Minggu, Desember 22, 2024
30.1 C
Jakarta

Imam Dominikan Pembawa Sukacita di Penjara

Lukisan yang menggambarkan saat Pastor Francisco Fernandez de Capillas OP disiksa. IST

Pena Katolik – Tahun 1642, Fujian adalah kota di pesisir tenggara Tiongkok yang sangat ramai. Di kota ini, masyarakat pendatang dari berbagai belahan dunia saling bertemu. Pada masa ini juga, kekatolikkan sudah mulai masuk ke wilayah Negeri Tirai Bambu.

Seperti pada hari, hari sebelumnya, Pastor Francisco Fernandez de Capillas OP berjalan dari biaranya yang sederhana menuju ke rumah sakit dengan berjalan kaki. Perjalanan ini telah menjadi rutinitas untuknya. Di rumah sakit yang merawat banyak orang-orang miskin itu, Pastor Capillas setiap hari menyapa pasien satu-persatu.

Dalam perjumpaan itu, Pastor Capillas  bercerita tentang Kitab Suci. Ia menyapa setiap pasien dengan kasih sayang, sambil pelan-pelan mengenalkan mereka dengan Yesus. Dengan penuh kasih dan perhatian, ia merangkul mereka, menghibur mereka, memberi mereka makan dan bahkan memperbaiki tempat tidur mereka.

“Jangan takut, Tuhan akan menyembuhkanmu,” ujar Pastor Capillas menguatkan setiap pasien yang ia jumpai.

Sampai akhir hayatnya, sedikit yang telah ditulis tentang Pastor Capillas. Namun di antara yang sedikit itu, Pastor Capillas dikenang sebagai pribadi yang penuh kasih sayang dan rendah hati. Setiap hari setelah doa pagi, Pastor Capillas pergi ke rumah sakit untuk melayani orang sakit.

Panggilan dari Muda

Capillas lahir di Palencia, Spanyol, pada tanggal 14 Agustus 1607. Semasa muda, ia bergabung dengan Ordo Dominikan di Valladolid. Selama studinya, Capillas mengungkapkan keinginannya untuk melihat kerajaan Tuhan bisa didirikan di pelosok dunia. Pada bulan Februari 1632, pada usia 24 tahun, ia berlayar ke Manila di Filipina. Baru setelah ia memulai pelayanannya di Filipina, ia ditahbiskan menjadi imam Katolik.

Pastor Capillas menilai, masa-masa di Filipina sebagai masa persiapan misi ke Tiongkok. Pada Kapitel Provinsi yang diselenggarakan oleh para saudara Ordo di Manila pada tahun 1641, ia diberi izin untuk pindah ke misi Ordo di sana Tiongkok. Setelah sembilan tahun di Filipina, Pastor Capillas dikirim ke Taiwan pada tahun 1641.

Pastor Capillas pindah ke ke Fujian bersama temannya, Pastor Francisco Díez OP. Mereka adalah salah satu misionaris Spanyol terakhir di Taiwan sebelum mereka diusir dari pulau itu oleh Belanda pada tahun yang sama.

Dari Taiwan, keduanya pindah ke Fujian Tiongkok pada tahun 1642. Saat itu, pelayanannya adalah untuk berkhotbah bagi umat beriman Tiongkok. Dalam tugasnya ini, Capillas juga bertanggung jawab mengatur urusan Misi Dominikan.

Kedua saudara tersebut tiba di Provinsi Fujian, di daratan Tiongkok, pada bulan Maret 1642, di mana mereka bergabung dengan seorang rekan Dominikan yang selamat dari masa penganiayaan sebelumnya.[7] Mereka kemudian melakukan evangelisasi di kalangan masyarakat Tionghoa di wilayah tersebut, khususnya di kota Fogan (Fu’an) dan Ting-Moyang Ten. Saking suksesnya mereka, mereka mampu mendirikan komunitas Ordo Ketiga Santo Dominikus. Pada tanggal 4 November 1644, terjadi perubahan nasib yang sangat besar bagi misi tersebut. Hari itu, temannya Francisco Diez meninggal karena sebab alamiah. Kemudian pada hari yang sama, bangsa Manchuria menyerbu kota Fuan, tempat para misionaris bermarkas, dalam penaklukan mereka atas Dinasti Ming. Dinasti baru ini memusuhi agama Kristen dan segera mulai menganiaya umat Kristen.[8]

Kerusuhan anti-Kristen pecah di Fujian pada tanggal 13 November 1647. Kerusuhan ini seketika mengubah wajah Fujian, dari kota yang penuh keramahan, menjadi kota yang setiap hari diisi dengan tindak kekerasan. Sejumlah masyarakat Tionghoa terluka parah.

Pada situasi inilah, Pastor Capillas segera membantu mereka. Orang Spanyol itu bergegas menyusuri jalan setapak, menjumpai setiap orang terluka dan memberi mereka pertolongan baik secara fisik maupun rohani dengan memberi mereka pendampingan spiritual.

Namun, perjuangan Pastor Capillas untuk menolong masyarakat yang dalam masa kesusahan sepertinya tidak diterima oleh semua orang. Ada pihak-pihak yang tidak suka. Mereka menilai, imam itu telah sedemikian jauh bertindak.

Pastor Capillas kemudian ditangkap oleh sekelompok tentara dan dijebloskan ke penjara pada tanggal 13 November 1647. Ia ditangkap ketika kembali dari Fogan, tempat dia pergi untuk memberikan sakramen kepada orang yang sakit. Di penjara, Pastor Capillas tidak berhenti untuk terus membawa sukacita dan kasih sayang. Meskipun lingkungannya mengerikan, Pastor Capillas berusaha memancarkan sukacita besar dari Tuhan.

Selama di penjara, Pastor Capillas menahan banyak hinaan, dia dibawa ke penjara terburuk, di mana dia menderita penyiksaan. Pergelangan kakinya remuk saat ia diseret. Ia juga dicambuk berulang kali, namun dia menahan penyiksaan tanpa tangisan kesakitan, sehingga hakim dan penyiksa terkejut.

Pada satu saat, ia dipindahkan. Saat itu kondisinya,, hampir sekarat, ke penjara di mana mereka mengurung para penjahat yang dijatuhi hukuman mati. Tingkah lakunya membangkitkan semangat, dan menimbulkan kekaguman dari orang-orang yang dijatuhi hukuman mati. Inspirasi rohaninya bahkan mempesona penjaga penjara sendiri, yang mengizinkan makanan dibawakan kepadanya.

Foto Head – St. Francisco Fernandez Capillas dan para kudus Dominikan. IST

Sukacita di Penjara

Dalam sebuat suratnya, Pastor Capillas menceritakan aktivitasnya di dalam penjara. Bersama tahanan lain, ia membentu persekutuan umat Allah. Ia mengajarkan tentang kebenaran Injil kepada nara pidana lain. Dari kumpulan kecil yang percaya itu, Pastor Capillas kemudian membentuk persekutuan. Gereja kecil itu berkembang dalam iman, dan terus melakukan aktivitas bersama untuk semakin memahami Sabda Tuhan.

“Saya di sini bersama tahanan lain dan kami telah mengembangkan persekutuan. Mereka bertanya kepada saya tentang Injil Tuhan. Saya tidak khawatir untuk keluar dari sini karena di sini saya tahu saya sedang melakukan kehendak Tuhan,” begitu bunyi salah satu bagian dari suratnya..

Tinggal di penjara, ada banyak batasan yang diberlakukan kepada Pastor Capillas. Ketika waktu berdoa, ia tidak diperkenankan untuk berdoa bersama teman-temannya pada malam hari. Sebagai gantinya, ia berdoa di tempat tidurnya. Kebiasaan ini ia lakukan setiap hari menjelang fajar. Ketika hari akan berganti pagi, ia menyempatkan berdoa di tempat tidurnya.

“Mereka tidak mengizinkan saya begadang di malam hari untuk shalat, jadi saya shalat di tempat tidur sebelum fajar,” kenang Pastor Capillas dalam suratnya.

Bagi banyak orang hidup dalam penjara adalah derita tiada henti. Ada begitu banyak tekanan bahkan siksaan diterima Pastor Capillas. Meski begitu, ia berusaha untuk menemukan kebahagiaan, terutama ketika ia melihat orang lain yang bersedih atau tertekan ketika hidup di dalam penjara. Di sinilah, Pastor Capillas berusaha untuk menghibur mereka. Ia menyapa tahanan lain satu demi satu, dan berusaha memberi mereka penghiburan.

Pastor Capillas dalam setiap derita ini, ia berpegang pada Yesus Kristus yang selalu ada untuk memberinya kekuatan. Derita Yesus di salib adalah inspirasi yang selalu menjadi kekuatan untuknya. Di sinilah, ia selalu dapat menemukan kebahagiaan, ketika sadar, bahwa ia melaluinya bersama Yesus.

“Saya tinggal di sini dengan penuh sukacita tanpa rasa khawatir, mengetahui bahwa saya ada di sini karena Yesus Kristus,” tulisnya dalam bagian lain suratnya.

Akhir Perjalanan

Selama di dalam penjara ini, Pastor Capillas mendapat beragam tuduhan dari pemerintah komunis yang berkuasa di Tiongkok. Ia dutuduh sebagai bagain dari kekuatan asing yang ingin menguasai Tiongkok.

Akhirnya, Pastor Capillas harus menerima kenyataan yang paling pahit. Peristiwa itu terjadi pada 16 Januari 1648, sebelum siang hari, ia diseret dari ruang tahanannya. Tidak banyak yang menyaksikan, namun hari itu adalah hari terakhir hidupnya. Ia dibunuh dengan cara dipenggal. Dua bulan kemudian, umat Kristen setempat menemukan jenazahnya.

Miris, setelah kematiannya ini, tahun 2000 otoritas Komunis Tiongkok masih saja memfitnah Pastor Capillas, meskipun dia telah meninggal lebih dari 350 tahun lalu. Namun, tidak ada sedikit pun bukti yang menunjukkan bahwa tuduhan jahat ini mempunyai dasar kebenaran. Sebaliknya, semua dokumentasi dan laporan pada saat itu menunjukkan bahwa dia adalah orang saleh yang memiliki hasrat terhadap Yesus Kristus. Dengan akhir semacam ini, Pastor Capillas mengakhiri hidupnya sebagai martir.

Pastor Capillas dibeatifikasi oleh Paus Pius X, pad 2 Mei 1909, bersama 14 orang awam Tiongkok yang juga meninggal sebagai martir. Ia dikanonisasi sebagai bagian dari kelompok 120 martir Tiongkok pada tanggal 1 Oktober 2000, oleh Paus Yohanes Paulus II. Martir-martir ini dikenang oleh Gereja setiap tanggal 9 Juli. Meski begitu, St.Francis Fernández de Capillas memiliki hari peringatannya sendiri yaitu setiap tanggal 15 Januari. (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini