Kamis, November 21, 2024
32.3 C
Jakarta

Kisah Sepatu Hitam Paus Fransiskus, dan Namanya yang Berarti Kesederhanaan

VATIKAN, Pena Katolik – Pada 13 Maret 2013, Konklaf untuk memilih Paus telah memasuki hari kedua. Saat itu, situasi telah mulau “berbahaya”. Butuh 77 suara bagi seorang Kardinal untuk dapat terpilih menjadi Paus. Semua ingat, saat itu jumlah suara yang didapat Kardinal Jose Mario Bergoglio SJ sudah hampir mencapai jumlah itu.

Saat Paus Fransiskus mengenang peristiwa itu, ia mengatakan sahabat karibnya, Kardinal Claudio Hummes, yang merupakan Uskup Agung Emeritus Sao Paulo menjadi yang pertama menghiburnya.

“Kardinal Hummes memeluk saya, mencium saya dan berkata, ‘Jangan lupakan orang miskin.'”

Bisikan itu kemudian terus terngiang dalam pikiran Kardinal Bergoglio. Sampai, ia pun lalu teringat pada St. Fransiskus Asisi.

Nama itu semakin kuat terngiang, hingga ketika ia dinyatakan terpilih dan ditanya nama apa yang akan ia gunakan, ia memilih nama “Fransiskus”. Begitulah, kisah pemilihan nama “Fransiskus” menjadi nama untuk memanggil Kardinal Bergoglio, ketika ia telah resmi terpilih menjadi Paus, pemimpin seluruh umat Katolik di seluruh dunia.

“Bagi saya, saudara dina itu saudara perdamaian, dan saudara yang menunjukkan cinta yang besar pada ciptaan. Di mana saya juga mengingat, relasi manusia dengan alam ciptaan sedang tidak bagus-bagusnya, Seperti itulah, saya menginginkan Gereja menjadi “miskin” dan ada untuk orang miskin,” ujar Paus Fransiskus mengenang saat mengenang saat keterpilihannya.

Sepatu sederhana berwarna hitam yang dikenakan Paus Fransiskus. Alih-alih memakai sepatu merah seperti para Paus pendahulunya, Paus Fransiskus memilih sepatu hitam sederhana yang ia pesan dari tukang sepatu langgannanya, Carlos Samaria, tukang sepatu yang tinggal di Buenos Aires Argentina. IST

Dimulai dari Sepatu

Nama “kemiskinan” yang dipillih Paus Fransiskus nyatanya tak hanya sekadar nama. Ia langsung menunjukkan dalam pelbagai kisah hidupnya yang benar-benar menjadi teladan pribadi yang sederhanya. Kisah ini dimulai dengan cerita tentang sepatu.

Paus Fransiskus, yang dengan cepat dikenal karena gayanya yang sederhana, akan terus menggunakan sepatu hitam. Ia menolak memakai sepatu merah dengan bahan mewah dan berharga mahal yang biasa dipakai seorang Paus.

Beberapa saat setelah ia terpilih, Paus Fransiskus menelpon seorang tukang sepatu langganannya di Buenos Aires, Argentina. Selama 40 tahun, Carlos Samaria yang berusia 81 tahun, telah menyediakan sepatu untuk Kardinal Bergoglio.

“Halo Samaria, ini Bergoglio,” kata Paus Fransiskus mengawali percakapan telepon.

“Siapa ini?” jawab Samaria, tukang sepatu itu langganan Paus Fransiskus, yang sepertinya menjawab dengan heran.

“Samaria, ini Fransiskus, Paus!” jawab Bapa Suci.

Bapa Suci meminta dibuatkan sepatu, namun dengan pesan, bahwa sepatu itu harus hitam, dan bukan merah.

“Jangan sepatu merah, buat saja hitam seperti biasa.”

Samaria yang kemudian menyanggupi membuat sepatu itu mengatakan, sepatu untuk Paus Fransiskus sangat sederhana dan terbuat dari kulit hitam, dengan ujung yang halus dan tanpa hiasan.

“Jika Anda memegang salah satu sepatu Paus, rasanya seperti bakiak, tanpa hiasan apa pun tetapi dengan tali,” jelas si pembuat sepatu itu.

“Dia tidak menginginkan yang baru, saya akan memperbaiki sepatu lamanya,” kata Samaria saat itu.

Namun meski demikian, Samaria berencana membuatkan sepasang sepatu baru untuk Paus yang sederhana.

Paus Fransiskus tiba di Philadelphia Amerika Serikat dengan Fiat hitam. IST

Pilihan Mobil yang Sederhana

Setelah mendarat di Amerika Serikat (AS) 23 September 2015, Paus Fransiskus meninggalkan Pangkalan Udara Gabungan Andrews, bukan dengan limusin, tetapi dengan mobil Fiat mungil buatan Italia.

Begitu keluar dari pesawat yang diberi nama informal “Shepherd One”, ia menyapa Presiden Obama dan keluarganya, dan berjalan di karpet merah. Paus Fransiskus lalu masuk ke dalam Fiat 500 hitam sederhana, dan melambaikan tangan kepada orang banyak saat ia pergi. Paus melaju ke tempat ia akan tinggal di Washington D.C. di Nunsiatur Apostolik Takhta Suci untuk Amerika Serikat.

Bendera Vatikan menempel di bagian depan mobil itu dan dengan plat nomor “SCV 1,” inisial untuk Status Civitatis Vaticanae, yang dalam bahasa Latin berarti Negara Kota Vatikan. Paus Fransiskus melambaikan tangan dari Fiat 500 saat iring-iringan mobilnya berangkat dari Pangkalan Angkatan Udara Andrews.

