ROMA, Pena Katolik – Kisah-kisah seputar kehidupan dan kematian St. Agnes beragam. Kita tahu tempat pemakamannya, perkiraan usianya, dan tempat dia menjadi martir. Namun, tidak banyak yang kita ketahui tentang kehidupannya, meskipun ada banyak cerita yang diwariskan sejak kemartirannya pada abad keempat.
Gereja Katolik Roma merayakan hari raya St. Agnes setiap tanggal 21 Januari, yang bertepatan dengan hari kematiannya. Saat itu, ia baru berusia sekitar 12 atau 13 tahun, ketika dia menjadi martir pada tahun 304 M. Dengan kata lain, ia telah dihormati oleh Gereja selama lebih dari 1.700 tahun.
Menolak Pernikahan
Suatu hari, Agnes kembali ke rumah. Pada saat itulah, Procopius, putra seorang prefek Romawi bernama Symphronius, jatuh cinta padanya dan melamarnya. Saat itu, Procopius membawakan banyak hadiah. Ia merayu Agnes dengan kekayaannya, kalau gadis ayu itu mau menikah dengannya. Tetapi apa yang terjadi, Agnes menolak. Agnes mengatakan, bahwa ia terikat pada pasangannya, yaitu Kristus.
Setelah mendapat dari anaknya, bahwa Agnes adalah seorang Kristen, maka Symphronius mengadilinya. Ia semakin murka karena lamaran anaknya ditolak. Symphronius mengadili Agnes dan menuduhnya sebagai pengkhiatan negara.
Agnes dipaksa untuk menanggalkan imannya, dan bersedia menikah dengan Procopius. Agnes tak bergeming, ia bersikeras menanggapi ancamannya, menolak untuk mengkhianati sumpahnya kepada Kristus.
“Hidupku adalah milik Dia yang telah memilihku terlebih dahulu,” ujar Agnes.
Symphronius pada awalnya menawari Agnes kesempatan untuk mempertahankan keperawanannya dengan menjadi pengikut Dewi Vesta, namun Agnes menolak. Saat itu, Symphronius malah mengirim Agnes ke rumah bordil. Di tempat itu, Symphronius memaksa Agnes untuk menanggalkan pakaiannya. Legenda mengatakan, Agnes memelihara rambutnya yang ketika tidak dikepang, rambut itu menutupi tubuhnya, saat dia diarak di jalan-jalan Kota Roma. Para penonton saat itu memalingkan muka, tidak tega melihat adegan yang diciptakan Symphronius sebagai hukuman kepada Agnes. Ketika Agnes sampai di rumah bordil, malaikat Tuhan mengelilinginya dengan cahaya terang, mengaburkannya dari pandangan orang-orang yang bermaksud memperkosanya.
Procopius berusaha mendekati Agnes, putra prefek itu mendekat dan menyebut yang lain pengecut. Seketika, Procopius meninggal karena perbuatannya itu. Symphronius menyalahkan Agnes atas kematian putranya.
Agnes membela diri ketika dituduh sebagai penyihir. Symphronius awalnya berjanji akan percaya, jika Agnes dapat meminta kepada malaikat untuk menghidupkan kembali putranya. Setelah Agnes bersujud di tanah sambil berdoa, putra Procopius hidup kembali. Dalam versi lain, Procopius menjadi buta, bukan mati. Symphronius pun menjadi percaya.
Namun, masalah tak berhenti di situ. Meskipun prefek Kota Roma itu akhirnya membebaskan Agnes, namun tidak dengan otoritas keagamaan Romawi. Mereka menjadi prihatin dengan perhatian masyarakat yang didapat Agnes. Akhirnya, mereka menjatuhkan hukuman mati padanya. Agnes dibuang ke dalam api di tempat umum.
Ajaib, api ituterbelah menjadi dua dan tidak menyentuhnya. Tiang yang mengikat tubuh Agnes pun tidak terbakar. Saat itulah, Agnes terus memuji Tuhan. Ketika melihat bahwa tidak ada cara lain untuk membinasahkan Agnes, ia kemudian dieksekusi dengan cara dipenggal.
Lahir pada Masa Penganiayaan
St Agnes lahir dari orang tua Kristen yang mulia pada tahun 291 M di Kekaisaran Romawi. Dia hidup pada masa penganiayaan Kristen di bawah pemerintahan Kaisar Diocletian. Pada tahun 302, kaisar memutuskan untuk menghapuskan agama Kristen. Ketika Agnes tumbuh dewasa, pada tahun 303, Diokletianus bersama rekan penguasanya Galerius menyerukan penghancuran gereja dan pembakaran buku. Para pendeta dan kaum awam dipenjarakan dan disiksa karena menolak menyembah kaisar.
Ada kisah-kisah tentang kehidupannya sejak akhir abad keempat dan awal abad kelima, termasuk kisah yang ditulis oleh penyair Romawi, Prudentius yang berjudul The Passion of Agnes. St. Ambrosius dan Paus Damusus juga menulis kisah kemartirannya. Meskipun ada sedikit perbedaan di seluruhnya, namun secara umum ceritanya mirip.
Seorang penulis anonim mempopulerkan kisahnya melalui biografi, Kehidupan St. Agnes dari Roma: Perawan dan Martir, yang ditulis dalam bahasa Prancis pada tahun 1800-an dan segera diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
Saat ini, tengkorak orang suci itu berada di kapel samping Gereja Sant’Agnese di Agone, Piazza Navona, Roma, Italia. Jenazahnya dimakamkan di tempat yang sekarang dikenal sebagai katakombe St. Agnes. Relikui tulang belulangnya masih disimpan di Gereja St. Agnes Di Luar Tembok, yang dibangun di atas katakombe tempat ia awalnya dimakamkan.
Nama St. Agnes berarti “suci” dalam bahasa Yunani dan “domba” dalam bahasa Latin. Kedua makna tersebut melambangkan kematiannya sebagai seorang perawan syahid, yang meninggal karena membela kesuciannya. Saat ia meninggal, ia menolak melepaskan keyakinannya.
Gereja menghormati St. Agnes sebagai santo pelindung anak perempuan, kesucian, perawan, dan korban pemerkosaan. Pada hari pestanya, dua ekor domba diberkati. Domba-domba tersebut kemudian dicukur, dan wolnya digunakan untuk membuat pallium, jubah liturgi yang dikenakan oleh uskup agung. (AES)