PONTIANAK, Pena Katolik| Selasa 23 Juli 2024 – Bahasa adalah sistim yang terbatas namun memungkinkan kita melihat yang tak terbatas. Itulah kekuatan manusia.
Kata itu diungkapkan salah satu filsuf Hermeneutik, Paul Ricoeur seorang filsuf dari Prancis pada abad ke-20.
Selain sebagai filsuf, dia juga menyumbangkan pemikiran dalam bidang politik , sosial , kultural , edukatif, dan teologis.
Bahasa merupakan kemampuan manusia yang memampukan manusia untuk melahirkan ide-ide abstrak.
Banyak hal dan peradaban lahir dari konsep-konsep abstrak. (teknologi – bermula dari konsep abstrak) atau khasanah abstrak yang manusia ciptakan.
Melalui Filsafat atau Teologi berusaha untuk memahami yang tak terlihat.
Konsep dunia seni – misalnya seni keindahan ‘ abstrak ‘ juga.
Gara-gara bahasa kita dimungkinkan untuk melahirkan aneka hal dari budaya dan sistim hidup manusia.
Bahkan Manajemen dan Administrasi juga produk dari prasangka dan tafsiran yang berhasil ‘terolah’ dari berbagai intensitas ‘permaian’ pertemuan.
Hermeneutika sering disebut sebagai studi tentang interpretasi dan penafsiran, tidak hanya relevan dalam dunia akademik dan filosofi, tetapi juga memiliki implikasi yang mendalam dalam manajemen modern.
Heiddeger dan Gadamer (tidak menutup kemungkinan filsuf hermeneutik lain juga berpendapat serupa), tentang konsep bahasa yang mampu mengubah paradigma dan persepsi melalui intensitas (playful) ‘kebermainan’ antara manusia dengan teks.
Konsep ini mengajarkan bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga sebuah kerangka yang membentuk cara kita memahami dan berinteraksi dengan realitas.
Menurut salah satu filsuf Indonesia abad ini, Prof Dr Bambang Sugiharto dengan jelas ia menggarisbawahi bahwa bahasa tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi bahasa berperan sebagai ‘pembentuk’ – ‘naming’ awal.
Jika ditarik, saya melihat pandangan ini memiliki konsekuensi penting dalam konteks manajemen, di mana pengambilan keputusan dan kebijakan sering kali didasarkan pada interpretasi terhadap data dan situasi yang kompleks.
Pentingnya Tafsir dan Pengelolaan Kebijakan
Hermeneutika mengajarkan bahwa setiap ‘teks’ (teks; bisa budaya, manusia, keadaan) atau situasi dapat memiliki berbagai penafsiran yang valid, bergantung pada perspektif, situasi dan konteksnya.
Manajemen ditantangan dalam ‘ruang’ dilema kejelasan dan konsistensi penting untuk menghindari ketidakpastian dan konflik.
Dalam konteks manajemen, bahasa bukan hanya sebagai alat komunikasi tetapi sebagai alat untuk membentuk persepsi dan keputusan.
Kebijakan organisasi, misalnya, sering kali merupakan hasil dari interpretasi terhadap data dan situasi yang kompleks.
Penggunaan bahasa yang tepat dan konsisten dapat membantu dalam mengelola keberagaman interpretasi di antara berbagai stakeholder organisasi.
Bahasa dalam Dinamika Organisasi
Teori Hermeneutika menekankan bahwa setiap interpretasi atau tafsir terhadap suatu fenomena adalah ‘proses’ yang terus berubah dan berkembang.
Seluruh kehidupan itu menafsir, itu menurut hermeneutik. Termasuk didalamnya, kehidupan tak ada hal yang tanpa tafsir. Bahaya nanti lantas kehilangan pegangan yang kokoh jika semua orang ikut untuk menafsirkan.
Jelas bahwa dampaknya serius. Memang segalanya tak ada hal yang tanpa tafsir. Kemudian, bahasa itu apa? dulu bahasa adalah cermin realitas.
Tapi hermeneutika melihat bahasa merupakan tafsir pada tingkat paling dasar.
Bahasa – tafsir paling dasar. Kamus adalah tafsir pertama – yang menyangkut ‘naming’ (penamaan).
Bahasa adalah kerangka yang membentuk cara pandang kita. (Kebalikannya cara pikir kita dibentuk oleh bahasa).
Dalam konteks manajemen berarti kebijakan dan strategi perlu terus menerus dinilai ulang dan disesuaikan sesuai dengan perkembangan baru dan pemahaman yang mendalam terhadap situasi yang ada.
Dari sudut ini ‘bahasa’ bukanlah 1 banding 1 (1 ≠ 1) namun lebih tepat bahwa ‘bahasa’ merupakan lensa berwarna. “Bahasa menentukan tafsir kita atas realitas” bahasa itulah membentuk objek.
Contoh sederhana, orang Dayak menyebut ‘bagae’ (makna harafiah: bercanda) namun makna sebenarnya tak sesempit itu.
Atau bahasa Tionghua ‘Mong Si Nyin’ (makna harafiah: tatapan yang mematikan) atau zaman sekarang orang muda sering menyebutkan kata ‘gas’, akan sulit diterjemahkan makna yang sama dengan budaya lain.
Sementara
Dengan demikian, Hermeneutika dalam Manajemen tidak hanya menyediakan kerangka kerja untuk pemahaman filosofis tetapi juga memiliki aplikasi praktis dalam manajemen modern.
Kemampuan Manajemen untuk melihat dari berbagai sudut pandang. Pada akhirnya tak ada lagi yang ‘benar’ dan ‘salah’, tetapi yang ada, pandangan yang ‘dangkal’ dan ‘mendalam’.
Dalam hal inilah kemudian “Manajemen Perubahan” alias Management Change berkembang. Sebab dia memungkinkan untuk meninjau dan terus berubah, sesuai dengan kompleksitas ‘teks’, maupun bauran pasar yang kian berubah.
Pengelolaan kebijakan dan pengambilan keputusan yang efektif memerlukan pemahaman yang mendalam terhadap kompleksitas tafsir dan interpretasi.
Dengan memanfaatkan konsep-konsep bahasa, organisasi dapat menghadapi tantangan kompleks dengan cara yang lebih sistematis dan adaptif.
Dengan demikian, integrasi prinsip Hermeneutika dalam manajemen dapat menghasilkan kebijakan yang lebih responsif dan relevan terhadap dinamika yang terus berubah dalam lingkungan bisnis dan organisasional saat ini. Bersambung…. (Sam).