan-Nya.

Semoga kita menjalani hidup rohani dengan penuh kesadaran bahwa setiap praktik keagamaan yang kita lakukan harus berakar dalam kasih dan kerinduan akan Kristus. Dengan demikian, kita semakin dimurnikan dan dipersiapkan untuk menerima sukacita sejati di dalam Tuhan.

Doa Penutup

Ya Tuhan, kami bersyukur atas firman-Mu yang telah kami renungkan hari ini. Bimbinglah langkah kami agar tetap setia pada kehendak-Mu. Semoga Roh Kudus-Mu menuntun kami dalam segala keputusan, dan kasih-Mu senantiasa menguatkan kami. Sertailah kami dalam setiap aktivitas kami hari ini, agar kami selalu hidup dalam terang-Mu. Demi Kristus Tuhan kami. Amin.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini