JAKARTA, Pena Katolik – Dalam setiap perayaan Ekaristi, nama uskup selalu disebutkan dalam Doa Syukur Agung (DSA), selain penyebutan nama Paus yang sedang bertakhta. Namun, di sebuah keuskupan yang terjadi kekosongan kepemimpinan, apakah nama “Administrator Diosesan” perlu disebutkan dalam doa syukur agung?
Mengacu pada artikel berjudul “Tanda Takhta Lowong” yang terbit dalam Majalah Hidup, 26 Februari 2017, dijelaskan bahwa nama administrator diosesan tidak perlu disebutkan dalam Doa Syukur Agung (DSA). “Jika Paus atau uskup belum terpilih, maka ketiadaan penyebutan nama mereka menandakan situasi kekosongan takhta itu.” Ini berarti bahwa penyebutan nama administrator diosesan dalam DSA yang kadang menjadi kebiasaan, sebenarnya tidak tepat.
Dalam artikel yang ditulis Romo C. H. Suryanugraha OSC ini dijelaskan bahwa Misa hanya mungkin dirayakan dalam kesatuan dengan uskup yang bertanggung jawab atas Gereja Partikular dan dengan Paus atau Uskup Roma yang memimpin Gereja Universal. Praktik penyebutan Paus dan uskup dalam DSA mulai disisipkan dalam Kanon Roma sejak awal abad IV. Selanjutnya, penambahan ini jadi bagian tetap DSA pada abad V. Gereja selalu dikaitkan dengan peran pemimpinnya, di luar Roma, di samping nama Paus sebagai pemimpin Gereja, uskup merupakan pemimpin Gereja setempat.
Ini berarti, bahwa “penyebutan Paus atau uskup dalam DSA mengingatkan kita pada prinsip eklesiologis, bahwa Gereja didirikan Kristus yang mengutus Para Rasul dan penggantinya untuk menjadi gembala Gereja-Nya sampai akhir zaman. Setiap Uskup mewakili Gerejanya sendiri, sedangkan semua Uskup bersama Paus mewakili seluruh Gereja dalam ikatan damai, cinta kasih, dan kesatuan (Lumen Gentium, 18; 23).”
Dalam DSA, uskup disebutkan menggunakan nama Kristennya dan bukan nama lengkap. Ini menyatakan kehadiran Gereja dalam diri Paus dan uskup, sebagai kesatuan dengan struktur hierarkis dan umatnya. Ketika sebuah keuskupan memiliki seorang uskup Koadjutor dan Uskup Pembantu nama mereka juga dapat disebutkan, tapi nama Uskup Emeritus tak disebutkan. Sementara untuk Administrator Apostolik namanya disebutkan, karena setara dengan uskup dan ditunjuk Paus.
Administrator diosesan yang dipilih Kolegium Konsultor Keuskupan di antara para imam, tak terhitung dalam pemahaman teologis dan yuridis DSA. Nama mereka tidak perlu disebutkan dalam DSA di sebuah keuskupan yang lowong. Dengan demikian, frase “uskup kami, …” dapat dilewati saja tanpa ganti. Dengan perubahan ini menjadi tanda bahwa takhta uskup sedang lowong di keuskupan itu. (AES)