Meskipun sudah berbadan hukum perusahaan, PT Grafilin Desa Putera tetap menjadi sarana praktikum bagi siswa SMK Grafika Desa Putera.
Pontianak, Pena Katolik – Kehadiran PT. Grafilin Desa Putera tidak bisa lepas dari SMK Grafika Desa Putera.
Keduanya hadir dalam situasi yang sama ketika Indonesia tengah menghadapi kemelut perekonomian pasca kemerdekaan. Akibatnya, banyak anak-anak yang menjadi korban kemiskinan dan kemerosotan sosial, serta banyak dari mereka menjadi yatim piatu.
Terutama anak-anak jalanan tanpa orang tua dan korban perang perlu mendapat perlindungan. Maka didirikanlah Desa Poetra sebagai rumah mereka pada 30 Juni 1947. Kongregasi Budi Mulia dan Perhimpunan Vincentius dipercaya untuk mengelolanya.
Kesediaan Kongregasi Budi Mulia tidak terlepas dari semangat pendirinya, Romo Stefanus Modestus Glorieux.
Ia tersentuh oleh firman Allah yang menjadi visi pribadinya, yakni: “Ia telah mengutus aku untuk mewartakan kabar gembira kepada orang-orang miskin dan untuk memebaskan orang-orang tawanan” (Luk. 4:19-19).
Dalam tugas perutusannya, ia mempunyai komitmen sebagai berikut ini: Aku hidup tidak untuk diriku sendiri tetapi untuk orang lain, untuk orang-orang miskin dan untuk semua orang yang tertindas. Romo Glorieux mempunyai kharisma untuk melayani orang kecil.
Sebagai sarana penunjang pendidikan, didirikanlah Sekolah Rakjat Desa Poetra di tahun yang sama. Masyarakat sekitar juga dapat menikmati fasilitas tersebut.
Kemudian Bruder Juvenalis, BM, mendirikan SGB dengan jumlah 15 murid pada tahun pertama untuk memenuhi tingkat lanjutan setelah tamat Sekolah Rakjat. Akibat perubahan sistem pendidikan Indonesia, diubahlah SGB menjadi SMP Desa Putera tanpa kehilangan subsidi dari pemerintah.
Guna menambah keterampilan siswa panti asuhan, mereka pun diajarkan usaha penerbitan buku oleh Bruder Basilides, BM. Usaha ini terus berkembang dengan tambahan beberapa mesin cetak kecil (handpress).
Bermula dari 12 orang yang dilatih mempelajari bidang penjilidan dan percetakan yang lebih besar. Kemudian didatangkan tenaga ahli dari Belanda beserta mesin-mesin cetak pada 1967.
Perkembangan Sekolah
Izin mendirikan Sekolah Grafika pun diperoleh dari pemerintah pada 1968. Sekolah Teknik Grafika (setingkat SMP) dimulai tanpa kelengkapan mesin sebab pengiriman mesin membutuhkan waktu cukup lama. Bruder Janssen, BM pun diangkat menjadi Kepala Sekolah ST Grafika pertama.
Tidak berhenti di situ, didirikanlah STM Grafika Desa Putera pada 1 Januari 1970. Lalu memperoleh izin dan diresmikan menjadi Sekolah Teknik Menengah Grafika Desa Putera.
Peresmian ini dihadiri oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, Duta Besar Belanda, Johana A.H Nasiuton, serta Wakil Uskup Jakarta pada 11 April 1972. Sekolah ini terbuka untuk umum, tidak hanya anak-anak di lingkungan panti asuhan.
Perkembangan zaman membawa angin segar bagi perkembangan sekolah. Mesin-mesin didatangkan dari Belanda dan Jerman untuk keperluan praktik siswa secara berkelanjutan. Tahap pertama, datanglah mesin Degelpress pada 17 April 1965 tetapi baru dapat digunakan pada 22 Januari 1971.
Mengikuti ketentuan pemerintah, STM Grafika Desa Putera beralih nama menjadi Sekolah Menengah Teknik Grafika Desa Putera di tahun 1985.
Pada 23 Juli 1993, gedung baru diresmikan sekaligus peresmian Graphic Training Centre (GTC) dengan direkturnya Ir. Saan Ashari. Lembaga ini terinspirasi dari lembaga serupa di negeri Belanda yang bertujuan memberikan pendidikan dan pelatihan grafika bagi masyarakat luas.
Mengikuti kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan kejuruan pada tahun 1997, SMT Grafika Desa Putera berubah nama menjadi Sekolah Menengah Kejuruan Grafika Desa Putera. Usaha keras untuk menuju arah lebih baik terus dilakukan dan dikembangkan oleh Br. Martin Dol, BM.
