JAKARTA, Pena Katolik – Romo Joannes Haryatmoko SJ mulai bertugas sebagai anggota Staf Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) terhitung sejak 9 Desember 2024. Kabar ini tercatat dalam “Berita Pengutusan” di jesuits.id.
Romo Haryatmoko memulai tugas di BPIP setelah sebelumnya, Romo Benny Susetyo mengakhiri tugas di lembaga yang sama. Sebelumnya, Romo Haryatmoko berhenti bertugas sebagai Superior Lokal Komunitas Kolese St. Robertus Bellarminus.
Romo Haryatmoko lahir 9 Maret 1959. Selama ini, ia dikenal sebagai dosen filsafat di Universitas Katolik Sanata Dharma Yogyakarta, selain di beberapa universitas lain di Indonesia. Ia juga menjadi pengajar tamu di pasca-sarjana Universitas Indonesia (Jakarta), Universitas Gadjah Mada (Yogyakarta) dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Romo Haryatmoko dokenal sebagai pakar Filsafat Etika. Ia juga banyak menyumbangkan pemikiran kritisnya dalam bidang filsafat, sosial politik, etika dan komunikasi.
Romo Haryatmoko lulus dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara pada tahun 1984. Ia kemudian melanjutkan studi program licentiate of theology di Brussel, Belgia (1985–1988, 1990). Pada saat bersamaan dia belajar ilmu-ilmu sosial di Institu d’Etudes Sociales, Paris (1988–1989). Pada tahun 1993 ia berhasil menyelesaikan D.E.A (Diploma d’Etudes Approfondies) Antropologi dan Sejarah Agama-Agama di Universitas Sorbonne-Paris IV.
Tahun 1996, Romo Haryatmoko menyelesaikan pendidikan program doktoral di bidang antropologi dan sejarah agama-agama di Universitas Sorbonne-Paris IV. Ia juga memiliki gelar doktor dalam bidang ilmu Etika Politik (Moral Sosial) dari Institut Catholique de Paris, Perancis. Dari September 2010 sampai Juni 2011, ia mendapatkan International Visiting Fellowship dari The Woodstock Theological Centre, Georgetown University, Washington DC, USA untuk melakukan penelitian mengenai Public Ethics.
Krisis Keteladanan
Pada satu kesempatan, Romo Haryatmoko mengkritisi krisis keteladanan dalam pemerintahan. Ia mempertanyakan praktik korupsi yang marak terjadi di masyarakat Indonesia. Bagaimana prilaku ini dapat dilawan atau diubah, Romo Haryatmoko menyampaikan pentingnya keteladanan. Ia berpendapat, kalau mau mengubah perilaku, perlu memberi teladan.
“Mengapa teladan penting. Teladan seperti narasi, seperti kisah. Tadan itu memberi model cara bertindak. Teladan adalah model paradigma kehidupan, sehingga orang muda tinggal melihat, mencontoh dan melakukannya,” ujarnya.
Cara menyampaikan nilai yang paling efektif adalah dengan teladan. Ia berpendapat, teladan tidak menggurui, namun menawarkan model kehidupan tanpa memaksakan, sehingga orang bisa mengikutinya. (AES)