JAKARTA, Pena Katolik-Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan akan ada perubahan dalam aturan pendirian rumah ibadah. Dalam perubahan ini, perizinan pendirian rumah ibadah cukup ditujukan kepada Kementerian Agama dan tidak perlu lagi ke Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).
“Ada dua rekomendasi (dalam aturan lama) yang harus dipenuhi, tentu ini mempersulit bagi Bapak-Ibu sekalian ya, terutama ketika di situ ada muslim yang banyak dan mayoritas,” kata Yaqut dalam Dialog Kebangsaan dan Rapat Kerja Nasional Gerakan Kristiani Indonesia Raya (Gekira) di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu 3 Agustus 2024.
Perubahan aturan ini menurut Yaqut, telah disepakati bersama Menko Polhukam Hadi Tjahjanto. Dalam aturan yang lama, perizinan pendirian rumah ibadah memerlukan rekomendasi dari Kemenag dan FKUB. Namun, kata Yaqut, dalam aturan terbaru, rekomendasi dari FKUB akan dihapuskan.
“Untuk menunjukkan kehadirannya, pemerintab memutuskan bahwa rekomendasi pendirian rumah ibadah cukup dengan Kementerian Agama saja, FKUB dicoret,” sambungnya.
Yaqut menilai hambatan pendirian rumah ibadah ada pada rekomendasi FKUB. Karena itu, kata dia, saat ini rekomendasi hanya ditujukan kepada Kemenag.
Yaqut menyatakan, pendirian rumah ibadah harus dipermudah.
“Kemarin Pak Menko Polhukam sudah bersepakat dengan kami dan Pak Mendagri untuk ini dijadikan perpres. Jadi sebentar lagi, mudah-mudahan pendirian rumah ibadah ini tidak akan sulit lagi,” jelasnya.
Terkait hal ini, Romo Agustinus Heri Wibowo (Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI) mengingatkan agar keputusan ini memperkuat kebebasan bukan malah membayasi. Untuk itu, ia mengingatkan pasal-pasal terkait syarat pendirian rumah ibadah sehingga memastikan kebebasan beragama dan beribadah.
“Mestinya, semakin menguatkan kebebasan beragama dan beribadah, termasuk tempat ibadah yang menjadi bagiannya,” kata Romo Heri, 4 Juli 2024.
Romo Heri mengingatkan, kemungkinan pasal-pasal dalam peraturan tersebut dapat menjadi hambatan dalam kebebasan beragama dan beribadah.
“Jangan sampai pasal-pasal tersebut justru menjadi jalan untuk membatasi kebebasan beragama dan beribadah, termasuk kebutuhan tempat ibadah di dalamnya,” tegasnya.
Romo Hari masih menunggu apakah penghapusan syarat rekomendasi FKUB akan benar-benar memudahkan proses pendirian rumah ibadah. Hal ini menurutnya sangat bergantung pada sikap kepala daerah, dalam hal ini pejabat pemerintah daerah tetap memiliki wewenang untuk menerbitkan perizinan tersebut.
“Dengan demikian, kepala daerah diharapkan betul-betul menjalankan tugasnya untuk memberi pelayanan yang baik dan setara tanpa diskriminasi untuk semua umat beragama dapat menjalankan ibadah dengan baik dan aman, termasuk di dalamnya dengan mempunyai tempat ibadah,” harapnya. (AES)