Minggu, Desember 22, 2024
28.1 C
Jakarta

Perjalanan Kasus Mary Jane Hingga Keputusan Memulangkan Kembali ke Filipina

YOGYAKARTA, Pena Katolik – Mary Jane ditangkap di Bandara Adi Sutjipto Yogyakarta karena tertangkap tangan membawa 2,6 kilogram heroin pada April 2010. Selanjutnya pada Oktober 2010, Mary Jane divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta. Saat akan menjalani eksekusi mati bersama delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 29 April 2015, Mary Jane urung diekseskusi karena permintaan Presiden Filipina ketika itu Benigno Aquino.

Presiden ketujuh RI Joko Widodo beberapa tahun yang lalu telah menolak permohonan grasi Mary Jane. Grasi ini diajukan oleh pribadi maupun oleh pemerintah Filipina. Mary Jane juga sempat mengajukan Peninjauan Kembali namun selalu gagal.

Mary Jane urung dieksekusi pada 2015 karena terungkap dugaan bahwa dirinya adalah korban perdagangan manusia. Ini membuka babak baru dalam kasus ini. Belakangan juga Kepolisian Filipina mengungkap motif “penjebakan” yang dilakukan agen tenaga kerja yang mengirim Mary Jane ke Indonesia. Dalam pengungkapan kasus ini, seseorang telah dituduh menjebak Mary Jane untuk mengirimkan paket ke Indonesia, tanpa ia ketahui apa isi tas yang ia bawa.

Salama ini, Mary Jane ditahan di Lapas Perempuan Kelas IIB Wonosari, Gunungkidul. Perjalanan kasus Mary Jane mencerminkan kompleksitas kasus yang melibatkan hukum pidana, diplomasi internasional, dan isu kemanusiaan.

Profil

Mary Jane ahir pada 10 Januari 1985 di Cabanatuan, Filipina. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Ayah bekerja serabutan di perkebunan tebu. Pada usia 17 tahun, Mary Jane menikah namun tidak bertahan lama. Setelah bercerai, ia menjadi tulang punggung keluarga dan membesarkan dua putranya.

Ia sempat menjadi tenaga kerja domestik di Dubai pada 2009. Namun, Mary Jane memutuskan pulang lebih awal setelah nyaris menjadi korban kekerasan seksual dari majikannya. Ia lalu menerima tawaran pekerjaan di Malaysia. Nyatanya, ia dijebak untuk membawa paket berisi narkoba. Ia ditangkap saat mendarat di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010. Ia kedapatan membawa 2,6 kilogram heroin yang disembunyikan di dalam kopernya.

Mary Jane dijatuhi hukuman mati pada Oktober 2010 oleh Pengadilan Negeri Sleman. Hukuman ini lebih berat dari tuntutan jaksa, yaitu pidana seumur hidup.

Saat itu, Mary Jane mengaku dijebak oleh perekrutnya, Maria Cristina Sergio. Orang inilah yang awalnya menawarkan pekerjaan di Malaysia. Belakangan Polisi Filipina juga menangkap dan menahan perekrutnya itu.

Mary Jane sempat pergi ke Kuala Lumpur, untuk menlakani pekerjaan yang dijanjikan. Namun, sesampainya di Negeri Jiran itu, pekerjaan untuknya ternyata sudah tak lagi tersedia. Mary Jane diminta Cristina untuk ke Indonesia. Ia diminta membawa sebuah koper dan uang saku US$500.

Ternyata, di dalam koper itu, dimasukkan pula heroin 2,6 kilogram. Begitu mendarat di Bandara Adisucipto, Mary ditangkap otoritas Indonesia.

Pengungkapan kebenaran kasus perdagangan manusia ini yang kemudian menjadi landasan dalam upaya pembebasan Mary Jane selanjutnya.

Batal Eksukusi

Mary Jane sedianya dijadwalkan untuk dieksekusi mati pada 29 April 2015 di Nusakambangan. Ia saat itu akan dihadapkan di hadapan regu tembak bersama delapan terpidana lainnya, beberpa karena kasus narkoba. Namun, eksekusi terhadapnya ditunda untuk batas waktu yang belum ditentukan. Keputusan ini diambil setelah perekrutnya, Maria Cristina Sergio, menyerahkan diri ke Polisi di Filipina, sehari sebelum eksekusi.

Selain itu, Pemerintah Filipina secara aktif untuk meminta pembebasan dan peninjaun kembali kasus Mary Jane. Pemerintah Filipina menyatakan bahwa Mary Jane adalah korban perdagangan manusia.

Saat itu, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa penundaan dilakukan untuk menghormati proses hukum di Filipina. Selanjutnya, Mary Jane terus menjadi penghuni Penjara Wirogunan hingga kini. Sejak penundaan eksekusi itu, hampir satu dekade, pemerintah Filipina berjuang melalui jalur diplomasi untuk membebaskan Mary Jane.

Keluarga Mary Jane saat akan menjenguk pada momen ulang tahun ke-32 Mary Jane. IST

Fakta-Fakta Kasus

Sejak awal ditangkap, Mary Jane telah menjalani masa hukuman selama 14 tahun di Indonesia. Selama ini, Mary Jane mencoba untuk menerima keadaan. Ia merasa bahwa hidupnya direnggut oleh kasus. Beberapa kali, keluarganya menengok Mary Jane ke Penjara Wirogunan, termasuk anak-anaknya.

Belakangan setelahkKasus Mary Jane mencuat, masyarakat menyoroti proses hukum kasus ini. Belakangan diketahui, Mary Jane selama proses interogasi, tidak didampingi pengacara. Ia bahkan tidak didampingi penerjemah berlisensi. Diketahui, Mary Jane hanya fasih berbahas Tagalog dan bahasa Inggris yang sangat terbatas, situasi yang mencadi catatat buruk dalam proses hukumnya ini.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan untuk proses peradilan warga negara asing di Indonesia. Saat itu, Komnas Perempuan menjadi salah satu pihak yang menyoroti hal ini.

Presiden Prabowo Subianto menyetujui kebijakan transfer of prisoner, untuk memulangkan Mary Jane ke Filipina, pada November 2024, setelah permintaan resmi dan Panjang dari Menteri Kehakiman Filipina.

Presiden Marcos Jr menyampaikan terima kasih untuk kemurahan hati Pemerintah Indonesia ini. Mary Jane menjadi simbol perjuangan global melawan perdagangan manusia.

Pemerintah Indonesia menerima permohonan pemindahan narapidana Mary Jane dari Menteri Kehakiman Filipina Jesus Crispin Remulla. Presiden Filipina, Ferdinan Marcos Jr. menyampaikan terima kasih atas kemurahan hati Pemerintah Indonesia yang mengabulkan pemulangan Mary Jane ke negaranya, untuk menjalani sisa masa tahanan.

“Saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Prabowo Subianto dan pemerintah Indonesia atas bantuan mereka. Hasil ini merupakan cerminan dari kedalaman kemitraan negara kita dengan Indonesia, bersatu dalam komitmen bersama untuk keadilan dan belarasa,” ujar Marcos Jr..

Presiden Filipina ini menyatakan bahwa kisah Mary Jane menyentuh hati banyak orang. Mary Jane adalah seorang ibu yang terperangkap dalam cengkeraman kemiskinan, yang membuat satu pilihan nekat yang mengubah jalan hidupnya. Meskipun ia dimintai pertanggungjawaban berdasarkan hukum Indonesia, ia tetap menjadi korban dari keadaannya. (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini