SURABAYA, Pena Katolik – Kejadian pada September 2023 tidak akan pernah dilupakan Helen. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba keluarga dari Helen bagai disambar petir di siang bolong. Hari itu, suami dari Helen, Klemens Sandriawan, mendadak terkena lumpuh total.
Awal mulanya dirasa semacam gejala yang dalam bahasa Jawa tengeng. Sandriawan dan Helen pun sepakat mengira, itu hanya tengeng biasa. Namun hari itu, Sandriawan dibawa ke Rumah Sakit Siloam, Surabaya. Helen masih percaya dan yakin, dengan meminum obat biasa, suaminya bisa sembuh.
Helen mencoba menguatkan diri. Dia juga coba menguatkan hati anak semata wayang, Victor Vinsens Sandriawan.
Mengamuk kepada Tuhan
Minum obat ternyata tidak membuat kondisinya membaik malah sebaliknya. Tidak ada jalan lain bagi Helen kecuali berdoa. Tiba-tiba tangan kanannya mengambil rosario dari dalam tasnya lalu berdoa.
“Ketika saya genggam Rosario, tiba-tiba semacam ada yang membisik dalam hati saya katanya: ‘Helen, kamu bisa melewati semuanya’,” kata Helen.
“Saya masih ingat, hari itu Rabu, suami saya masuk Rumah Sakit Siloam. Saya doa Rosario, meski tidak berurutan tetapi saya tetap berdoa. Setelah 3 hari kemudian ketahuan hasilnya,” tuturnya.
Dari hasil pemeriksaan melalui Magnetic Resonance Imaging (MRI) diketahui kalau pada bagian belakang belakang leher Sandriawan terdapat nanah dan itu harus diambil. Nanah itulah yang membuat suaminya lumpuh total, mulai dari leher ke bawah. Saat itu, kondisi leher ke kepala Sandriawan masih normal. Melihat kondisi seperti ini, Sandriawan sempat membisik pada istrinya Helen.
“Saya mau ngamuk sama Tuhan,” kata Helen meniru ucapan suaminya.
Apa jawab Helen?
“Kalau kamu mau mengamuk kepada Tuhan, silakan, saya temani. Silakan mengamuk,” ujar Helen.
Helen menunggu dengan setia di samping suaminya Dia menunggu apakah benar Sandriawan akan mengamuk?
Satu jam kemudian, Sandriawan mengatakan: “Saya tidak mengamuk.”
Di saat itu, seorang imam juga datang untuk berdoa bagi suaminya. Dalam hati Helen, dalam situasi ini, ia yakin harus selalu berpegang pada tangan Tuhan.
“Waktu itu saya tetap ke gereja. Saya membayangkan, kalau saya tidak ke gereja mungkin saya gila. Di gereja saya berdoa.”
Perhentian Penghabisan
Dalam kondisi yang tidak menentu saat itu, yang ada cuma kepasrahan kepada Tuhan. Menurut Helen, walau kondisi keuangan mulai pas-pasan, tidak mempengaruhi pikiran Helen.
“Saya bilang ke suami saya, kamu jangan kepikiran biaya rumah sakit uangnya dari mana? Kamu berpikir bagaimana kondisimu sehat, saya akan usahakan bagaimanapun caranya,” kata Helen.
Sejak kejadian itu, Helen sudah tiga bulan tidak masuk kerja, dia fokus mengurus suaminya. Tapi sebagai orang beriman, Helen berdoa dan bersandar kepada Tuhan.
“Saya terus berdoa dan berdoa. Saya sampai izin ke kakak ipar saya untuk pergi ke gereja, Saya tahu sangat berat untuk meninggalkan suami yang lagi tidak bisa apa-apa di ICU.
Helen memberanikan diri ke gereja menemui Tuhan. Ia tidak minta apa-apa pada Tuhan.
“Saya cuma bilang begini, Tuhan kalau memang mau-Mu supaya saya lewati, saya akan lewati dan saya turuti. Saya mohon yang terbaik dari Tuhan,” kata Helen.
Setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, Helen meninggalkan pekerjaan, suatu ketika suaminya nyeletuk: “Kamu takut kalau saya meninggalkan kamu?
Atas perkataan itu, Helen menjawab: “Tidak, saya tetap bersama kamu sampai kamu sembuh. Kamu tahu perhentian di jalan salib? Kamu sekarang ibarat sudah sampai perhentian ke 9, pada perhentian itu kita mulai bosan. Dan pada perhentian ke-12 dan 13, kita sudah habis. Pada perhentikan ke-14, kesembuhan itu sudah kamu pegang, saya bilang ke suami saya,” kata Helen yang merupakan umat Lingkungan Santa Monica, Wilayah St. Mikael, Paroki Redemptor Mundi.
Kesembuhan
Pada bulan ketiga, pelan-pelan, suami Helen mulai mengalami kesembuhan. Tidak henti-hentinya Helen mengatakan, dia sangat bersyukur kepada Tuhan Yesus, Allah Tritunggal Mahakudus karena berkat Tuhan suaminya bisa pulih.
“Tuhan sungguh luar biasa. Saya berdoa di gereja, saya berdoa di Adorasi, beroda dan berdoa. Sampai saat ini saya usahakan selalu datang ke adorasi. Sungguh ini adalah sebuah pengalaman iman yang luar biasa,” kata Helen.
Ditambahkan, selama ini Rosario selalu ada dalam tasnya dan yang dibawa kemana-mana hanyalah untaian Rosario. “
Suatu waktu suami saya mengajak ke gereja, saya bahagia sekali. Sekarang suami saya sudah bisa bersih-bersih piring, bisa masak sendiri dan bahkan sudah bisa menyetir sendiri mobil,” ujar Helen.
Itulah kebahagiaan kami satu keluarga. Tuhan sungguh baik. Helen melalui dari kondisi suami yang tak berdaya, lumpuh total, akhirnya menjadi sembuh dan kini tinggal menunggu masa pemulihan.
“Tuhan Yesus terlalu baik,” kata Helen menutup percakapan.
Dari semua pengalaman ini, Helen menyadari bahwa Adorasi telah menjadi penguat. Selama suaminya di rumah sakit, ia tak pernah absen ketika ada Adorasi di gereja. Mungkin hanya dua kali dia absen, selebihnya, ia datang.
“Suami tanya gak capek? Aku mending di Adorasi lebih tenang, suami sekarang bisa bergerak bisa masak.”
Atas pengalaman tragedy ini, Helen banyak belajar. Ia menjadi semakin dekat dengan Tuhan. Ia bersyukur, karena berkat Tuhan selalu ada untuk keluarganya.
“Banyak pelajaran yang saya terima. Saya bilang ke Tuhan untuk dipanggil bekerja di ladang-Nya.”
Helen membagikan pengalaman ini sebagai rasa syukur karena dalam musibah yang melanda keluarganya, Tuhan hadir dan menjadi berkat.
“Saya akan sebarkan pengalaman ini kepada semua orang. Yang menolong saya cumam Tuhan,” pungkas Helen. (Herman)