Minggu, Desember 22, 2024
30.1 C
Jakarta

Seorang Imam Bercerita saat Ditahan para Jihadis, Merayakan Misa Tanpa Anggur

Pastor Hans-Joachim Lohre. CNA

BAMAKO, Pena Katolik – Pada tanggal 22 November 2022, seorang imam Misionaris Afrika (Missionaries of Africa/White Fathers) Pastor Hans-Joachim Lohre diculik oleh para jihadis di Bamako, Mali (Afrika barat). Misionaris asal jerman itu lalu tahanan di Sahel selama 370 hari, dan dibebaskan pada 26 November 2024.

“Sebuah mobil tiba dengan kecepatan penuh. Hari masih sangat pagi untuk dating Misa,” kenang Pastor Ha-Jo mengenang saat penculik datang menghapirinya.

Seorang pria keluar dan berkata kepadanya, “Romo, kami akan menahan anda.” Pastor Ha-Jo ingat, saat itu Minggu pagi pukul 07.30, pada Hari Raya Kristus Raja. Tak butuh waktu lama, Pastor Ha-Jo (diucapkan “Ayo”) kemudian dibawa pergi.

Dalam perjalanan, ia diborgol, ditutupi kepalanya, dan dimasukkan ke bagian belakang mobil. Seorang penculik mengatakan kepadanya, “Jangan takut; kami tidak akan melakukan apa pun padamu. Kami orang baik, kami dari Al Qaeda.”

Setelah berjam-jam di jalan, semua barang miliknya dilucuti, termasuk jubah dan perlengkapan liturgi, Alkitab, dan rosarionya. Semuanya diambil darinya, kecuali kaus yang dikenakannya yang bertuliskan “I love my King”, sebuah tanda bahwa hari itu adalah Hari Raya Kristus Raja.

“Mereka membakar segalanya tapi mereka tidak bisa mengambil keyakinan saya,” Pastor Ha-Jo mengenang.

Retret yang Tidak Biasa

Pada titik itu, Pastor Ha-Jo menyadari titik balik dalam hidupnya. Rutinitas hariannya akan sirna. Tidak ada lagi janji untuk bertemu seseorang, juga janji untuk merayakan Misa Bersama umat. Hari-hari akan dia habiskan di ruang tahanan, tanpa tahu kapan akan berakhir.

“Ketika saya diculik, saya berkata pada diri sendiri bahwa saya akan memulai cuti Panjang. Tidak ada lagi janji, tidak ada lagi pekerjaan, tidak ada lagi rapat yang harus diselenggarakan, tidak ada stress, dan banyak waktu untuk berdoa,” katanya.

Selama ini, imam yang disandera di daerah itu biasanya akan diculik dan ditahan selama empat tahun, sebelum akhirnya dibebaskan. Pastor Ha-Jo tidak menyangka pembebasannya terjadi setelah satu tahun.

“Sebuah rekor dan keajaiban,” kata Pastor Ha-Jo mengenang.

Namun, masa tahanan tentu tidak “sebercanda” ucapananya bahwa masa itu adalah masa cuti panjang. Caranya menghadapi situasi ini menjadi momen menentukan dalam masa penahanan ini.

Pastor Ha-Jo lalu ingat apa yang dia baca dalam buku Man’s Search for Meaning, karya psikiater Austria, Viktor Frankl. Buku ini menceritakan pengalaman Frankl semasa dalam tahanan di kamp konsentrasi Auschwitz. Di dalamnya, Frankl menjelaskan bahwa orang-orang yang selamat dari tahanan, akan berubah menjadi pribadi pembenci atau pasrah, kecuali mereka yang “memaknai ketidakberartian dan ketidakberdayaan itu”.

Situasinya hampir sama, ketika dalam penahanan Pastor Ha-Jo adalah pribadi yang tidak berdaya. Di situlah, ia berusaha mencari makna atas pengalamannya itu, untuk dapat setia menjaga imannya.

Pastor Ha-Jo kemudian memutuskan untuk mempercayakan hari pembebasannya kepada Tuhan. Ia memegangan kutipan dari Kejadian, “Kamu telah merencanakan untuk menyakitiku: Tuhan mengubahnya menjadi kebaikan.” Pastor Ha-Jo tidak lagi memiliki Alkitab, tapi dia cukup beruntung bisa hafal banyak ayat untuk menemaninya melewati cobaan beratnya.

Alasan Diculik

Saat dibawa ke kamp semak di Sahel, misionaris tersebut mengetahui bahwa dia telah diculik karena kehadiran tentara Jerman yang membantu tentara Mali di Garo. Beberapa hari kemudian, dia dibawa ke kamp lain, rumah bagi para jihadis lainnya. Mereka mencoba untuk mengubah agamanya, dengan menjelaskan bahwa mereka ingin membangun masyarakat yang mematuhi syariah, “tanpa pesta pora dan alkohol”. Dia menjawab pertanyaan-pertanyaan jihadis itu dan membela imannya, tanpa pernah merasa gelisah atau diintimidasi.

 menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dan membela imannya, tanpa pernah merasa gelisah atau diintimidasi.

“Tentu, saya tidak mau memenuhi permintaan mereka, tapi saya mengagumi ketulusan mereka,” aku Pastor Ha-Jo.

Ikut Misa Natal dan mengikuti WYD

Pastor Ha-Jo diberi makanan secukupnya, termasuk roti, yang sepotongnya dia simpan untuk Misa. Pastor Ha-Jo juga diberikan radio. Lewat barang elektronik itu, Pastor Ha-Jo dapat mendengarkan stasiun local, serta siaran Radio Vatikan berbahasa Inggris dan Prancis. Dia menceritakan bagaimana dia bisa mendengarkan Paus Fransiskus pada Misa di Vatikan di Hari Natal

“Saya sangat gembira,” ujar Pastor Ha-Jo.

Dia juga bisa mengikuti semua acara besar Katolik tahun itu, WYD di Lisbon, dan Sinode para Uskup. Namun, kegembiraan terbesarnya adalah ketika dia mendengar sebuah stasiun radio di Mali, yang memberitakan bahwa umat Muslim dan Kristiani berdoa bersama untuk pembebasannya.

“Saya belum pernah merasa lebih misionaris daripada saat itu,” katanya dengan penuh emosi.

Pada akhir Desember, dia dibawa ke padang pasir, di mana dia dipercayakan dalam pengawasan dan perawatan dari orang Tuareg. Dia sedikit menderita kedinginan di malam hari, meskipun dia mendapat pemberian mantel kasmir, dari salah satu sipir penjara. Di sinilah, Pastor Ha-Jo memulai retret dan doa yang sesungguhnya.

Saat-saat ini, Pastor Ha-Jo menghabiskan 22 jam setiap hari berbaring di bawah terpal, ia hanya mampu meregangkan kakinya di jalan yang ditentukan oleh pengawalnya. Kemudian, dia dibawa ke daerah pegunungan. Di sana, ia bertemu dengan sandera lainnya. Sepanjang periode ini, dia diberi makan dan dirawat. Di sinilah, ia mampu mengabdikan dirinya sepenuhnya untuk berdoa.

Misa Dua jam Setiap Hari

Jauh ketika Pastor Ha-Jo memasuki masa remajanya, ia memimpikan menjadi pekerja pastoral dan memulai sebuah keluarga di kampung halamannya di Jerman. Namun, kemudian ia merasa terpanggil untuk bergabung dengan Missionaries of Africa, setelah bertemu dengan mereka di keuskupannya.

Ia dikirim ke Mali untuk pertama kalinya 40 tahun lalu, dan sejak itu, ia menghabiskan 28 tahun di sana. Setelah masa itu, ia meminta cuti panjang kepada atasannya, tidak lama sebelum penculikannya.

Hari-harinya yang biasa dimulai dengan Misa, yang berlangsung lebih dari dua jam. Dia memulai dengan berdoa kepada orang-orang kudus, serta kepada tiga orang kudus yang menemaninya sepanjang masa penahanannya: St. Bakhita, yang diculik seperti dia dan berhasil memaafkan para penculiknya; St. Charles de Foucauld, rasul masyarakat Tuareg; dan santo pelindungnya, St. Yohanes Pembaptis. Kemudian, Pastor Ha-Jo melanjutkan dengan membacakan Injil di kepalanya, lalu berkhotbah.

“Saya membayangkan diri saya berada di salah satu komunitas di Bamako,” kenang Pastor Ha-Jo.

Setelah itu, dia menghabiskan setengah jam untuk berdoa. Ia berdoa untuk semua yang dia dengar di radio, serta untuk saudara-saudara Mali-nya. Ia kemudian mendaraskan Persembahan dan Doa Syukur Agung. Selama Misa ini, ia mengkonsekrasi roti yang dia simpan dan “anggur khayalan”, karena para sipir penjara menolak memberikannya.

“Misa dengan cara ini mungkin tidak sah, tapi bagi saya, ini adalah Misa yang sebenarnya,” katanya.

Pada siang hari, Pastor Ha-Jo berdoa Rosario, dan pada sore hari dia menghabiskan dua jam untuk meditasi kontemplatif. Dia menambahkan bahwa dia berdoa secara khusus agar “mereka yang menderita”, karena penculikannya, dapat menerima ketenangan yang dia temukan selama penahanannya.

Syukur atas Pembebasan

Akhirnya, dia diberitahu bahwa dia akan dibebaskan, yang terjadi pada tanggal 26 November 2023. Pastor Lohre sekarang sedang beristirahat, menunggu misi baru — yang sayangnya, dia tidak akan berada di Mali. Dia mengatakan dia senang bisa bertemu kembali dengan ibunya yang berusia 92 tahun, yang dirawat di rumah sakit saat dia diculik. Dan dia berterima kasih kepada semua orang yang mendukungnya: “Saya yang sekarang ini, terima kasih atas doa-doa Anda.” (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini