JAKARTA, Pena Katolik – Kardinal Ignatius Suharyo mengatakan tiga alasan mengapa Indonesia menjadi salah satu tujuan perjalanan Paus. Pertama, ada kedekatan antara Vatikan dan Indonesia.
“Vatikan itu adalah salah satu dari beberapa negara yang pertama-tama mengakui kemerdekaan Indonesia,” tutur Uskup Agung Jakarta ini dalam pernyataan pers Kunjungan Paus Fransiskus di Kantor KWI, Jakarta Pusat, Rabu 28 Agustus 2024.
Kardinal Suharyo mengatakan tiga arti penting kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia. Pertama, kunjungan fisik Paus Fransiskus ini dapat dipahami sebagai kunjungan seorang “gembala kepada kawanan dombanya”. Kardinal Suharyo mengatakan, umat Katolik di Indonesia tentu sangat merindukan mendapat kunjungan dari pemimpinnya.
“Seperti anak mengharapkan kehadiran seorang bapak, demikian umat Katolik di Indonesia mengharapkan kehadiran pimpinannya,” ujar Kardinal Suharyo.
Indonesia menjadi memiliki hubungan khusus dengan Vatikan. Sejarah hubungan ini terjalin sejak masa-masa awal kemerdekaan. Kardinal Suharyo mengatakan, Vatikan menjadi salah satu negara yang paling awal mengakui kemerdekaan Indonesia.
Kunjungan Paus kali ini bukan kali pertama bagi paus Vatikan mengunjungi Indonesia. Ini merupakan kali ketiga bagi Paus Vatikan berkunjung ke Indonesia. Seorang Paus pertama kali mengunjungi Indonesia ketika St. Paulus VI berkunjung pada 3-4 Desember 1970. Setelah itu, 19 tahun kemudian, St. Yohanes Paulus II berkunjung ke Indonesia pada 9-14 Oktober 1989. Kunjungan Paus Fransiskus ini terjadi setelah penantian selama 35 tahun.
“Kedatangan Paus, rupa-rupanya ingin meneguhkan hubungan bai kantar kedua negara Indonesia dan Vatikan,” ujar Kardinal Suharyo.
Kedua, Paus Fransiskus juga ingin meneguhkan perkembangan Gereja Katolik di Indonesia. Hal ini dilandasi dengan tema kunjungan ini, faith, fraternity, confession yang nantinya akan mewarnai lawatan Paus di Indonesia.
“Jadi semboyan faith, fraternity, confession, itu bukan drop-dropan dari Vatikan. Ini adalah usul dari Konferensi Waligereja Indonesia. Ini bukan konsep yang dikarang di belakang meja, tetapi ini adalah cermin dari dinamika kehidupan Gereja Indonesia, berusaha bertumbuh di dalam iman, dan salah satu indikator dari iman adalah persaudaraan,” lanjut Kardinal Suharyo.
Ketiga, persaudaraan di antara komunitas agama di Indonesia adalah nilai yang patut terus dipelihara dan dikembangkan. Cita-cita bangsa Indonesia untuk hidup di dalam harmoni menjadi nilai yang ingin juga dilihat oleh Paus.
Kardinal Suharyo mengatakan, satu simbol dari persaudaraan ini adalah sejarah berdirinya Masjid Istiqlal yang posisinya berhadapan dengan Katedral Jakarta. Ketika awal dibangun, Soekarno memilih tempat di depan Katedral Jakarta supaya kedua tempat ibadah ini berdampingan.
“Ini dipilih dengan sadar, karena simbolik ini menandakan kehidupan harmoni,” ujar Kardinal Suharyo.
“Paus ingin menghargai, bangsa kita, dan komunitas lintas agama, menghargai dan mendorong supaya persaudaraan semacam ini dikembangkan,” ujar Kardinal Suharyo.
Vatikan ingin belajar banyak mengenai Islam di Indonesia. Ketika ada acara di Vatikan pemimpin Islam dari Indonesia diundang untuk berbicara.
“Hal ini karena Islam di Indonesia berbeda dengan Islam di Pakistan atau Timur Tengah. Paus selalu menyapa setiap agama setiap hari raya di agama-agama itu,” pungkas Kardinal Suharyo.