Rabu, Oktober 30, 2024
35.3 C
Jakarta

Kunjungan Paus Fransiskus Membakar Semangat untuk Bergerak

LANPUNG, Pena Katolik – Kunjungan apostolik Bapa Suci Fransiskus ke Indonesia pada awal September, memberikan kesan positif yang mendalam bagi rakyat di Indonesia, khususnya dalam konteks bela rasa terhadap seluruh ciptaan tanpa kecuali.

Tahun 2025 akan menjadi peringatan 10 tahun terbitnya Ensiklik Laudato Si’. Ensklik ini menjadi yang terpanjang dalam sejarah Gereja, yang menjadi garis ajaran Gereja mengenai bumi, sebagai rumah bersama bagi seluruh ciptaan.

Peringatan ini menjadi momentum penting untuk menggemakan kampanye kesadaran lingkungan hidup di seluruh dunia. Oleh sebab itu, Laudato Si’ Movement (LSM) sebagai sebuah gerakan global telah mencanangkan Sinode Laudato Si’ sebagai upaya membangun dan memperkuat gerak bersama.

Gerakan Laudato Si’ Indonesia terus berkomitmen menjadi penggerak, pemberi daya hidup bagi upaya-upaya aksi Laudato Si’ di seluruh negeri. Untuk merawat dan mengembangkan komitmen tersebut, Gerakan Laudato Si’ Indonesia telah menyelenggarakan Pertemuan Nasional III di Rumah Retret Ngison Nando Kalianda, Lampung Selatan, Kamis – Minggu, 24-27 Oktober 2024. Pertemuan bertema “Membangun Komunitas Basis Ekologis” ini dihadiri 79 peserta yang mewakili  dari 15 keuskupan yang terdiri dari para romo, suster dan awam.

Tujuan Pertemuan Nasional Gerakan Laudato Si Indonesia III untuk  berkonsolidasi dan evaluasi jejaring animator Laudato Si’ dan gerak Laudato Si’(GLS) di seluruh Indonesia. Pertemuan ini menggali semangat juang dalam membumikan nilai-nilai Laudato Si’.

Peertemuan ini memberikan motivasi moral pada berbagai inisiatif aksi perawatan lingkungan hidup di dalam lingkup Gereja Katolik Indonesia. Pendalaman nilai ini dilakukan melalui perjalanan refleksi dan sinodalitas, wawasan, dan pengalaman yang berkonstribusi pada sintesis kolektif. Hasil pertemuan ini akan dibagikan pada pertemuan global/ Internasional pada tahun 2025.

Pertemuan Nasional Gerakan Laudato Si Indonesia III, dibuka dengan Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Uskup Tanjung Karang, Mgr. Vinsensius Setiawan Triatmojo dan 14 imam konselebran di Bukit Tentrem. Mgr. Avin kemudian mengajak peserta mendalami aras pastoral Keuskupan Tanjungkarang, serta lebih dalam lagi menyadarkan peserta akan tugas dan konsekuensi sebagi orang yang  terpanggil ambil bagian dalam misteri inkarnasi.

“Saling mengasihi adalah standar minimal kita sebagai umat beriman, tetapi bersedia memberikan lebih dan setia dalam jalan panjang yang membutuhkan kesabaran dan sering berdarah-darah adalah konsekuensi dari pilihan menjadi utusan,” ujarnya.

Pada sesi Mgr. Avin, menegaskan bahwa setiap orang dipanggil untuk menyatukan kemanusiaan dan melestarikan alam rumah sebagai ciptaan dan citra Allah. Dengan menjalin kerja sama lintas agama tetap membawa identitas kita tetapi tetap di bawah kepentingan kemanusiaan. Pertobatan ekologis diawali dari komunitas kita dari apa yang dialami dan dirasakan dengan perubahan iklim.

Mgr. Avin menjelaskan, pertobatan ekologi adalah meninggalkan habit lama menuju habitus baru. Habit lama,  seperti membuang sampah, mentalitas, paradigma lama. Konsep dan paradigma lama yang telah menguasai hidup kita telah menjadi karakter/DNA, kita tinggalkan.

“Kita perlu membangun  manusianya sehingga kesejahteraan akan tercapai,  mulai dari titik terendah yang paling miskin dan terpinggirkan menjadi  perhatian utana kita. Kita bergerak lewat Ajaran Sosial Gereja, cara gereja sebagai tanda kehadiran Allah.”

Laudato Si bergerak dari altar menuju ke pasar sehingga banyak orang akan terlibat dalam penyelamatan alam. Dari gereja ke masyarakat menemui yang terluka, yang miskin dan menderita menjadi prioritas yang utama merpakan semangat visioner kita. 

Sonny Keraf, mantan Menteri Lingkungan Hidup di era presiden Gusdur, menjelaskan tentang lingkungan dan hubungannya dengan Santo Fransiskus Asisi. Santo Fransiskus Asisi, ingin menyatukan seluruh ciptaan dengan menyelamatkan kehidupan manusia yang merupakan satu kesatuan dengan alam karena manusia  tergantung pada kehidupan alam.

Fransiskus sangat peduli akan kerusakan alam dan krisis iklim, yang disebabkan oleh ulah manusia baik individu maupun kelompok. Memang alam diciptan untuk memenuhi kebutuhan manusia tetapi harus digunakan secara seimbang dengan pemulihan keberadaan alam seperti semula. Kepunahan salah satu rantai makanan dalam ekosistem akan berpengaruh pada seluruh kehidupan. Pada akhir sesi, Sr. Vincentia HK mendaulat Sonny Keraf sebagai dewan pakar Gerakan Laudato Si Indonesia dan bersambut gayung.

Pertobatan ekologi akan tampak pada perubahan perilaku dan gaya hidup manusia untuk keluar dari krisis iklim dan ekologi, yaitu dengan menghemat air, listrik, mengurangi sampah dan mengonsumsi dengan bijak. Sedangan perilaku dan logika seperti “pakai dan buang” yang menghasilkan begitu banyak sampah, hanya karena keinginan tak teratur untuk mengonsumsi lebih banyak daripada yang dibutuhkan, bukan perilaku sebagi pertobatan ekologis.

Gerakan aksi nyata GLS tampak pada kunjungan Paus di GBK dengan membersihkan sampah dengan moto “datang bersih dan pulang bersih” yang menarik perhatian dan mendapat apresiasi dari masyarakat dan media dalam maupun luar negeri.dari sinilah LSi semakain dikenal dengan membawa wajah gereja katolik. (Sr. Charlie OP)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini