Sabtu, Februari 8, 2025
28.2 C
Jakarta

Setelah Menjadi Ateis Selama 35 Tahun, Seseorang Menemukan Kembali Tuhan di Makam Santo Yohanes Paulus II

VATIKAN, Pena Katolik – Belén Perales, seorang wanita Spanyol berusia 60 tahun, hidup selama 35 tahun sebagai seorang ateis, meninggalkan iman Katolik di masa remajanya setelah serangkaian pengalaman traumatis. Namun, hidupnya berubah drastis saat mengunjungi makam Santo Yohanes Paulus II di Vatikan. Saat itu, ia mendapat wahyu mendalam yang membawanya pulang.

Perales lahir dalam keluarga Katolik, anak tertua dari empat bersaudara, tetapi sejak usia muda ia merasakan perasaan “ditinggalkan” yang tidak berdasar tetapi mendalam.

“Saya selalu merasa tidak ada yang mencintai saya,” akunya dalam sebuah wawancara dengan ACI Prensa.

Terus berpindah dari satu kota ke kota lain karena pekerjaan ayahnya, hal ini memicu rasa tidak aman yang ia rasakan. Pengalaman itu juga menciptakan luka emosional yang dalam.

“Saya mengalami semacam luka [perasaan] ditinggalkan,” kenangnya.

Imannya mulai goyah di masa remajanya setelah mengalami pelecehan selama di sekolah asrama. Episode ini menandai titik kritis dalam hubungannya dengan Tuhan dan ibunya. Sejak saat itu, dia mulai menjauhkan diri dari Gereja dan iman yang dikenalnya sejak kecil.

“Saya meninggalkan sekolah dengan sangat marah pada dunia, musim panas itu saya berhenti percaya pada Tuhan,” kenang Perales.

Gejolak Kehidupan

Selama 35 tahun berikutnya, Perales hidup di tengah kebingungan, mencari kedamaian dalam hubungan yang gagal dan kesuksesan profesional yang tidak pernah dapat ditemukannya. Dia menikah beberapa kali. Ia ditipu dalam pernikahannya dan mengalami pelecehan dalam hubungannya.

“Suami pertama saya menipu saya, ketika saya mengajukan gugatan cerai, ternyata saya bahkan belum menikah; dia adalah penipu profesional yang telah menipu saya,” kenangnya dengan pasrah.

Pada tahun 1996, ketika internet baru saja berkembang, Perales membeli komputer dan memutuskan untuk mendirikan bisnis daringnya sendiri. Dia mulai berjualan melalui platform itu dan, yang mengejutkannya, usaha itu sukses besar. Sejak saat itu, dia mulai menghasilkan pendapatan yang signifikan berkat inisiatif kewirausahaannya di dunia digital.

Meskipun memiliki karier yang sukses dalam bisnis, kehidupan pribadinya masih berantakan.

“Saya beralih ke pacar lain. Saya menikah lagi, tetapi tetap saja gagal. Saya tinggal dengan orang lain. Ia pecandu narkoba. Kemudian saya menikah lagi, kali ini di Gereja. Dan semuanya menjadi buruk karena orang itu punya masalah, dan begitu juga saya.

Kini, Perales tinggal sendirian dengan anak perempuannya. Selama tahun-tahun itu, hidupnya ditandai oleh keputusasaan. Lebih parah, ia hidup sama sekali jauh dari iman. Ia mengganggap dirinya sebagai ateis.

“Saya seorang ateis; saya tidak percaya pada Tuhan, tidak ada, nol,” katanya dengan tegas.

Pengalaman Perjumpaan

Semuanya berubah pada musim panas tahun 2012, selama perjalanan ke Roma bersama anak-anak perempuannya. Meskipun niat awalnya adalah mengunjungi Koloseum Roma, putrinya Gabriela bersikeras untuk mengunjungi Vatikan.

“Saya ingin pergi ke Koloseum, tetapi anak perempuan saya ingin pergi ke Vatikan. Pada akhirnya, saya menyerah,” katanya.

Sontak, apa yang terjadi di dalam Basilika Santo Petrus mengubah hidupnya selamanya.

“Ketika kami memasuki Vatikan, saya marah. Saya berpikir: ‘Apa yang kita lakukan di sini? Betapa mengerikannya!’”

Saat mengambil foto kedua putrinya, Perales mulai merasakan sesuatu yang tidak dapat dijelaskan. Ada sesuatu yang tiba-tiba saja masuk ke dalam dirinya.

