VATIKAN, Pena Katolik – Banyak fakta menarik dari Negara Vatikan, salah satunya dari cerita-cerita yang ada di balik temboknya. Siapa sangka, negara yang hanya seluas beberapa kali lapangan bola itu tetap saja tak mampu ditembus intelejen-intelejen Amerika Serikat.
Salah satu badan intelejen terkuat di dunia itu pernah mencoba meramal siapa yang akan menjadi Paus pada konklaf April 2005. Namun, ramalan mereka salah.
Dalam laporan Badan Intelejen Amerika Serikat meramalkan bahwa Kardinal Joseph Ratzinger tidak akan terpilih menjadi Paus. Dalam laporan yang bocor di Wikileaks, Badan Intelejen Amerika Serikat melaporkan bahwa kardinal asal Jerman itu akan memperoleh banyak suara, tapi tidak cukup untuk menjadikannya sebagai Paus.
Sebuah telegram tertanggal 19 April 2005 dikirim dari Roma ke Washington, yang ditandatangani oleh Bernt Hardt. Laporan itu mengatakan, bahwa para diplomat “terkejut” dan “terdiam” tentang pemilihan Kardinal Ratzinger
Menurut dokumen sensitif Departemen Luar Negeri yang diperoleh oleh La Stampa, sebuah surat kabar Italia, diplomat Amerika di Kedutaan Besar AS untuk Takhta Suci mendaftarkan enam belas papabile (kardinal yang diramalkan akan menjadi Paus) yang mengikuti konklaf pada tanggal 18 April 2005, hari dimulainya konklaf, setelah kematian Paus Yohanes Paulus II.
Sebelumnya, para diplomat telah menyusun dokumen untuk Menteri Luar Negeri Condoleeza Rice, dari data intelejen negara itu. Laporan ini dibuat hanya beberapa hari setelah Yohanes Paulus II meninggal. Dalam laporan kepada Rice, mereka telah menguraikan kemungkinan karakteristik pengganti Paus.
Dokumen tersebut, yang tergolong “sensitif”, menggambarkan Paus berikutnya sebagai seorang pria yang tidak terlalu tua, atau terlalu muda untuk menghindari pemakaman dan konklaf terlalu cepat. Laporna itu juga menyatakan para kardinal cenderung menghindari masa kepausan yang lama, seperti masa Paus Yohanes Paulus II.
Mereka percaya bahwa Paus masa depan perlu berbicara bahasa Italia untuk mengendalikan birokrasi Vatikan tetapi tidak harus orang Italia. Mereka mengira kandidat tersebut tidak mungkin berasal dari Eropa Timur pasca-Yohanes Paulus II, atau Amerika karena statusnya sebagai negara adikuasa terakhir yang tersisa.
Mereka menulis bahwa Paus masa depan perlu memiliki pengalaman pastoral untuk menunjukkan sisi manusiawinya dan menjadi komunikator yang baik dengan keterampilan media baru.
Beberapa Nama
Kardinal Godfried Danneels dari Belgia termasuk di antara mereka yang dianggap sebagai kandidat terbaik oleh para diplomat Amerika. Mereka mengatakan, Kardinal Danneels “tahu cara menggunakan komputer” dan mewakili kompromi terbaik antara doktrin Katolik dan liberalisme.
selanjutnya, Kardinal Dionigi Tettamanzi, Uskup Agung Milan juga dianggap sebagai pilihan yang mungkin karena hubungannya dengan kaum muda. Sementara itu, Kardinal Kolombia Dario Castrillon-Hoyos telah mengorganisir konferensi video dengan ribuan pendeta. Ia dianggap sebagai kandidat yang sempurna, bagi mereka yang menginginkan seorang Hispanik yang mengenal Kuria Roma.
Dalam berkas tersebut, sumber-sumber Amerika mengutip tugas singkat Kardinal Ratzinger dalam dinas militer di bulan-bulan terakhir Perang Dunia II. Laporan itu mengatakan bahwa, ia akan mendapatkan suara dalam pemungutan suara awal, tetapi tidak akan bisa mendapatkan dukungan untuk menjadi Paus.
Mereka meramalkan, Kardinal Ratzinger akan terus menjadi kardinal yang kuat dan penjaga ortodoksi teologis. Namun, nyatanya Kardinal Ratzinger terpilih dan memilih nama Benediktus XVI. Rupanya, bahkan badan intelijen AS yang canggih pun tidak mampu menembus dinding Kapel Sistina.
Demikianlah, bahkan ketangguhan intelejen Amerika Serikat saja tidak mampu menembus tembok Vatikan. Berkas-berkas tersebut dirilis sebagai bagian dari seperempat juta kabel kedutaan Amerika Serikat yang bocor yang dipublikasikan oleh situs web Wikileaks. (AES)