Spesifikasi mobil Fiat itu sebenarnya tidak jelas, namun model dasar Fiat 500 “Lounge” memiliki mesin 1,4 liter dan dijual dasar mulai dari $18.700 (sekitar 250 juta rupiah).

Bisa dikatakan, Fiat ini adalah mobil kepausan sehari-hari Paus Fransiskus.

Nanti dulu, saat berada di Italia untuk kunjungan kepausan pertamanya pada tahun 2013, mobil Fiat yang ia pakai malah sebuh mobil bekas, bukan yang baur dibeli. Tak hanya di Italia dan AS, ia juga meninggalkan bandara dengan Fiat saat mengunjungi Brasil pada tahun 2013.

Paus Fransiskus sebenarnya bisa memilih moil yang lebih bagus, sebab tak lama setelah terpilih, ia bahkan mendapat beberapa kendaraan mewah. Salah satunya ia pernah mendapat hadiah sebuah mobil Lamborgini Huracan yang kalau di Indonesia bisa berharga 10 milyar. Lamborgini itu lalu dilelang dan hasilnya disumbangkan untuk orang-orang miskin.

Namun, pilihan mobil sekali lagi adalah caranya untuk menjadi pewarta. Ada kesederhanaan yang ingin dia ajarkan. Sesuatu yang kadang gagal ditangkap oleh orang banyak.

Paus Fransiskus menjadikan kesederhanaan sebagai “gaya hidup”. Setiap kesehariannya ia tak ingin merepotkan banyak orang. Ia lebih suka sesuatu yang sederhana.

Pilihan Tempat Tinggal

Sehari setelah pemilihannya, Paus Fransiskus, dalam tindakan pertamanya sebagai Paus, mengunjungi Basilika Santa Maria Maggiore, di mana dia berhenti sejenak untuk berdoa di makam Paus St Pius V. Paus Yesuit bernama Fransiskus itu berdoa di sana di depan orang suci Dominikan itu.

Tetapi, kunjungan itu masih memiliki simbol yang bahkan lebih dalam. Paus Pius V adalah seorang pembaru Kuria Roma yang terkenal. Ia terkenal karena berjalan di istana yang dingin, lantai marmer tanpa alas kaki . Karena kasih sayang dan perhatiannya yang khusus kepada orang miskin di Roma. St Pius V bahkan mendahului festival adat yang diadakan untuk paus baru yang terpilih dan sebagai gantinya memberikan uang kepada orang miskin. St Pius V juga secara pribadi mencuci kaki dan merawat yang sakit.

Dari gambaran di hari pertama kepausan ini terlihat jelas perjalanan kepausan Fransiskus selanjutnya. Ia adalah pembaru untuk Gereja. Lihat saja selama 10 tahun ini, ia praktis membongkar semua yang ada. Mulai dari persoalan keuangan Vatikan hingga sekandal seksual yang sudah lama menjadi nanah dalam Gereja.

Sejak terpilih menjadi Paus, Fransiskus memilih tidak tinggal di Apartemen Kepausan. Ia memilih kamar nomer 201 di Domus Santa Marta, sebuah penginapan milik Vatikan, sebagai tempat tinggalnya. Padahal, bagi seorang Paus tersedia Apartemen Kepausan yang lebih bagus. Namun it memilih tinggal di wisma yang biasa digunakan para cardinal apabila sedang berkunjung ke Roma.

Domus Santa Marta adalah sebuah bangunan yang terletak sekitar 300 meter di sebelah Selatan Basilika Santo Petrus di Kota Vatikan. Nama Santa Marta yang dipilih, mengacu pada Marta saudari Maria ibu Yesus. Keramahan Santa Marta saudari Lazarus dari Betania seperti dalam Kitab Suci, menjadi semangat utama pemilihan nama ini.

Keputusan Paus Fransiskus Ketika akan tinggal di Domus Santa Marta diumumkan pertama kali oleh Pastor Federico Lombardi, direktur Kantor Berita Tahta Suci. Menurut Pastor Lombardi, keputusan ini justru memungkinkan Paus untuk tinggal dalam kebersamaan dengan orang lain.

“Dia bereksperimen dengan cara hidup yang sederhana ini,” kata Pastor Lombardi.

Apa yang disampaikan Pastor Lombardi rasanya mirip dengan apa yang ada dalam hari Paus Fransiskus sendiri, ia tidak bisa hidup sendiri. Bagi Paus, Apartemen Kepausan terlihat sangat besar, ia menginginkan sebuah rumah yang memungkinkannya bertemu dengan banyak orang.

“Tempat tinggal di Istana Apostolik sangat besar dan dibuat dengan selera yang bagus. Sangat besar, tapi pintu masuknya sempit. Hanya satu orang bisa tinggal di sana dan saya tidak bisa hidup sendiri, saya harus menjalani hidupku dengan orang lain,” begitu kata Paus ketika itu. Benar saja, Domus Santa Marta sepertinya lebih menampakkan kesederhanaan selaras dengan semangat pastoral Paus dari Argentina ini. Bangunan berlantai lima ini memiliki 128 kamar. Tempat ini secara teratur dihuni oleh beberapa imam dan Uskup yang bekerja di Vatikan. Kebersamaan bersama orang-orang ini akhirnya menjadi warna lain dalam masa Paus Fransiskus. Kesederhanaan boleh jadi akhirnya menjadi teladan yang disampaikan tidak saja lewat perkataan namun langsung dengan tindakan. (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini