JAKARTA, Pena Katolik – Maria mempunyai tempat yang unik dan istimewa dalam sejarah keselamatan dan dalam Gereja. Maria menjawab “ya” untuk menjadi Bunda Allah. Ia adalah teladan pemuridan yang pertama dan teladan rahmat serta kepercayaan kita kepada Tuhan.
Di kalangan umat Katolik, bulan Mei paling dikenal sebagai “Bulan Maria”, yaitu bulan ketika devosi khusus dilakukan untuk menghormati Perawan Maria yang Terberkati.
Mei menjadi Bunda Maria dipengaruhi oleh Budaya Yunani Kuno dan Barat yang memandang bulan Mei sebagai bulan kehidupan dan keibuan. Jauh sebelum “Hari Ibu” digagas.
Dalam Gereja Katolik mula-mula terdapat bukti adanya pesta besar Perawan Maria yang Terberkati, yang dirayakan pada tanggal 15 Mei setiap tahunnya. Baru pada abad ke-18, Mei dikaitkan secara khusus dengan Perawan Maria.
Menurut Catholic Encyclopedia, Devosi bulan Mei dalam bentuknya yang sekarang berasal dari Roma, ketika Pastor Latomia SJ berusaha melawan perselingkuhan dan amoralitas di kalangan para pelajar di Collegio Romano, sebuah sekolah yang didirikan para Imam Yesuit di Roma pada akhir abad ke-18. Pastor Latomia bertekat mencurahkan bulan Mei untuk Maria.
Dari Roma, praktik ini menyebar ke perguruan tinggi Jesuit lainnya dan kemudian ke hampir setiap gereja Katolik ritus Latin.
Berbagai devosi pribadi kepada Maria dengan cepat menyebar luas selama bulan Mei, sebagaimana tercatat dalam Raccolta, sebuah publikasi doa yang diterbitkan pada pertengahan abad ke-19.
Pada tahun 1945, Paus Pius XII mengukuhkan Mei sebagai bulan Maria setelah menetapkan Hari Raya Bunda Maria Ratu Surgawi pada tanggal 31 Mei. Setelah Konsili Vatikan II, hari raya ini dipindahkan ke tanggal 22 Agustus, sedangkan tanggal 31 Mei menjadi Hari Raya Maria Mengunjungi Elizabeth.
Bulan Mei adalah bulan yang kaya akan tradisi dan waktu yang indah dalam setahun untuk menghormati ibu surgawi kita. (AES)