JAKARTA, Pena Katolik – Kolegium para Kardinal (Dewan Kardinal) pada tahun 2023 tak bisa dipungkiri jauh berbeda dengan Dewan Kardinal saat keterpilihan Paus Fransiskus tahun 2013. Dari 21 Kardinal yang baru dilantik minggu lalu, ada 18 pemilih baru yang berhak memilih dan dipilif dalam konklaf untuk menjadi Paus yang baru, ketika terjadi sede vacante pada kemepimpinan Geeja. Paus Fransiskus sepertinya terus melanjutkan upaya para pendahulunya dan menjadikan Kolegium Kardinal lebih internasional.
Hingga 5 Agustus 2024 ini, terdapat 236 kardinal, di mana 122 di antaranya adalah kardinal elektoral. Konsistori terbaru untuk pengangkatan kardinal diadakan pada tanggal 30 September 2023, ketika Paus Fransiskus mengangkat 21 kardinal, termasuk 18 kardinal elektoral. Komposisi 122 kardinal elektoral ini adalah sebagai berikut: 51 dari Eropa; 14 dari Amerika Latin; 21 dari Asia; 16 dari Afrika; 19 dari Amerika Utara; dan tiga dari Oseania.
Kelompok ini jauh melampaui batas yang ditetapkan yaitu 120 pemilih, namun persyaratan yang ditetapkan oleh Paus St. Paulus VI pada tahun 1970 telah dikesampingkan beberapa kali, termasuk oleh Paus St. Yohanes Paulus II pada tahun 2001 dan 2003, juga Paus Benediktus XVI pada tahun 2010 dan 2012. Sekarang, Paus Fransiskus melakukan hal yang sama dan bukan yang pertama kali. Namun, lima belas kardinal akan berusia 80 tahun pada tahun depan, sehingga batas tradisional itu akan tercapai secara alami seiring berjalannya waktu.
Paus Fransiskus telah mengangkat total 131 kardinal. Ia memanggil rata-rata satu konsistori per tahun, hanya pada 2021, karena pandemi COVID, tidak ada konsistori. Secara keseluruhan, ia telah menunjuk 98 kardinal pemilih saat ini di sembilan konsistori, yang berarti bahwa 72% dari seluruh pemilih saat ini telah ditunjuk olehnya. Sisanya diangkat oleh St. Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI. Sebagai perbandingan, Yohanes Paulus II mengangkat total 231 kardinal dalam sembilan konsistori saja.
Namun, jumlah kardinal pemilih hanya mencerminkan satu bagian dari kisah yang terjadi di Kolegium Kardinal ini selama beberapa dekade terakhir. Paus Fransiskus telah merangkul dan mempercepat proses internasionalisasi badan tersebut. Meskipun ia telah menunjuk 37 pemilih dari Eropa, ia telah mengurangi proporsi Kardinal dari Eropa dan menambah jumlah kardinal dari Asia, Amerika Latin, dan Afrika. Secara keseluruhan, ia telah menunjuk para kardinal dari 66 negara, termasuk beberapa negara yang baru pertama kali memiliki Kardinal: Sudan Selatan, Singapura, Malaysia, dan Mongolia.
Penurunan jumlah Kolegium Kardinal asal Eropa merupakan bagian dari proses berkelanjutan yang berlangsung selama lebih dari satu abad. Pada konklaf tahun 1903 yang memilih Paus St. Pius X, semua kecuali satu dari 62 kardinal yang ambil bagian berasal dari Eropa. Satu-satunya Kardinal non-Eropa adalah Kardinal James Gibbons dari Baltimore, dan lebih dari setengahnya berasal dari Italia.
Pada konklaf tahun 1958 yang memilih Paus St. Yohanes XXIII, Kolegium Kardinal secara radikal berbeda secara geografis, berkat upaya yang disengaja dari Paus Pius XII untuk menambah kardinal dari seluruh dunia. Dari 51 peserta pemungutan suara tersebut, 17 orang berasal dari Italia, 16 orang dari Eropa, dan 18 orang dari berbagai negara non-Eropa. Ada dua peserta asal Amerika, Kardinal James McIntyre dari Los Angeles dan Kardinal Francis Spellman dari New York, serta kardinal dari Argentina, Kuba, India, Kolombia, Tiongkok, Suriah, dan negara lain. Jumlah pemilih non-Eropa terus meningkat pada konklaf berikutnya pada tahun 1963, 1978, 2005 dan 2013.
Paus Fransiskus telah menunjuk beberapa kardinal dari keuskupan agung tradisional, seperti Kardinal Blase Cupich dari Chicago dan Jozef De Kesel dari Mechelen-Brussels pada tahun 2016, Celestino Aós Braco dari Santiago de Chile dan José Cobo Cano dari Keuskupan Agung yang baru diangkat, Madrid. Namun yang mencolok, ia sering mengabaikan tahta kardinal tradisional – keuskupan agung besar seperti Los Angeles, Paris, Milan dan Venesia – dan lebih memilih uskup dari keuskupan kecil atau bahkan uskup sufragan.
Pada bulan Agustus 2022, Paus Fransiskus mengangkat Uskup Robert McElroy dari San Diego, sebuah keuskupan sufragan di Los Angeles, menjadi kardinal, sebuah pernyataan yang jelas atas dukungan pribadinya terhadap prelatus.
Yang lebih luar biasa lagi adalah keputusan untuk menunjuk uskup auksilier dalam Kolegium Kardinal. Pada tahun 2017, misalnya, Kardinal Gregorio Rosa Chávez, yang saat itu menjabat sebagai uskup auksilier San Salvador, El Salvador, diangkat (dia berusia 80 tahun pada Oktober 2022). Demikian pula, dalam konklaf terakhir ini, Paus Fransiskus menunjuk seorang uskup auksilier dari Patriarkat Lisbon, Kardinal Américo Manuel Alves Aguiar. Kardinal Aguiar dikabarkan akan berangkat ke Roma untuk memimpin salah satu dikasteri Kuria atau bahkan untuk menggantikan Kardinal Manuel José Macário do Nascimento Clemente sebagai patriark Lisbon, dia malah dikirim ke Keuskupan Setúbal di Portugis yang sederhana, sebuah sufragan dari Keuskupan Agung Lisbon.
Kardinal baru oleh Paus Fransiskus dari wilayah dan keuskupan yang jauh, seringkali dengan populasi Katolik yang kecil menjadi langkah yang menunjuk keprihatinan Bapa Suci untuk menjangkau ‘pinggiran” Gereja. Mereka termasuk para kardinal dari Mongolia, Maroko, Swedia dan Laos, yang populasi Katoliknya tidak berjumlah jutaan melainkan hanya ribuan. Mongolia hanya memiliki umat Katolik sebanyak 1500 jiwa, jauh lebih sedikit dari jumlah umat rata-rata di sebuah keuskupan Banjarmasin di Indonesia.
Secara keseluruhan, Kolegium Kardinal pada tahun 2023 telah sangat internasional, beragam, dan tidak dapat diprediksi dibandingkan dengan Kolegium Kardinal yang memilih Paus Fransiskus sebagai Paus pada tahun 2013. Tentu saja, ada banyak kardinal progresif, namun sulit untuk membuat asumsi menyeluruh tentang kecenderungan ideologis atau teologis dari Kolegium Kardinal saat ini.
Seluruh Kardinal elektoral yang tersebar secara global akan membuat prediksi hasil konklaf di masa depan menjadi sulit, meskipun Paus Fransiskus tampaknya telah mengadopsi pendekatan avant-garde, yang eksperimental dan baru dalam menunjuk kardinal pemilihnya. (AES)