Pena Katolik – Perjumpaan dengan Bunda Maria, tak dipungkiri menjadi peristiwa berkesan dalam penghayatan iman setiap orang. Tak terkecuali St. Albertus Agung, seorang Imam Dominikan, uskup, dan salah satu pemikir raksasa dalam Gereja Katolik.
Albertus masih seorang mahasiswa di Universitas Padua, ketika pada suatu hari. Dalam sebuah pengalaman iman, ia berjumpa dengan Bunda Maria. Perjumpaan dengan Perawan Maria yang Terberkati ini tentu sangat menyentuh hatinya.
“Siapakah aku ini, hingga Bunda yang Terberkati datang dalam hidupku?” tanya Albertus dalam hati.
Di Universitas Padua, Albertus adalah seorang mahasiswa filsafat yang cerdas. Di sini, ia mendalami metafisika dari pemikir-pemikir Yunani, terutama Aristoteles. Namun, perjumpaan dengan Maria memberi arti baru pada pencarian hidupnya. Pada satu titik, ada bisikan dalam hati Albertus yang mendorongnya untuk melihat kemungkinan lain. Ada dorongan untuk menjadi imam, dan hidup sebagai biarawan.
“Akan kuserahkan hidupku demi Kerajaan-Mu ya Tuhan,” demikian Albertus membulatkan tekatnya.
Masuk Dominikan
Albertus lalu memilih menjadi anggota Ordo Dominikan pada sekitar tahun 1223 (atau 1229). Ia belajar teologi di Bologna dan di tempat lain. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia menjadi dosen di Cologne, Jerman, tempat tinggal para Dominikan, ia mengajar selama beberapa tahun di sana. Pada masa ini, ia juga mengajar di Regensburg, Freiburg, Strasbourg, dan Hildesheim. Pada tahun-tahun sebagai dosen di Cologne, Albertus menulis Summa de Bono.
Pada tahun 1245, Albertus meraih gelar master teologi di bawah bimbingan Gueric dari Saint-Quentin, Dominika asal Jerman. Ia lalu dapat mengajar teologi di Universitas Paris. Ia juga menjabat sebagai Ketua Fakultas Teologi di Kolese St. James. Selama masa ini Thomas Aquinas mulai belajar di bawah bimbingan Albertus.
Pemikiran Albertus sangat dipengaruhi Aristoteles. Ia mengomentari hampir semua karya Aristoteles. Ia juga mempelajari ajaran beberapa cendekiawan Islam, terang saja, saat itu Islam memimpin Eropa dalam hal keilmuan, ilmu pengetahuan, dan kedokteran. Hingga pada tahun 1254, Albertus menjadi provinsial Ordo Dominikan. Secara keseluruhan, dia adalah administrator yang cakap dan efisien.
Lima tahun kemudian, pada tahun 1259, Albertus berpartisipasi dalam Kapitel Umum Dominikan bersama Thomas Aquinas dan beberapa pemimpin Ordo kontemporer lainnya. Mereka menciptakan program studi untuk ordo Dominikan dan mengembangkan kurikulum filsafat. Dari program studi ini nantinya akan muncul Universitas Kepausan Saint Thomas Aquinas, di Roma. Saat ini, universitas yang dikenal sebagai “Angelicum” ini adalah salah satu perguruan tinggi teologi terkemuka di dunia dan masih dijalankan oleh Ordo Dominikan.
Pada tahun 1260, karena terkesan dengan kecerdasannya, Paus Alexander IV mengangkat Albertus sebagai Uskup Regensburg. Ketika menjadi uskup, Albertus menolak menunggang kuda dan pergi kemana-mana dengan berjalan kaki. Praktik yang tampaknya tidak biasa ini konsisten dengan aturan ordonya. Kehidupan seorang uskup tidak sesuai dengan jiwanya. Ia memilih untuk menanggalkan jabatan ini dan mengundurkan diri tahun 1263.
Setelah menerima pengunduran diri Albertus, Paus Urbanus IV menugaskannya kembali untuk berkhotbah tentang Perang Salib Kedelapan kepada orang-orang berbahasa Jerman. Perang salib ini dimaksudkan untuk merebut kembali Kota Tunis di Afrika Utara bagi umat Kristen, dan gagal total. Di tahun-tahun terakhirnya, Albertus menjadi terkenal sebagai mediator. Dia memediasi perselisihan antar individu serta menyelesaikan perselisihan antara masyarakat Colonge dan uskup mereka. Ia juga mendirikan universitas tertua Jerman di kota itu.
Sebelum kematiannya, ia berduka atas meninggalnya muridnya yang hebat, Thomas Aquinas, yang kemudian diakui sebagai santo dan pujangga Gereja. Aquinas meninggal pada tahun 1274. Albertus yang meski lebih tua, masih menghabiskan tahun-tahun terakhirnya membela karya Aquinas yang merupakan salah satu karya terpenting dalam Gereja. Albertus jatuh sakit pada tahun 1278 dan dia meninggal pada tanggal 15 November 1280.
Iman dan Akal Budi
St Albertus Agung memberikan pengaruh yang besar terhadap Gereja, dengan meletakkan landasan intelektual yang kuat yang menjadi landasan bagi banyak orang kudus. Paus Benediktus XVI memberikan ringkasan yang sangat bagus tentang kehidupan St. Albertus pada audiensi umum tahun 2010.
St. Albertus adalah satu dari beberapa orang kudus yang disebut “Agung”. Tentu, gelar ini memiliki landasan. Oleh sebab itu, ia kadang dikenal sebagai Albertus Magnus. Kata “Magnus” ‘Agung’ menunjukkan keluasan dan kedalaman ajaran St. Ambertus, yang dipadukannya dengan kesucian hidup. Salah satu muridnya, Ulric dari Strasbourg, menyebutnya sebagai “keajaiban dan keajaiban zaman kita”.
Salah satu kontribusi terbesarnya terhadap Peradaban Barat adalah kenyataan bahwa iman dan ilmu pengetahuan saling sejalan, bahkan menunjukkan bagaimana para ilmuwan dapat memulai jalan kesucian.
St Albertus menunjukkan bahwa tidak ada pertentangan antara iman dan ilmu pengetahuan. Orang yang beriman dan berdoa, seperti St. Albertus Agung, dapat dengan tenang mengembangkan studi ilmu-ilmu alam dan kemajuan dalam pengetahuan mikro dan makrokosmos, menemukan hukum-hukum yang sesuai dengan subjeknya, karena semua ini berkontribusi pada pemupukan rasa haus. St. Albertus mengingatkan bahwa ada persahabatan antara ilmu pengetahuan dan iman dan bahwa melalui panggilan mereka untuk mempelajari alam, para ilmuwan dapat mengambil jalan kekudusan yang otentik dan menakjubkan.
Ini adalah hubungan mendalam yang tidak selalu diterima di Eropa abad pertengahan. Iman dulu (dan masih ada di beberapa tempat) dipandang sebagai sesuatu yang bertentangan dengan sains. Namun, St. Albertus membuktikan kepada kita bahwa kita dapat melihat alam semesta yang diciptakan dan menyelami lebih dalam misterinya.
Berapa banyak ilmuwan, pada masa setelah St. Albertus Agung, yang melakukan penelitian mereka dengan diilhami rasa kagum dan rasa syukur atas sebuah dunia yang, di mata mereka sebagai ilmuwan dan penganut, tampak dan terlihat sebagai karya baik dari orang-orang bijak.
Salah satu muridnya yang paling terkenal adalah St. Thomas Aquinas, yang kemudian membentuk tradisi intelektual Gereja secara radikal. Selama hidupnya, Albertus menulis tiga puluh delapan volume yang mencakup topik mulai dari filsafat hingga geografi, astronomi, hukum, persahabatan dan cinta.
Tiga tahun setelah kematiannya, kuburnya dibuka dan tubuhnya ditemukan tidak rusak. Ketika makamnya dibuka kembali berabad-abad kemudian pada tahun 1483, mereka hanya menemukan kerangkanya. Jasadnya saat ini disemayamkan di Gereja St. Andreas di Colonge, Jerman. Albertus dibeatifikasi pada tahun 1622 oleh Paus Gregorius XV. Ia dikanonisasi dan diakui sebagai doktor Gereja pada tahun 1931, oleh Paus Pius IX. Dia adalah santo pelindung para ilmuwan. Hari rayanya adalah 15 November. (Antonius E. Sugiyanto)