“Tiba-tiba, saya mulai merasakan sesuatu yang fisik, bukan spiritual. Sesuatu yang tiba-tiba masuk… dan saya secara otomatis menyadari bahwa Tuhan itu ada, dan jika saya mati, saya akan masuk neraka.”

Dampaknya begitu hebat hingga ia mulai menangis tak terkendali.

“Mata saya mengalirkan air mata seolah-olah itu adalah dua keran yang terbuka,” kenangnya.

Di depan makam Santo Yohanes Paulus II, ia merasa bahwa ia berada di luar Gereja, terpisah dari “ibunya”. Perales menyebut nama Gereja Katolik, dan ia sadar telah menolak Tuhan selama bertahun-tahun.

“Saya merasakan sakit karena berada di luar Gereja, menyadari bahwa Tuhan itu ada dan bahwa saya telah menolaknya.”

Ketika melihat makam Santo Yohanes Paulus II, ia tiba-tiba berkata.

“Anak-anak perempuan, mari kita berdoa.” Kemudian ia berlutut di bangku ketiga di sebelah kiri sambil air matanya terus mengalir. Putri bungsunya mengambil tisu dan menyeka wajah ibunya. Perales berdoa, tetapi idak dapat mengingat Doa Bapa Kami. Ia tidak berdoa selama 35 tahun. Saat itu usianya 48 tahun dan tidak berdoa sejak saya berusia 13 tahun.

Kembali ke rumah

Setelah pengalaman itu, ia kembali ke Madrid, tetapi proses kembali ke iman tidaklah mudah. ​​Ia masih merasa terasing dari Gereja dan berpikir bahwa ia tidak dapat diterima lagi.

“Saya masih keras kepala, berpikir bahwa saya tidak dapat kembali ke Gereja, bahwa saya telah dikucilkan,” tuturnya.

Selama setahun, Perales menghadiri Misa pada hari Minggu, tetapi ia tidak berani mengaku dosa. Akhirnya, suatu hari, ia merasakan panggilan batin. Di sinilah titik balik hidup imannya.

“Saya mendengar Tuhan berkata dari dalam diri saya: ‘Apa yang kamu tunggu? Saya pergi ke paroki, meninggalkan putri-putri saya di bangku, dan masuk ke ruang pengakuan dosa pertama yang saya lihat.”

Di sana ia bertemu seorang imam muda yang menyambutnya dengan gembira.

“Saya berkata kepadanya: ‘Lihat, nama saya Belén, saya telah melakukan segalanya kecuali mencuri dan membunuh.’ Dan ia menjawab saya: ‘Haleluya, hari ini ada perayaan di surga.’”

Imam itu membawa serta gambar anak yang hilang dan menjelaskan kepadanya: “Saat ini Tuhan sedang memelukmu.”

Pengakuan dosa itu adalah awal dari rekonsiliasinya dengan Tuhan dan dengan Gereja Katolik. Sejak saat itu, Perales telah mengabdikan hidupnya untuk menginjili dan berbagi kisahnya dengan orang-orang di sekitarnya. Selama bertahun-tahun, ia telah membawa beberapa teman ke tempat pengakuan dosa dan membagikan rosario kepada orang-orang yang ditemuinya di sepanjang jalan.

“Luka-luka saya telah disembuhkan oleh adorasi dan sakramen. Saya penggemar pengakuan dosa,” ungkapnya sambil tersenyum.

Perales membuat saluran “El Rosario de las 11”, ‘Rosario pukul 11 ​​malam di YouTube, yang dengannya ia menyiarkan doa rosario suci setiap malam dan berbagi kisah pertobatan, seperti kisahnya.

Yang paling mengejutkannya, meskipun ia menyadari bahwa hal itu seharusnya tidak terjadi, adalah banyaknya mukjizat dan pertobatan yang terjadi berkat channel Youtube yang ia buat itu.

“Saya ingin menyenangkan ibu saya, Sang Perawan, yang meminta kami untuk berdoa rosario. Saya menaatinya. Selain itu, banyak orang di internet tidak mengenal Tuhan, tetapi jika mereka mengenalnya, mereka akan jatuh cinta kepada Yesus seperti saya,” komentarnya.

YouTube memungkinkan orang-orang, bahkan tanpa mencari Tuhan, untuk bertemu dengan-Nya dengan cara yang tidak terduga. Saat ini, Perales menjalani kehidupan yang penuh dengan iman, bersyukur karena telah menemukan Tuhan kembali setelah bertahun-tahun dalam kegelapan.

“Yesus menyelamatkan saya ketika saya tidak menduganya, dan sekarang saya ingin semua orang tahu bahwa Dia ada di sana, menunggu kita,” pungkasnya. (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini