TURIN, Pena Katolik – Peneliti Italia telah menggunakan teknik sinar-X baru untuk menunjukkan bahwa Kain Kafan Turin berasal dari zaman Yesus Kristus.
Ilmuwan di Institut Kristalografi Dewan Riset Nasional (Consiglio Nazionale delle Ricerche, CNR) mempelajari delapan sampel kain kecil dari kain kafan tersebut. Kain Kafan Turin memiliki jejak seorang pria yang dibunuh dengan cara disalib. Penelitian terakhir ini menggunakan metode yang disebut hamburan sinar-X sudut lebar (WAXS).
Mereka dapat menua selulosa rami – rantai panjang molekul gula yang perlahan memburuk seiring waktu. Data ini menunjukkan bahwa kain kafan tersebut berusia 2.000 tahun. Para ilmuan menyimpulkan, bahwa kain kafan tersebut disimpan dalam kondisi yang mempertahankan suhu sekitar 22,5 derajat Celsius dan kelembaban relatif sekitar 55 persen selama 13 abad, dari sejak awal kain itu. Selanjutnya, Kain Kafan Turin dibawa ke Chambery, Prancis, pada tahun 1350-an. Data ini membawa kronologi kain kafan itu kembali ke zaman Kristus.
Jika kain itu disimpan dalam kondisi dengan suhu dan kelembapan relatif yang berbeda, penuaan selulosda rami dan penanggalan yang dihasilkan juga akan berbeda.
“Data sepenuhnya kompatibel dengan pengukuran analog yang diperoleh pada sampel linen yang penanggalannya, menurut catatan sejarah, adalah 55-74 M. Kain Kafan Turin ditemukan di Masada, Israel,” kata penelitian dalam jurnal Heritage.
Sampel-sampel itu juga dibandingkan dengan linen serupa dari abad ke-13 dan ke-14 tetapi tidak ada yang cocok.
Liberato De Caro, salah satu ilmuwan yang terlibat dalam penelitian itu, menolak uji tahun 1988, yang menyimpulkan bahwa kain kafan itu mungkin palsu dan berasal dari Abad Pertengahan.
“Jika prosedur pembersihan sampel tidak dilakukan secara menyeluruh, penanggalan karbon-14 tidak dapat diandalkan. Hal ini mungkin terjadi pada penelitian tahun 1988,” ujar de Caro.
Penelitian tersebut merupakan penelitian kedua yang diterbitkan tahun ini. Penelitian itu menentukan tanggal Kain Kafan Turin yang diyakini dari zaman Yesus. Penelitian ini menjadi yang keempat, dengan kesimpulan yang sama dalam waktu lebih dari satu dekade.
Kain dari Timur Tengah
Dalam penelitian lain yang diterbitkan awal tahun ini, uji isotop mengungkapkan bahwa rami yang digunakan untuk membuat kain linen ditanam di Timur Tengah.
Potongan-potongan kain yang diambil dari kain kafan tersebut menunjukkan bahwa rami tersebut berasal dari Levant bagian barat. Daerah ini merupakan hamparan tanah yang saat ini diduduki oleh Israel, Lebanon, dan bagian barat Yordania serta Suriah.
Arkeolog Amerika, William Meacham yang ditugaskan dalam penelitian tersebut, mengatakan bahwa setelah penelitian ini, semakin menegaskan keaslian Kain Kafan Turin.
“Kemungkinan bahwa kain ini sebenarnya adalah kain kafan pemakaman Yesus diperkuat oleh bukti baru ini. Menurut saya, itu tetap menjadi penjelasan terbaik untuk kain kafan tersebut.”
Meacham adalah anggota dewan direksi Asosiasi Pendidikan dan Penelitian Kain Kafan Turin (STERA), yang memperoleh izin untuk menguji lima dari tujuh benang yang dimiliki lembaga tersebut. Benang-benang tersebut berasal dari sampel Kain Kafan Turin yang diambil pada tahun 1973 untuk penelitian tekstil.
14 helai benang lain diberikan oleh keuskupan Agung Turin kepada fisikawan Ray Rogers, anggota tim ilmiah Amerika. Lembaga terakhir ini melakukan studi kain kafan tersebut pada tahun 1978. Sturi ini kemudian diteruskan ke STERA. Pengujian dilakukan di Laboratorium Isotop Stabil Universitas Hong Kong. Di kampus ini, penelitian dapat dilakukan dengan menguji sampel yang sangat kecil, bahkan kurang dari 1 mg.
