SAAT kunjungannya ke Indonesia pada 9 sampai dengan 14 Oktober 1989, Paus Yohanes Paulus II (YPII) mendapat hadiah sebuah lukisan dirinya. Dalam lukisan itu, YPII digambarkan sedang menggendong anak kecil. Presiden Suharto sendiri yang memberikan lukisan itu kepada YPII di Istana Merdeka.
Lukisan gambar diri YPII itu adalah karya Maestro lukis Indonesia, Basuki Abdullah. Selama hidupnya, Basoeki dikenal sebagai pelukis yang terkenal dengan gaya lukis realis. Ia sering memilih manusia sebagai objek lukisannya.
Nama lengkapnya adalah Fransiskus Xaverius Basoeki Abdullah. Nama baptis ini didapat basuki tidak sejakl lahir. Nama ini ia peroleh saat ia akhirnya memilih menjadi Katolik. Di masa akhir hidupnya, Basuki tinggal di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan dan menjadi umat di Paroki St Stefanus Cilandak. Presiden Suharto saat mempersembahkan Lukisan karya Basoeki Abdullah kepada Paus Yohanes Paulus II. Lukisan ini sempat mendapat pujian dari Paus Yohanes Paulus II.
Suatu kali, Basoeki terserang sakit tifus, sakit itu tak kunjung sembuh. Segala macam pengobatan sudah diusahakan, namun ia tak kunjung sembuh. Mungkin karena iseng, Basoeki lalu melukis sosok Pria Berjanggut yang dalam pikirannya, ia sedang melukis sosok Yesus.
Apa yang terjadi, setelah ia melukis Yesus, Basoeki langsung sembuh dari sakitnya. Dari pengalaman inilah, Basoeki pelan-pelan tertarik mengenal kekatolikkan. Basoeki belajar tentang kekatolikkan di salah satu paroki di Surakatta. Tak berselang lama, saat usianya 18 tahun, Basoeki yang tadinya lahir dari keluarga Islam dibaptis menjadi Katolik.
Basoeki lahir pada 27 Januari 1915. Ayahnya bernama Abdullah Suryosubroto dan ibunya Raden Ayu Sukarsih. Ia masih keturunan keluarga bangsawan Kasultanan Surakarta. Kakeknya adalah salah seorang tokoh Pergerakan Kebangkitan Nasional Indonesia pada awal tahun 1900-an, Doktor Wahidin Sudirohusodo.
Basoeki sudah belajar melukis sejak usia empat tahun. Bakat melukis ini nampaknya berasal dari ayahnya yang seorang pelukis dan penari. Sedangkan ibunya juga merupakan seorang pengusaha batik. Sejak kecil juga, ia sudah mulai tertarik beberapa tokoh terkenal diantaranya Mahatma Gandhi, Rabindranath Tagore, Yesus Kristus dan Krishnamurti.
Lulus dari HIS Katolik dan Mulo Katolik di Solo, Basoeki kemudian mendapat bantuan beasiswa untuk belajar seni lukis di Academie Voor Beeldende Kunsten di Den Haag, Belanda tahun 1933. Beasiswa ini berkat peran Romo Koch SJ, yang saat itu bertugas di Solo. Di belanda, Basoeki menghabiskan tiga tahun untuk mempelajari seni lukis realis hinga meraih penghargaan Sertifikat Royal International of Art (RIA).
Basoeki sendiri sering mencantumkan nama baptisnya pada karyanya. Di Museum Basoeki Abdullah, saat ini masih tersimpan setidaknya dua koleksi lukisan yang ditandatangani dengan inisial FX (Fransiskus Xaverius).
Basoeki sepulangnya dari belanda langsung cepat melejit menjadi salah satu maestro Indonesia. Lukisannya menjadi langganan Presiden Soekarno. Sang presiden yang dikenal memiliki ketertarikan pada lukisan perempuan Indonesia ini menjadi pengoleksi hasil karya lukis Basoeki. Salah satunya adalah lukisan berjudul “Lady With Kebaya” yang menjadikan Kartini Manoppo sebagai modelnya. Kartini adalah seorang model dan pramugari Garuda Indonesia yang belakangan menjadi istri Presiden pertama Indonesia itu.
Hidup Sang Maestro
Dalam perjalanan hidupnya, Basoeki menikah empat kali, istri pertamanya bernama Josephin, seorang gadis Belanda. Keduanya menikah di Gereja Katolik Den Haag Belanda pada tahun 1937. Dari hasil pernikahannya dengan Josephin, Basoeki Abdullah dikarunia seorang anak perempuan bernama Saraswati (1938). Sayang akhirnya berpisah.
Tahun 1944, Basoeki menikah lagi dengan Maya Michel. Penyanyi seriosa mezzosoprano ini dinikahi Basoeki karena keduanya sama-sama seniman dan seniwati. Perkawinan inipun berakhir pada tahun 1956. Pada tahun 1958, Basoeki Abdullah menikah dengan wanita Thailand, Somwang Noi, tetapi hanya berlangsung lama sekitar dua tahun.
Wanita yang akhirnya mendampingi Basoeki sampai akhir hidupnya adalah Nataya Nareraat yang dinikahinya pada tanggal 25 Oktober 1963 dan dari wanita ini, Basoeki dikaruniai seorang putri bernama Cicilia Shidawati.
Korban Rampok
Dengan ketenarannya, Basoeki menjadi seorang pelukis “bernilai jutaan”. Hasil karyanya selalu dihargai mahal oleh kolektor yang “naksir”. Salah satu lukisannya yang bnerjudul “Patai Flores” bahkan bernilai 1,5 milyar.
Tak mengherankan, dengan ini, Basoeki menjadi pelukis yang bergelimang harta. Ia dikenal memiliki koleksi jam tangan mewah.
Pada hari jum’at, tanggal 5 Nopember 1993, seorang perampok yang sebenarnya tukang kebunnya sendiri berusaha mengambil koleksi jam tangan milik Basoeki. Saat itu, sang maestro memergoki sendiri perampok itu sedang berusaha mengambil barang miliknya. Basoeki pun berteriak, namun, alih-alih lari dan jera, perampok itu justru memukul Basoeki dan akhirnya membunuhnya.
Keesokan harinya, Basoeki ditemukan oleh pembantunya yang lain dalam posisi tertelungkup. Basoeki masih memegang kacamata, sedangkan wajah dan kepalanya berdarah.
Hari itu, akhirnya menjadi hari terakhir Basoeki. Ia meninggal di usia 78 tahun. Basoeki dimakamkan didesa Mlati, Sleman Yogyakarta, bersanding dengan makam dr. Wahidin Sudirohusodo, kakeknya.
Sekarang, rumah tempat tinggal Basokidiubah menjadi Museum Basoeki Abdullah, tepatnya di Jalan Keuangan Raya 19, Jakarta Selatan. Di salah satu ruangan museum ini, yang dulu menjadi kamar tidur Basoeki, saat ini di dalamnya ada Alkitab, buku-buku Katolik, Salib dan ada dua repro mozaik Yesus.
Antonius E. Sugiyanto