HONG KONG, Pen aktolik – Uskup Hong Kong, Kardinal Stephen Chow Sau-yan SJ menyampaikan refleksi pada memperingati 35 tahun Peristiwa Tiananmen yang terkenal di Beijing, Tiongkok pada 4 Juni 1989. Ia mendesak umat Kristiani di Tiongkok agar “belajar memaafkan”.
Dalam refleksinya di surat kabar keuskupan Sunday Examiner, Kardinal Chow mengatakan pembantaian pengunjuk rasa yang tidak bersalah pada tahun 1989 masih merupakan masalah yang membutuhkan perhatian yang tepat untuk “penyembuhan”.
“Namun, keyakinan saya mendorong saya untuk memaafkan siapa pun dan apa pun. Mungkin melalui pengampunan, maka pihak-pihak yang berbeda dapat bergerak lebih dari sekedar saling menyalahkan dan pola pikir ‘Saya tidak akan pernah memaafkan’ yang menyakitkan.”
Kardinal Chow menyampaikan, pengampunan mungkin menjadi dari rekonsiliasi dan penyembuhan.
“Dengan adanya pengampunan, rekonsiliasi dan penyembuhan mungkin memiliki peluang lebih besar untuk menjadi kenyataan.”
Kardinal Chow mengatakan, bahwa dia pernah mengambil bagian dalam peringatan Insiden 4 Juni di masa lalu. Sejak menjadi Uskup Hong Kong dan diangkat menjadi Kardinal, ia mulai melakukan langkah-langkah dalam memperkuat hubungan antara Gereja Katolik dan Pemerintah Tiongkok.
Pada tanggal 4 Juni 1989, bentrokan antara pengunjuk rasa dan tentara Tiongkok, tank-tank meluncur ke alun-alun kota utama Beijing. Saat itu, pasukan militer menembaki mahasiswa dan warga sipil lainnya, yang menyerukan reformasi demokrasi.
Jumlah pasti orang yang tewas dalam pembantaian tersebut tidak diketahui secara pasti. Namun, menurut sebuah laporan setidaknya sebanyak 10.000 orang tewas. Laporan ini berbeda dengan versi Pemerintah Tiongkok yang korban kurang dari 300 orang.
Di daratan Tiongkok, di mana informasi tentang Tiananmen sangat disensor, masyarakat tidak pernah diizinkan untuk mengadakan peringatan resmi atas apa yang dikenal sebagai “Insiden 4 Juni.” Namun di Hong Kong, yang merupakan wilayah administratif khusus Tiongkok, telah lama mengadakan acara menyalakan lilin tahunan untuk memperingati para korban.
Pada tahun 2020, pihak berwenang Tiongkok melarang peringatan tersebut di tengah pandemi, meskipun ribuan orang menentang perintah tersebut. Protes di Hong Kong untuk memperingati Tiananmen telah sangat dibatasi sejak saat itu. Menurut Associated Press, Polisi Hong Kong telah menangkap tujuh orang atas dugaan dugaan penghasutan atas postingan konten media sosial tentang peringatan Tiananmen.
Merujuk pada peristiwa menyedihkan yang terjadi 35 tahun lalu di Bejing, Kardinal Chow mengatakan, bahwa insiden tersebut masih meresahkan banyak orang dan meninggalkan luka yang dalam di hati banyak orang.
“Tuhan kita adalah Tuhan dengan cinta tanpa syarat. Pengampunan-Nya selalu tersedia bagi mereka yang membutuhkan namun belum berani memintanya. Kasih Allah yang tanpa syarat kepada kita diungkapkan secara luar biasa melalui sengsara dan kematian Putra tunggal-Nya, bahkan ketika kita hidup dalam keadaan tidak berdosa,” lanjut Chow.
“Syukurlah, melalui tindakan kasih yang rela berkorban inilah kita menyadari perlunya pengampunan Tuhan. Dan dengan kebangkitan Putra, kita dapat menikmati awal yang baru. Justru karena pengampunan Tuhan tidak memerlukan pertobatan kita, kita juga bisa belajar untuk mengampuni secara proaktif. Meskipun memaafkan tidak berarti melupakan, hal ini memberikan prasyarat bagi kebebasan batin kita dan masa depan yang lebih cerah bagi semua orang.”
Beijing dalam beberapa tahun terakhir telah memperketat kontrol atas Hong Kong dan menindak perbedaan pendapat dan praktik bebas beragama. Beberapa tokoh Katolik terkemuka telah ditangkap karena jelas-jelas melanggar undang-undang keamanan baru, termasuk raja media Katolik Jimmy Lai.
Pada akhir tahun lalu, jumlah populasi Kristen di Tiongkok telah menurun setelah peningkatan dramatis pada tahun 1980-an dan 1990-an, menurut analisis Pew Research Center. Tiongkok menyaksikan pertumbuhan dramatis dalam agama Kristen pada tahun 1980-an dan 1990-an ketika pembatasan terhadap praktik keagamaan yang diberlakukan selama Revolusi Kebudayaan pada tahun 1960-an dan 1970-an dilonggarkan.
Kardinal Chow baru-baru ini mengunjungi tiga keuskupan Katolik di Tiongkok daratan. Ia memimpin delegasi umat Katolik beranggotakan 10 orang dari Hong Kong ke kota Guangzhou, Shantou, dan Shenzhen di Tiongkok selatan pada bulan April 2024. Ini adalah kunjungan resminya yang kedua ke Tiongkok, sejak ia menjadi Uskup Hong Kong.
Chow mengakhiri refleksinya dengan meminta para pembaca untuk ikut berdoa bersamanya. (AES)