Meacham mengatakan, asal Timur kain kafan tersebut penting karena memperkuat ciri-ciri lain yang mengarah ke arah itu.
“Yang paling menonjol adalah serbuk sari. Meskipun banyak identifikasi telah diabaikan, spesies tertentu jika digabungkan masih menunjukkan keberadaan Mediterania Timur. Demikian pula, mahkota duri [pada kain kafan] dalam gaya helm alih-alih lingkaran Romawi merupakan ciri khas Asia Kecil.”
Kain kafan tersebut telah disimpan di Turin, Italia, sejak tahun 1578. Kain ini muncul secara dramatis di panggung intelektual di Eropa pada tahun 1898. Awalnya foto-foto pertama kain kafan ini diterbitkan, yang menunjukkan gambar wajah yang tampak seperti manusia.
Kain kafan tersebut dipelajari pada pertengahan abad ke-20 oleh ahli bedah Prancis Pierre Barbet. Peneliti ini kemudian menulis buku tentang luka-luka akibat sengsara Kristus yang berjudul A Doctor at Calvary.
“Ini adalah konfirmasi yang mengesankan dari hipotesis yang dihasilkan oleh analisis 3D komputer pada tahun 1977.
Kontradiksi Penelitian
Pada tahun 1988, sebuah sampel diambil, dibagi menjadi beberapa bagian dan diberi tanggal oleh tiga laboratorium terkemuka pada tahun 1260-1390. Hasil penelitian ini menimbulkan keraguan besar atas keasliannya. Penelitian lebih lanjut tidak diizinkan oleh Keuskupan Agung Turin.
Namun, penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 dan 2015 pada sampel yang diambil tahun 1988 itu menemukan, bahwa kain linen tersebut kemungkinan berasal dari zaman Yesus.
Pada tahun 2017, sebuah tim dari Rumah Sakit Universitas Padua, Italia, yang dipimpin oleh Matteo Bevilacqua, melakukan studi forensik terhadap jejak tersebut. Penelitian ini menemukan bahwa jejak tersebut adalah jejak seseorang yang menderita dan meninggal dengan cara yang persis sama seperti Kristus, sebagaimana dicatat dalam Injil.
Dalam tulisannya di Open Journal of Trauma, tim ini berspekulasi bahwa penyebab kematiannya adalah serangan jantung. Penyebab kematian ini diperumit oleh pecahnya jantung dengan hemoperikardium pada subjek yang disalibkan dengan paku di tangan dan kaki.
Mereka juga melihat tanda-tanda stres emosional dan depresi yang parah; syok hipovolemik-traumatis yang parah, gagal napas akut pada tahap pertama akibat penyaliban dan kausalgia [nyeri kronis pada anggota tubuh. Peneliti juga menemukan trauma tumpul setelah terjatuh dengan kelumpuhan seluruh pleksus brakialis kanan [saraf bahu].
Ada juga dislokasi bahu kanan, kontusio paru dengan hemotoraks [cedera paru-paru], kontusio jantung [cedera jantung]; kemungkinan kelumpuhan proksimal ulnaris kiri dan dislokasi kaki kanan akibat peregangan selama penyaliban.
Penelitian ini menginspirasi sebuah makalah tahun 2022 oleh Pastor Patrick Pullicino, seorang imam di Southwark dan ahli saraf NHS. Ia mengatakan, bahwa cedera bahu tersebut menyebabkan pendarahan internal, yang sangat besar, yang mengakibatkan kolapsnya sistem peredaran darah pria yang disalibkan.
Pastor Pullicino memperkirakan tiga liter darah tumpah keluar dari rongga tempat darah terkumpul, tulisnya di Catholic Medical Quarterly. Kesimpulan-kesimpulan ini sesuai dengan gambaran KItab Suci, saat sisi tubuh Yesus ditusuk dengan tombak Romawi. Hal ini tercatat dalam Injil Yohanes.
Perkembangan terbaru ini menambah banyaknya bukti ilmiah, yang condong mendukung peristiwa yang sangat tidak ilmiah dan ajaib. Data-data dalam Kain Kafan Turin telah memicu perdebatan selama berabad-abad, demikian seperti diberitakan Catholic Herald. (AES)