ALKISAH, Kardinal Jean de Bill heres membayangkan apa yang dapat ia letakkan pada kuburannya, sehingga dengan itu, orang masih mengingat dirinya meski dia telah tiada. Ia merasa, bahwa selama ini, seluruh hidupnya sudah diserahkan untuk melayani Gereja, tak ada salahnya, kalau ia juga meletakkan sebuah kenangan di atas pusaranya.
Dengan itu, mungkin orang masih akan mengenang jasanya. Untuk tujuan itu, pikiran kardinal asal Perancis ini tertuju pada Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni. Pada tahun 1498, Kardinal Billheres meminta pematung Italia itu untuk membuat untuknya sebuah patung yang akan ia letakkan di kuburannya.
Kardinal Billheres juga memilih adegan saat Maria memangku jenazah Yesus, sejenak setelah Ia diturunkan dari salib, untuk menjadi adegan yang akan ditampilkan dalam patung itu. Sebongkah batu marmer dari Carrara lalu dipilih Michaelangelo untuk menerjemahkan keinginan itu menjadi sebuah patung.
Impian Kardinal Billheres pun terwujud, saat ia meninggal pada 6 Agustus 1499, ia dimakamkan di Kapel St Petronilla yang masih satu kompleks dengan Basilika St Petrus, Roma. Di atas pusaranya, diletakkan “Pieta”, patung Maria memangku Jenazah Yesus, yang sebelumnya ia pesan dari Michaelangelo.
Pieta itu tetap berada di sana sampai 200 tahun kemudian. Pieta itu lalu dipindahkan ke kapel pertama di sebelah kanan setelah pintu masuk Basilika.
Inspirasi iman
Sejak selesai dibuat pada tahun 1499, Pietà telah menginspirasi emosi dan iman. Melalui penggambaran anggun dari Bunda Maria dan Yesus Kristus, setiap orang diantar untuk merenungkan makna terdalam dari iman Kristiani. Cinta kasih total Yesus sampai wafat di salib dan kesetiaan Maria yang terus menyertai putranya sampai akhir.
Kini Pieta tak hanya milik Kardinal Billheres. Buah karya Michaelangelo ini menjadi kekayaan Gereja yang tak ternilai harganya. Saat Kardinal Billheres memerintahkan Michaelangelo untuk memulai proyek Pietà, adalah untuk menciptakan karya marmer yang paling indah di Roma. Dimana tak ada seorang seniman pun yang mampu menyaingi.
Sementara pematung lain mungkin menolak permintaan semacam ini, Michelangelo yakin dia bisa menyelesaikan tugas seperti itu. “Saya sanggup mengerjakannya yang mulia, saya akan membuat patung seperti yang engkau inginkan itu,” begitu janji Michaelangelo pada Kardinal Billheres.
Sampai setelah 500 tahun kemudian, Pietà dianggap sebagai karya terbesar Michaelangelo. Ada yang berpendapat, karya ini bahkan mengalahkan Patung Daud dan lukisan di langitlangit Kapel Sistina. Hanya sedikit orang yang percaya bahwa Michaelangelo akan mampu menyelesaikan tugas yang sulit ini.
Tapi, hasilnya luar biasa dan melebihi semua harapan. Tak ada yang menyangka, pematung muda itu benar-benar membuat karya yang brilian. Pieta dari bahasa Italia yang berarti ‘belas kasih, kesedihan, kasihan, simpati’. Dari semula sebuah proyek senilai 450 ducat, kini menjadi karya yang membantu banyak orang untuk meresapi nilai rohani dari peristiwa sengsara Yesus.
Pematung Tak Terduga
Michaelangelo baru berusia 24 tahun saat ia menyelesaikan Pietà. Dari usianya, ia hanya seorang pematung yang belum memiliki nama ketika itu. Ia lahir lahir pada 6 Maret 1475 di Caprese dekat Arezzo, Tuscany. Pada usia 6 tahun, Michelangelo dikirim ke sekolah tata bahasa Florence. Namun, di sini ia tidak mau belajar, ia lebih suka menonton para pelukis di gereja-gereja terdekat.
Pada saat-saat tertentu, ia lalu menggambar apa yang dilihatnya di sana. Sang ayah, Ludovico di Leonardo Buonarroti Simoni akhirnya menyadari bahwa Michaelangelo tidak tertarik pada bisnis keuangan keluarga. Ludovico lalu mengirim anaknya untuk belajar kepada pelukis Ghirlandaio.
Saat usianya 13, Michaelangelo menjadi pekerja magang dan mulai belajar teknik Fresco dan perancangan. “Baiklah kalau begitu, kamu pergi saja belajar bersama seorang seniman,” kata Ludovico suatu kali. Michelangelo hanya menghabiskan satu tahun di bengkel itu dan pindah ke istana penguasa Florence.
Di keluarga Medici yang kuat, ia lalu belajar patung klasik di kebun Medici. Gurunya adalah pematung terkenal Bertoldo di Giovanni. Di tempat inilah, Michaelangelo mengenal karya-karya hebat dari seniman besar Italia. Bertoldo mengenalkan Michaelangelo kepada namanama seperti Giotto di Bondone, Tommaso Masaccio, Donato di Niccolò di Betto Bardi.
Karya kuno Yunani dan Roma juga menjadi “santapannya” sehari-hari. Selain itu, Michaelangelo juga bertemu banyak seniman, filsuf, penulis, dan pemikir pada zaman itu seperti Angelo Poliziano, Marsilio Ficino dan Pico della Mirandola.
Di studio milik keluarga Medici ini, Michelangelo mampu menyelesaikan dua karya pertamanya sebagai pematung, relief marmer, Madonna della Scala ‘Maria Duduk di Tangga’ dan Battaglia dei centauri ‘Pertempuran Battaglia’. Kedua karya yang luar biasa kompleks untuk seorang remaja.
Setelah kematian Lorenzo de Medici, penguasa Florence, Michelangelo beberapa saat pulang dan tinggal di rumah ayahnya. Saat itu terjadi pergolakan politik di Florence. Selama itu, ia tetap mempertahankan hubungannya dengan keluarga Medici. Ia bahkan mengikuti mereka ke Venesia dan juga ke Bologna. Michelangelo dikenal sebagai seniman zaman Renaissance yang sangat detail dalam menggambarkan tubuh manusia.
Sepertinya, ia mendalami benar ilmu anatomi. Untuk semakin memperdalam kemampuan ini, ia bahkan memperoleh izin khusus dari Gereja Katolik untuk mempelajari mayat manusia. Dari orang yang telah meninggal ini, ia belajar anatomi. Namun karena sering terpapar mayat ini, belakangan memperburuk kondisi kesehatannya.
Tak Pernah Puas
Setelah menyelesaikan Pietà, praktis Michaelangelo mulai diperhitungkan sebagai salah satu seniman hebat pada masa itu. Michelangelo lalu menerima banyak permintaan untuk membuat karya patung dan lukisan selama di Florence, banyak di antaranya yang belum selesai ketika, pada tahun 1505, ia dipanggil kembali ke Roma untuk bekerja di Makam untuk Paus Julius II.
Michaelangelo sebenarnya merencanakan hanya akan bekerja selama lima tahun di makam itu, namun ia butuh waktu lebih lama. Untuk merampungkan sekitar 40 patung dan membangun makam Paus, Michelangelo bekerja di makam itu selama 40 tahun, namun selama itu ia masih belum puas dengan karyanya. Pada masa ini, untungnya Michaelangelo berhasil menyelesaikan beberapa karyanya. Sebuah patung Nabi Musa ia selesaikan pada 1516.
Michelangelo harus berbaring atau telentang untuk menyelesaikan pekerjaan hebat ini. Adegan yang digambarkan berasal dari Kitab Kejadian. Di salah satu bagiannya, Michaelangelo menggambar tangan Allah yang terentang dengan jarinya menyentuh ujung tangan Adam.
Bagian ini menjadi paling dikenal dan banyak ditiru pelukis lain di masa itu. Michelangelo adalah pribadi yang taat beragama. Ia menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan tentang kematian. Sesuatu yang membuatnya lebih dekat dengan imannya.
Kehidupan rohaninya juga terlihat dari banyak puisi yang ditulisnya. Michelangelo, bagian dari tubuh karya seniman yang banyak orang mungkin tahu sedikit.
Nilai Rohani
Jejak Michaelangelo tak hanya terlihat dari karya-karyanya. Nilai rohani dari karyanya menjadi karya yang lebih tak ternilai. Selama 500 tahun sudah tak terhitung berapa juta manusia yang berdoa di hadapan Pietà. Juga tak terhitung ada berapa ribu patung tiruan yang dibuat dengan menjiplak karya ini.
Lukisan di Kapel Sistina juga menjadi kisah rohani lain. Lukisannya telah menjadi saksi terpilihnya seorang Paus dari sejak ratusan tahun silam. Teolog Inggris dan Uskup St David, Wales, Mgr George Bull menyingkap kedalaman spiritualitas Michelangelo.
Menurutnya, sang pelukis memiliki hasrat mendalam akan keindahan namun tak ingin membiarkan dirinya terlepas dari pandangan Kristen tentang dunia. Giorgio Vasari, penulis biografi pertama dari Michelangelo, melihat keindahan dan kekuatan yang luar biasa dari karya seni agamis Michelangelo.
Dalam bukunya Lives of the Artists (diterbitkan tahun 1568), Vasari menggambarkan karya Pietá sebagai “wahyu” dari semua karya patung. Ini merupakan keajaiban, bahwa batu tanpa bentuk dapat direduksi menjadi kesempurnaan yang alami yang hampir tidak bisa diciptakan dalam “daging”.
Dalam lukisan penghakiman terakhir karya Michelangelo, Vasari mengatakan bahwa Michaelangelo ingin menunjukkan “Dunia Penghakiman” yang sebenarnya. Lukisan ini menggambarkan kebangkitan sejati yang nyata diilhami oleh Tuhan dan memungkinkan umat manusia untuk melihat gambaran tentang penghakiman itu.
Tak hanya berhenti di situ, Vascari melanjutkan dengan mengomentari kubah di Basilika St Petrus karya Michaelangelo yang menurutnya juga penuh dengan nilai rohani. Spiritualitas Michelangelo berakar pada Kekatolikan yang dihayati keluarganya selain juga dipengaruhi oleh budaya.
Sama seperti ketika seorang bayi mengisap susu ibunya, palu dan pahat yang digunakan dengan pengaruh iman Kristen yang dihidupinya. Sewaktu kecil ia akan menghadiri Misa di Gereja Santa Croce. Sepanjang hidupnya, surat-surat Michelangelo dengan mudah memanggil nama Tuhan.
Boleh jadi karena kehidupan spiritualnya ini, Michaelangelo tetap memiliki kehidupan yang sederhana dan saleh. Di suatu malam saat menyelesaikan Pietà, ia diam-diam mengukir nama dan tanda tangannya di dekat siko Maria.
Namun, setelahnya ia menyesali kesombongan atas tindakan ini. Alhasil, hanya di Pietà inilah tercetak tanda tangannya, Michaelangelo tak pernah lagi memahatkan namanya di karya-karyanya yang lain. Antonius E. Sugiyanto