Selasa, Januari 28, 2025
26 C
Jakarta

Dialog Lintas Agama Demi Perdamaian

P. Markus Solo Kewuta, SVD

Disampaikan sebagai kata sambutan untuk Perayaan Awal Tahun PWKI di Universitas Tarumanegara, Jakarta, 25 Januari 2025.

Yang terhormat Perwakilan Menko Pangan, Ibu Widiastuti, prwakilan Gubernur Lemhannas RI, Bapak Evendi, ke-lima Anggota DPR RI: Ibu Rieke Dyah Pitaloka, Ibu Nurul Arifin, Ibu Eva kusuma Sundari, Ibu Ida Fauziah dan Ibu Dina, Wakil Gubernur terpilih Jakarta Bapak Haji Rano Karno, Bapak Rektor Universitas Tarumanegara, Prof. Dr. Haryawan, Para Tokoh agama dan kemasyarakatan yang sempat hadir, khususnya Bapak Amrih Jinangkung, mantan Duta besar RI untuk Tahta Suci Vatikan, Pendiri dan Penasehat PWKI, Bapak Putut Prabantoro, Ketua PWKI Bapak Ovier, Pengurus Utama Perayaan Buka Tahun PWKI ke-18 Mba Mercy Tirayoh dan kawan-kawan, ke-enam Saudaraku Tokoh lintas agama: Pak Addin Jauharudin, Ketua Umum GP Ansor, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Pak Dzulfikar Ahmad Tawalla, Ketua Umum Pemuda Katolik Pak Stefanus Asat Gusma, Ketua Umum Pemuda Kristen Pak Sahat MP Sinurat, Ketua Umum Pemuda Hindu (Perada) Pak I Gede Ariawan, Ketua Umum Pemuda Buddha (Gemabudhi) Pak Bambang Patijaya dan Ketua Umum Pemuda Konghucu (Gemaku) Pak JS Kristan; para sahabatku Romo Katolik: Rm. Adi Prasetyo, Rm. Agus Heri Wibowo dan Rm. Aloysius Budi Purnomo; saudara-saudari dan sahabat PWKI semua, para tamu dan undangan yang saya kasihi. Selamat malam dan salam sejahtera untuk kita semua!

Dari lubuk hati terdalam saya mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas penyelenggaraanNya yang luar biasa sehingga peristiwa besar yang menandai faith, fraternity dan compassion – meminjam moto kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Indonesia, bisa terlaksana pada malam hari ini di Universitas Tarumanegara, Jakarta. Negara tempat saya lahir dan dibesarkan, Indonesia, dan Tahta Suci Vatikan dipersatukan malam ini dalam sebuah perjumpaan yang membahagiakan, di mana kita bersama-sama kembali mensyukuri iman kita masing-masing, merayakan persaudaraan kita yang sudah lama kita hidupi dan kita tumbuhkembangan, terutama dalam konteks perjuangan bersama “dialog lintas agama demi perdamaian, dan di mana kita memperhaharui komitmen kita untuk meneruskan perjuangan kita bersama dengan semangat belarasa baru menuju sebuah kehidupan bersama yang inksusif; artinya tidak ada satu orangpun yang dilupakan.

Perayaan Buka Tahun bersama PWKI ke-18 hari ini mengambil tema “Pangan untuk semua”. Pangan adalah kebutuhan vital bagi setiap orang. Untuk konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, penyediaan bahan pangan yang cukup dan distribusi semua bentuk bantuan materi lainnya yang adil dan merata akan menjamin kelangsungan hidup bangsa, mensejahterakan semua orang dan menjamin pula kualitas penduduknya. Seruan untuk ini hendaknya tidak hanya berhenti di sini. Swasembada pangan yang dikampanyekan dan terus dicanangkan oleh pemerintah negara kita harus pula disertai dengan upaya distribusi yang adil dan merata dari Sabang hingga Merauke. Demi kelangsungan hidup bangsa yang sehat, adil dan makmur, ini adalah imperatip.

Saudara dan saudari,
Akan tetapi pangan yang cukup saja belum bisa menjadi barometer kesejahteraan sebuah bangsa dan negara. Paus Fransiskus menekankan bahwa barometer kesejahteraan sebuah bangsa adalah perdamaian dan kerukungan di antara para warganya. Sayangnya, kita ketahui bersama bahwa kehidupan bersama kita yang diwarnai dengan keanekaragaman yang besar sebagai DNA kita, belum bebas dari konflik-konflik vertikal dan horisontal. Tendensi-tendensi, bahkan fakta-fakta pembanguan ghetto-ghetto di dalam masyarakat masih terjadi di mana-mana. Perdamaian dan kerukunan beragama untuk semua masih menjadi sebuah Pekerjaan Rumah yang berat untuk kita semua. Pekerjaan Rumah ini sudah direfleksikan dengan saksama, dirumuskan dengan baik dalam semangat Pancasila dan menjadi dokumen besama dengan nama “Deklarasi Istiqlal 2024” dan ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Istiqlal, Dr. Nasaruddin Umar, pada 5 September 2024 yang lalu. Kalau namanya sebuah Pekerjaan Rumah, maka harus kita kerjakan dan kita selesaikan bersama. Ini juga termasuk Deklarasi Indonesia-Vatikan oleh para Ketua Umum ke-enam agama Indonesia yang ditandatngani di hadapan Paus Fransiskus tahun 2024 yang lalu di Vatikan. Semuanya membutuhkan follow up.

Saya mengajak pemerintah dan semua kabinetnya, organisasi-organiasi sipil-kemasyarakatan dan keagamaan serta semua lapisan masyarakat untuk berjuang bersama-sama memerangi fakta-fakta dan tendensi-tendensi ekslusivitas yang masih eksis dan menyebar di dalam bangsa dan negara kita. Kalau kita ingin hidup sejahtera dan bahagia, maka keadilan pangan dan perdamaian lintas agama harus berjalan bersama-sama. Inilah dua sokoguru kemakmuran bangsa dan negara. Malah pada suatu titik, kedua aspek di atas memiliki relasi dialektik yang fundamental. Orang Romawi Kuno mengenal prinsip hidup ini “ Panem et Circenses” yang diterjemahkan dengan “Roti dan Permainan”. Kalau ada “roti” (pangan), pasti akan ada permainan, simbol kesejahteraan rakyat. Tanpa “roti” tidak akan ada permainan. Tanpa “roti” tidak akan ada perdamaian. Oleh karena itu, perjuangan akan keadilan serta swasembada pangan yang adil dan merata serta memerangi eksusivitas dalam kehidupan beragama adalah imperatip.

Sebelum mengakhiri sepatah dua kata ini, saya ingin mengucapkan limpah terima kasih kepada PWKI serta seluruh mitranya yang sudah ikut menominasi saya sebagai salah satu penerima Penghargaan dalam kategori pemaju perdamaian lintas agama. Penghargaan ini saya terima untuk pertama kali di dalam hidup saya. Saya sudah berjuang untuk memberi sebanyak-banyaknya semampu saya melalui berbagai cara dan jalan, melalui suka dan duka. Tidak banyak orang yang mengetahui berbagai seluk beluk yang saya lalui di dalam memajukan perdamaian, baik lokal maupun global. Di dalam semua perjuangan itu saya selalu berprinsip: Tuhan sudah memberikan banyak hal kepada saya dengan cuma-cuma, maka saya harus lebih banyak memberi dengan cuma-cuma pula. Tanpa saya berharap, ternyata keadilan Tuhan boleh saya alami hari ini melalui PWKI. Saya merasa diteguhkan di dalam perjuangan ini karena saya tahu bahwa saya tidak berjalan sendirian. Ada banyak orang nun jauh di sana, terutama di negaraku Indonesia yang mengikuti kiprah dan perjuangan saya dengan doa dan dukungan moril yang besar. Terima kasih!

Malam ini saya tidak menerima sebuah raport pada akhir sebuah semester, tetapi sebuah “Gabe” (anugerah/penghargaan, sebuah berkat) dan sebuah “Aufgabe” (tugas dan perutusan baru). Saya berterima kasih dan merasa senang atas anugerah ini, tetapi di lain pihak, tugas dan perjuangan belum selesai. Penghargaan ini merupakan sebuah “cappuccino” khusus yang membuka mata saya lebih lebar, membuat saya lebih terjaga dan menaikan adrenalin kerja dalam upaya memperjuangkan perdamaian global, di Asia dan Pasifik, dan terkhusus di negara dan bangsa tercinta Indonesia. Hadiah ini saya pesembahkan juga kepada mendiang Ayah saya yang semasa hidupnya sangat menganjurkan supaya saya supaya tidak masuk ke dalam dunia dialog lintas agama. Saya ingin mengatakan kepada beliau bahwa kerja di bidang ini adalah sebuah berkat untuk banyak orang, seperti yang sudah digarisbawahi oleh PWKI melalui penganugerahan ini.

Tak lupa saya juga mengucapkan Profisiat dan Selamat kepada ke-enam saudara dan sahabat saya, para Ketua Umum ke-enam agama resmi di Indonsia yang bersama saya menerima penghargaan malam ini.

Terima kasih atas perhatianmu semua.
Salam damai sejahtera ke Indonesia.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini