Malam itu, ia nyaris tak dapat tidur. Hati dan jiwanya ingin cepat-cepat pagi, sebab pagi yang baru akan menjadi hari yang istimewa untuknya. Hari itu, 42 tahun lalu, ia memulai masa Novisiat dalam Ordo Suster Dominikan di Yogyakarta.
Sr. Anna Marie masih ingat, apa yang ia rasakan, ketika ia menerima baju kebiaraan. Warnanya yang putih, dan aroma yang khas tercium. Seketika, ia mengenakan pakaian putih itu, dan merasakan ketika seakan-akan hidupnya berubah, pakaian itu menandai satu masa dalam perjalanan panggilannya.
“Rasanya sangat istimewa, sulit untuk dilukiskan,” ujar Sr. Anna mengingat pertama kali mengenakan pakaian khas seorang Suster Dominikan itu.
Sama seperti pakaian untuk saudara-saudaranya yang lain, baju kebiaraan Sr. Anna itu dibuat oleh Mbak Kisni. Saat itu, entah sudah baju yang keberapa, dijahit untuk para Suster Dominikan. Namun, Sr. Anna tak akan pernah lupa, begitu istimewanya baju yang dibuat Mbak Kisni itu.
Kini, ketika tahun ini Sr. Anna akan merayakan ulang tahun ke-40 hidup membiara. Ia berharap ingin merayakannya bersama Mbak Kisni.
“Mbak Kisni akan menjadi undangan nomor satu, saat nanti saya merayakan peringatan ulang tahun ke-40 hidup membiara,” ujar Sr. Anna.
Dari Keluarga Katolik
Sr. Anna lahir dari sebuah keluarga Katolik yang taat. Ayahnya, Martinus Alib Suharjo adalah seorang anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sedangkan ibunya Anna Marie Suro Harjinah, bekerja sebagai perawat. Sr. Anna adalah anak kedua dari tiga bersaudara.
Suatu hari saat masih remaja, Sr. Anna berjumpa dengan salah seorang Suster Dominikan yang biaranya ada di daerah Baciro, Yogyakarta, tak jauh dari kediaman Sr. Anna. Waktu itu, Sr. Anna diajak ke biara. Ia tak menyangka, bahwa itulah awal panggilannya menjadi suster.
“Saya diminta mampir ke biara, di sana saya dijamu, dikasih suguhan makanan, dan diajak bercerita tentang Ordo Dominikan. Dari perjumpaan itulah awal mula panggilan saya,” kenang Sr. Anna.
Setelah menjalani masa Novisiat selama dua tahun, Sr. Anna mengikrarkan kaul kebiaraan dalam Ordo Dominikan pada 1 juli 1984.
Seperti ibunya yang seorang perawat, Sr. Anna juga sempat diutus untuk belajar keperawatan di Sekolah Keperawatan St. Carolus Jakarta. Setelah menyelesaikan pendidikan ini, ia menduga akan diutus untuk bekerja di bidang karya kesehatan. Namun, hanya sebentar saja berkarya di Rumah Sakit St. Elizabeth Purwokerto Jawa tengah, ia kemudian diminta untuk mendalami spiritualitas di Institut Roncalli Salatiga dan juga di Girisonta.
“Saya diminta untuk menjadi formator untuk para Suster Dominikan di Novisiat,” kenang Sr. Anna.
Sr. Anna mengatakan, apapun untuk kongregasi, akan dilaksanakan. Untuk itu, ia menerima setiap penugasan dengan penuh ketaatan.
Ketika nanti Sr. Anna akan merayakan kaul membiara ke-40, para suster yang dulu ia dampingi di Novisiat Ordo Dominikan akan merayakan ulang tahun perak hidup membiara. Saat mengenang perjalanan panggilan ini, Sr. Anna membayangkan saat-saat bersama mendampingi para suster Novis untuk menjalani panggilan sebagai para suster Ordo Pewarta.
Hadiah Tak Terduga
Panggilan Sr. Anna untuk masuk menjadi anggota Ordo Pewarta adalah pengalaman indah yang penuh dengan nilai-nilai iman ketika dikenang. Sr. Anna mengingat, sebenarnya ada penolakan dari keluarga. Kedua orang tuanya tidak rela, mereka berat merelakan sang buah hati untuk masuk biara. Ada ketakutan, bahwa setelah masuk biara, anak mereka tidak akan pernah pulang lagi ke rumah.
Namun, Sr. Anna akhirnya memilih untuk hidup membiara. Kedua orangtuanya pun hadir saat ia mengikrarkan kaul pertama dalam ordo.
Lambat laun, ketakutan kedua orangtuanya rasanya tidak lagi relevan. Sebab, ketika ia menjadi pemimpin di Biara Novisiat OP, tempat tinggalnya hanya sepelemparan batu dari rumah keluarganya.
“Saat itu jadi dekat rumah sehingga lebih sering pulang dan ketemu mereka,” kenang Sr. Anna.
Panggilan Sr. Anna berjalan dengan banyak pengalaman indah dalam setiap karya. Menjadi Magister Novis, Sr. Anna membantu para suster muda untuk semakin mendalami spiritualitas St. Dominikus. Dalam kebersamaan, ia membantu para suster muda untuk semakin menekuni panggilan mereka.
Tahun 2009, Sr. Anna sedang mengikuti retret menjelang pesta perak hidup membiara. Baru di awal-awal waktu retret, Sr. Anna mendapat kabar dari keluarganya. Kabar bahwa sang ayah sakit cukup parah.
“Saat itu tidak jadi retret, saya diminta untuk pulang dan menemani ayah yang sakit,” kenang Sr. Anna.
Ketika sampai di rumah, Sr. Anna berjumpa dengan sang ayah. Ia menemani dan merawat di saat-saat akhir ayahnya. Di saat itu juga, ia menyaksikan Sakramen Perminyakan untuk ayahnya. Tak lama setelah itu. Sang ayah pergi menghadap Bapa.
“Di momen pesta perak, saya mendapat hadiah tak terduga,” kata Sr. Anna.
Tentu kepergian sang ayah meninggalkan rasa kehilangan dalam diri Sr. Anna. Namun, ia melihat pengalaman ini dalam kaca matai man. Selama menjalani masa panggilannya, Sr. Anna meyakini kekuatan doa yang terus dipanjatkan kedua orangtuanya. Kedua orangtuanya adalah pendoa Rosario yang setia, Sr. Anna meyakini, doa terbesar mereka adalah untuk anak-anak mereka.
“Semua ini adalah kekuatan doa. Ibu setiap malam berdoa Rosario untuk anak-anaknya. Doa inilah yang menjadi kekuatan. Di sini juga kami anak-anak meneladan kesalehan mereka,” ujar Sr. Anna.
Mengikuti Rencana Kongregasi
Sr. Anna sempat diminta melanjutkan pendidikan di bidang manajemen rumah sakit. Ia mengambil program magister di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Namun, ketika tinggal menyisakan penyusunan tesis, ia harus mengikuti Kapitel Provinsi Ordo Pewarta. Pada kesempatan ini, ia terpilih menjadi Provinsial Ordo Pewarta Indonesia.
“Tugas dari kongregasi yang paling utama, jadi saya meninggalkan tugas akhir di Unsoed dan menjalankan tugas melayani seluruh provinsi,” kenang Sr. Anna.
Sr. Anna melayani sebagai provincial dari tahun 2013-2019. Selama enam tahun itu, ia mengunjungi semua komunitas OP di seluruh Indonesia, melihat kebutuhan dan merencanakan pengembangan-pengembangan Ordo Pewarta di Indonesia.
Pada masa ini, Sr. Anna juga sempat berkunjung ke beberapa negara Eropa dalam kesempatan lawatan untuk kepentingan Ordo Pewarta di seluruh dunia. Pada kesempatan ini, ia menjelajah tempat-tempat di mana St. Dominikus meletakkan dasar-dasar Ordo Pewarta.
“Hidupku adalah untuk kongregasi,” ujar Sr. Anna.
Di akhir masa pengabdiannya menjadi provinsial, Sr. Anna diminta memilih ke mana ia akan ditugaskan selanjutnya. Ia lalu memilih untuk melayani di Larantuka. Di sini, Sr. Anna melihat Spiritualitas Dominikan di tengah-tengah kehidupan umat. Ada warisan St. Dominikus yang masih berkembang hingga saat ini di Larantuka, yang ditinggalkan para imam Dominikan yang pernah berkarya di Larantuka berabad lalu.
“Di setiap paroki ada Confreria Reinha Rosari, mereka menjalankan nilai-nilai yang diajarkan St. Dominikus,” ujar Sr. Anna.
Setelah dari Larantuka, kini Sr. Anna melayani di bidang Pastoral Care di Rumah Sakit St. Elizabeth Purwokerto. Di rumah sakit yang dikelola para Suster Dominikan ini, ia setiap hari menyapa para pasien yang dirawat, mengajak mereka berdoa dan menguatkan mereka dalam masa-masa sakitnya.
Pada momen ulang tahun ke-40 hidup membiara tahun ini, Sr. Anna berharap dapat juga berbagi dengan orang-orang tua di panti jompo atau di mana saja. Ia ingin berbagi kebahagiaan dan rasa syukur dengan mereka.
Menjalani panggilan sebagai biarawati Ordo Pewarta, Sr. Anna melihat perjalanannya adalah kisah yang sungguh indah dan penuh dengan pengalaman iman. Ia berharap, banyak orang yang akan tertarik melihat ke dalam spiritualitas dan charisma St. Dominikus. Ia berharap akan lebih banyak yang tertarik untuk menjalani hidup panggilan dan menjadi putra-putra St. Dominikus.
“Come and see, datang dan lihatlah,” pungkas Sr. Anna. (AES)