Selama ia memimpin percetakan Desa Putera sebagai unit produksi, Sekolah dengan tuntutan zaman. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan mutu yang telah diakui oleh masyarakat. Hingga kini SMK Grafika Desa Putera masih menjadi pijakan industri sebab telah banyak mendulang prestasi.
Out of The Box
Saat ditemui HIDUP, Kepala Sekolah SMK Grafika Desa Putera, Bruder Ferdinand, BM, begitu antusias menjabarkan program pendidikan SMK Grafika Desa Putera kini. Sudah dua tahun ia berkarya di sini.
Ia berkomitmen untuk terus mengedepankan identitas sekolah Katolik yang berpusat pada pelayanan dan kasih. Untuk itu, di tahun ajaran 2023/2024, ia membuat sebuah program yang ia sebut sebagai “proyek” di mana pendidikan menjadikan anak sebagai pusat.
“Program Proyek supaya anak ini memiliki keahlian sesuai dengan bidang yang harus ia pelajari,” terang Bruder Ferdi.
Ia menambahkan, “Dengan praktik, anak akan menemukan kendala dan menentukan untuk mencari solusi dengan berdiskusi bersama para guru dan instruktur di perusahaan.”
Proyek merupakan program lanjutan di luar jam resmi kelas. Gunanya untuk menambah jam belajar keahlian anak sehingga memperkuat kemampuan.
Para siswa tidak sekadar praktik di percetakan tetapi juga aktif mencari pesanan ke lapangan. Tujuannya agar siswa mengerti alur ke grafikan dari hulu hingga hilir.
Program proyek ini juga mengajarkan siswa untuk bekerja sama dengan siswa lain karena masing-masing siswa memiliki keahliannya sendiri.
“Ini semua agar mereka jadi pribadi yang asertif, inovatif dengan ide yang out of the box,” jelasnya.
Bruder Ferdi juga senang bahwa instruktur di PT. Grafilin semakin terlibat dengan memberikan tantangan kepada siswa sehingga mereka terpacu untuk belajar semakin banyak.
“Saya bersyukur baik guru dan instruktur bersinergi untuk mendampingi anak-anak untuk bisa mengerjakan proyeknya meskipun kami belum bisa memberikan insentif tambahan kepada mereka,” akunya.
Dengan ini, para siswa SMK Grafika Desa Putera memiliki keunggulan dalam keahlian ke grafika karena dibuka ruang melalui program proyek untuk belajar lebih dalam, serta merangsang daya pikir agar kreatif dan inovatif.
“Kualitas Pembalajar Pancasila sudah termaktub di sini,” sebutnya.
Selain keterampilan teknis (hard skill), siswa juga mendapat keterampilan nonteknis (soft skill) yakni dengan menghidupi nilai-nilai kehidupan sehingga tercipta cita-cita dari semboyan Yayasan Budi Mulia, yaitu “Kebersamaan, Keunggulan, dan Kemandirian.”
“Mungkin tidak banyak sekolah yang keberagamannya sebanyak di SMK ini. Sekolah ini Katolik tapi 60% siswanya adalah Muslim,” ujarnya.
Sebaliknya, kemandirian yang dimiliki anak memiliki keberanian membuat terobosan dalam mengerti bahan ajar.
“Jadi, jika siswa kurang pusa dan mau mendalami salah satu keahlian, ia bisa membuat proposal proyek dan menjalankannya. Inisiatif inilah yang menuntun siswa mandiri,” ungkapnya lagi.
Peran PT Grafilin
Akhirnya, PT. Grafilin Desa Putera diakui senantiasa mendukung ruang perkembangan anak-anak.
PT. Grafilin Desa Putera awalnya merupakan percetakan unit praktik SMK Grafika Desa Putera. Unit praktik yang berdiri sejak 1970 ini mendukung keterampilan mencetak siswa. Meskipun sudah berbadan hukum perusahaan, PT Grafilin tetap menjadi sarana praktik bagi siswa.
“PT Grafilin selalu berkomitmen membantu siswa dalam praktik. Saat dihadapkan dengan kebutuhan siswa, mereka tidak pernah menggunakan kalkulasi bisnis. Semua ini agar siswa semakin maju. Ini bantuan yang luar biasa,” ucap Bruder Ferdi.
Untuk itu, Bruder Ferdi menyampaikan rasa terima kasihnya kepada segenap keluarga besar PT. Grafilin Desa Putera yang setia mendukung keberlangsungan pendidikan siswa.
“Saya menyaksikan perjuangan mereka, dari gaji cari order sampai Bruder Gerard kadang naik ambulans, dan tentu saja setiap pesanan dikerjakan dengan tuntas dan memuaskan. Saya salut!” pungkasnya.
*(S)