Kamis, November 14, 2024
32 C
Jakarta

Summa Theologiae, Buku Iman yang Belum Selesai 

ROMA, Pena Katolik – Pada 6 Desember 1273, St. Thomas Aquinas melakukan tindakan yang sulit dipahami oleh siapapun pada masa itu. Ia sepenuhnya meninggalkan pekerjaannya untuk menyelesaikan magnum opus-nya, Summa Theologiae. Ia berhenti setelah bertahun-tahun bekerja dengan tekun. Ia tidak melanjutkan karya itu, ketika hanya beberapa bulan saja, buku itu akan selesai.

Saat itu. St. Thomas berada di puncak ketenarannya. Ia adalah seorang penasihat para paus dan raja. Dalam dua dekade penulisannya, ia telah menghasilkan delapan juta kata, yang dituangkan ke dalam tiga sintesis teologis yang monumental.

Banyak yang mencoba menjawab mengapa murid St. Albertus Agung ini berhenti menyelesaikan Summa Theologia. Profesor filsafat di Universitas Dallas, Amerika Serikat, Chad Engelland adalah satu dari mungkin beberapa yang mencoba menjelaskan alasan ini.

Faktor Fisik

Saat itu, beban kerja Thomas sangat berat. Beberapa tahun sebelumnya St. Thomas mengerjakan Summa Theologia, ia masihmengerjakan selusin komentar tentang Aristoteles; belum lagi tugas rutinnya mengajar. Meski ada sekretaris yang membantunya, namun pekerjaan yang menumpuk bisa jadi mempengaruhi kondisi fisiknya.

Apapun yang terjadi, hal itu memang melemahkan kekuatannya. Dia menggunakan sisa bulan Desember 1273 untuk memulihkan diri di rumah saudara perempuannya Theodora. Dua bulan kemudian, ia menyusun satu bagian terakhir tulisan teologis yang berharga, dalam sebuah penjelasan singkat mengenai hubungan manusia, kebebasan, dan pengetahuan ilahi bagi para biarawan di Monte Cassino.

Penjelasan rohani

Sementara itu, penjelasan Thomas tentang “keheningan” adalah penjelasan spiritual. Seperti yang sering terjadi, dia mengalami ekstasi saat Misa. Pada hari Minggu Sengsara tahun 1273, ketika ia sedang merayakan Misa di hadapan banyak umat, pengalaman itu berlangsung begitu lama sehingga saudara-saudara harus turun tangan agar Misa dapat selesai.

Ketika Reginaldo mengingatkan akan karyanya, St. Thomas berkata, “Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi,” jawab Thomas. “Semua yang saya tulis hanyalah jerami.”

Sangat menggoda untuk berpikir bahwa ungkapan ini adalah penolakan untuk kerja kerasnya. Namun, meskipun jerami tidak ada gunanya di zaman ini, pada Abad Pertengahan jerami digunakan sebagai bahan topi, atap, dan tempat tidur, juga untuk lagi makanan ternak.

Jadi St. Thomas tidak mengatakan tulisannya tidak berharga. “Kegunaannya” tidak dipertanyakan. Ketika Reginaldo menanyakan maksud perkataannya, St. Thomas mengatakan, “Segala sesuatu yang saya tulis tampak seperti jerami dibandingkan dengan apa yang saya lihat.”

Oleh karena itu, dengan mengatakan “seperti jerami” St. Thomas mungkin beralih ke hal-hal yang lebih tinggi, yang membutuhkan seluruh pikiran dan kekuatan seseorang.

Pada hari raya St. Nicholas tahun 1273, St. Thomas sedang merayakan Misa ketika dia menerima wahyu yang begitu mempengaruhi dirinya sehingga dia tidak lagi menulis dan mendiktekan, meninggalkan karya besarnya Summa Theologiae yang belum selesai.

“Saya tidak dapat menulis lagi. Saya telah melihat hal-hal yang membuat tulisan saya seperti jerami.”

Penglihatan Aquinas mungkin merupakan penglihatan tentang surga, dibandingkan dengan segala sesuatu yang lain, tidak peduli betapa mulianya, tampaknya tidak berharga. Kita hanya bisa berspekulasi mengenai hal itu. Para sarjana, hagiografer, dan umat Katolik pada umumnya tidak pernah memahami sepenuhnya komentar pilihan yang diambil St. Thomas untuk berhenti menyelesaikan karya besarnya itu.

St. Thomas Aquinas. IST

Aspek Teologis

St. Thomas mengatakan bahwa yang lebih tinggi dari hikmah teologis dan hikmah filosofis adalah hikmah yang datang dari atas sebagai anugerah Roh Kudus. Ia menggambarkan ini sebagai penderitaan atau menjalani hal-hal dari Tuhan.

Teologi adalah penerapan akal manusia pada prinsip-prinsip iman. Namun pengalaman iman yang partisipatif, tersedia dalam kehidupan berkat inisiatif bebas Allah, membawa kita lebih jauh dari apa yang dapat dicapai oleh penalaran manusia saja.

St. Thomas pernah menyamakan penggunaan filsafat dalam teologi dengan transformasi air menjadi anggur. Untuk melengkapi analoginya, kita dapat mengatakan bahwa pada momen kehidupannya ini terjadi transformasi lebih lanjut dari anggur teologis menjadi Ekaristi itu sendiri.

Karya Terbesar

Summa Theologica ditulis antara tahun 1265–1274 adalah karya St. Thomas yang paling dikenal luas. Kendati tidak terselesaikan, Summa merupakan “salah satu karya klasik sejarah filsafat dan salah satu karya sastra Barat yang paling berpengaruh.

Karya ini dimaksudkan sebagai suatu panduan instruksional bagi para mahasiswa teologi, termasuk para seminaris dan kaum awam yang terdidik, dan merupakan suatu kompendium dari ajaran-ajaran teologis utama Gereja Katolik. Summa menyajikan penalaran untuk hampir semua pokok teologi Kristiani di Barat, dengan topik-topik yang menuruti siklus: keberadaan Allah; Penciptaan, Manusia; tujuan Manusia; Kristus; Sakramen-Sakramen; dan kembali ke Allah.

Summa adalah buah dari tahun-tahun kematangannya, yang di dalamnya terangkum pemikiran dari seluruh hidup St. Thomas. Di antara kalangan non-akademik, Summa mungkin paling termasyhur, karena lima argumennya mengenai keberadaan Allah, yang dikenal sebagai “lima jalan” (Latin: quinque viae). Uraian kelima jalan itu hanya menghabiskan dua halaman dari sekitar 3.500 halaman Summa. Namun ini menjadi intisari iman.

Dalam Summa, St. Thomas mengutip sumber-sumber Kristiani, Muslim, Ibrani, dan Pagan termasuk tentu dari Kitab Suci. St. Thomas juga membaca Aristoteles, St. Augustinus dari Hippo, Avicenna (Ibnu Sina), Averroes (Ibnu Rusyd), Al-Ghazali, St. Boethius, St. Yohanes dari Damaskus, Rasul Paulus, Pseudo-Dionisius, Maimonides, St. Anselmus dari Canterbury, Plato, Cicero, dan Eriugena.

St. Thomas Aquinas menyusun Summa secara khusus sebagai suatu karya yang tepat bagi para mahasiswa tingkat awal. Sang penulis mulai menyusun Summa ketika menjadi pengajar di studium provinciale Santa Sabina, cikal bakal studium generale Santa Maria sopra Minerva dan Kolese Santo Thomas, yang menjadi Universitas Kepausan Santo Thomas Aquinas, Angelicum, pada abad ke-20.

St. Thomas menyelesaikan bagian pertama secara keseluruhan dan kemudian mendistribusikannya di Italia, sebelum berangkat untuk menempuh masa jabatan keduanya sebagai dosen di Universitas Paris (1269–1272). (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini