PONTIANAK, Pena Katolik | Kamis, 25 Juli 2024 – Apa ide rubrik inspirasi hari ini Pak Ketua? Tanya saya dengan Andi, 09.45 pagi ini.
“Jika saya lihat, rubrik inspirasi selama ini yang paling baik adalah dimana kita berada, dan reflektif apa yang bisa kita ambil dari lingkungan itu,” kata Andi (25/07).
Sekitar 10 detik, seketika saya punya ide untuk membahas cerita “Tiga Sapi dan Seekor Singa” dari Negeri Tiongkok lagi.
Analogi yang menurut saya sangat pas untuk sebuah organisasi dan budaya organisasi.
“Karya kita mesti membumi, Sam,” tambah Pak Ketua dengan asik…
Analogi Organisasi dan Budaya dalam Organisasi
Di padang rumput yang luas, hiduplah tiga sapi kakak-beradik. Sapi merah, sapi hitam, dan sapi kuning. Mereka sering bermain dan beristirahat bersama.
Suatu hari datang seekor singa.
Ketika melihat ketiga sapi itu, dia bermaksud memakan mereka. Dengan garang singa itu bersiap menyerang para sapi.
Melihat kedatangan si singa, ketiga sapi itu segera menempatkan diri dalam formasi lingkaran dengan tanduk menghadap keluar.
Kerika si singa mulai menyerang, tanduk sapi merah menahan sekaligus menyeruduk hingga si raja hutan itu terlempar jauh, lalu jatuh berdebam ke tanah.
Singa itu masih ingin menyerang dar sudut lain, tetapi melihat sapi hitam dan sapi kuning sudah siap menanduknya, ia hanya bisa mengurungkan niat lalu pergi menjauhi sapi-sapi itu.
Sapi merah, sapi hitam, dan sapi kuning menarik napas lega Melihat singa itu pergi.
“Kita bertiga harus bersatu, Singa yang bagaimanapun garangnya tidak perlu kira takuti.”
Si singa sangat kesal karena tidak berhasil menyantap daging tapi, Ia berpikir keras bagaimana mengalahkan ketiga kakak beradik itu. Akhirnya, didapatkannya akal.
Suatu hari, dilihatnya sapi hitam sedang sendirian. Melihar si Singa menghampirinya, sapi hitam itu segera bersiap untuk menyerang.
“Tenang, tenang, saya tidak bermaksud melukaimu. Saya hanya ingin tahu di antara kalian bertiga, siapa yang paling kuat?”
“Tentu saja saya yang paling kuat,” jawab Sapi hitam.
Si singa pura-pura keheranan, “Tetapi, tadi saya bertanya kepada sapi merah, dan dia mengatakan bahwa dirinyalah yang paling kuat. Kata sapi merah, kalau hari itu dia tidak melempar saya dengan tanduknya, pastilah engkau dan sapi kuning sudah berhasil saya makan!”
Mendengar cerita itu, si sapi hitam berkata dengan ama meluap sampai napasnya terengah-engah.
“Omong kosong! Kalau saya tidak ada saat itu, dia dan sapi kuninglah yang sudah berhasil kamu makan!”
‘Saking’ marahnya, sapi hitam itu memutuskan untuk tidak bicara lagi dengan sapi merah. Begitu melihat sapi hitam sudah masuk ke dalam perangkapnya, si singa diam-diam ganti menemui sapi merah.
“Bung sapi merah, saya tahu di antara kalian, tiga kakak-beradik, engkaulah yang paling kuat. Kalau hari itu engkau tidak menanduk saya sampai terlempar jauh, tentu kedua saudaramu sudah habis saya makan.”
“Tentu saja saya yang paling kuat di antara kami bertiga. Sayalah pelindung mereka!” jawab Sapi merah dengan begitu sombong sampai lupa mengusir si Singa pergi.
“Terapi, barusan saya dengar dari sapi hitam bahwa dirinyalah yang paling kuat. Ia bahkan mengatakan, kalau waktu itu dia yang menanduk saya, hasilnya akan lebih luar biasa. Lihat, dia terang: serangan mau menantang kekuatanmu!”
Si Sapi merah mendongak, lalu menengok ke arah Sapi hitam
Benarlah, dilihatnya sapi hitam sedang memandang dirinya dengan tatapan tidak senang.
“Kurang ajar, tidak tahu berterima kasih. Kalau waktu itu saya tidak menyelamatkan dirinya, dia sudah habis dimakan singa,” umpat sapi merah, lalu memutuskan sejak hari itu ia tidak akan bersama-sama dengan sapi hitam lagi.
Terakhir, si Singa menghampiri sapi kuning dan kembali melancarkan akal bulusnya.
“Bung sapi kuning, barusan sapi merah dan sapi hitam berkata kepada saya bahwa di antara kalian bertiga, engkaulah yang nyalinya paling kecil. Waktu dulu saya mau menyerang kalian, mereka bilang engkau langsung terkejut dan gemetaran seluruh tubuhmu. Padahal, menurut pengamaran saya, engkau adalah sapi yang paling berani di antara kalian.”
“Sapi-sapi itu yang nyalinya kecil. Kurang ajar benar mereka. Baiklah, saya akan mencari dan membuat perhitungan dengan mereka,” kata Sapi kuning dengan marah.
Si Sapi kuning langsung berlari menghampiri Sapi merah, dan tanpa mengucapkan sepatah kara pun ia langsung menanduknya sampai jatuh. Sapi merah itu sangatlah marah. Ia bangkit dan balik menyerang si sapi kuning.
Sapi hitam yang melihat pertarungan itu, datang untuk melerai.
Namun, ia malah kena tanduk si Sapi kuning.
Demikianlah ketiga sapi itu saling menyerang, dari pagi hingga tengah hari, dan terus berkelahi sampai malam. Mereka berkelahi sampai seluruh tubuh mereka dipenuhi luka, kehabisan tenaga, dan akhirnya terengah-engah menggelosor di tanah.
Si Singa yang sudah menunggu dengan sabar, ketika melihat kesempatan sudah tiba, dengan segera menyerang sapi-sapi tak berdaya itu. Tanpa memerlukan tenaga yang besar, ia menggigit mari ketiga kakak-beradik itu.
Organisasi itu tak sesempit sistim, tetapi “Hati”
Kisah ini menjadi pelajaran yang menggambarkan betapa pentingnya kesatuan dan solidaritas dalam menghadapi ‘provokatif’ dan tipu muslihat yang potensial memecah-belah tim.
Setiap anggota memiliki hati, mereka yang bekerja dengan hati akan menemukan suara hati lain. Setidaknya, organisasi yang memiliki sistim akan diwarnai dengan sentuhan hati.
Cerita itu digambarkan meskipun sapi-sapi itu kuat secara individu, mereka rentan saat persatuan mereka terpecah belah oleh intrik dan manipulasi dari musuh bersama.
Singa, dengan kecerdikan dan kesabaran, berhasil memenangkan konflik tersebut dan mengambil alih kekuasaan di padang rumput itu.
Ini adalah pengingat bahwa ‘keretakan’ organisasi bisa saja terjadi jika , solidaritas dan kerja sama dalam sebuah organisasi atau kelompok sangatlah penting, agar tidak terjebak dalam permainan kekuatan yang dipaksakan dari luar. Semoga!!!
Makasih Pak Ketua, Andi – Ketua Media Center San Agustin.
Ini Cerita Inspirasi Media Center San Agustin pagi ini… Bagaimana dengan Cerita Anda? By. Samuel – Media Center San Agustin.