PENAKATOLIK.COM, Pontianak- 16 April 2024, bertempat di Kediaman Christian Mara, dengan sebuah bangunan berupa Rumah Betang Panjang itu terletak di Jalan Wonodadi II, Kelurahan Desa Arang Limbung, Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Rumah Betang yang menjadi kediaman Christian Mara juga sejatinya representasi adat dan gambaran bahwa dahulu orang Dayak di pedalaman juga menempati tempat yang serupa. Bedanya sekarang setiap tiang-tiang diukir khas motif Dayak dengan corak warna kuning, putih, hitam dan merah.
Bagi Chistian Mara konsisten tidak cukup dengan batasan apa yang kita miliki saja, namun ada daya gerak untuk mempelajari hal-hal baru. Dalam diskusinya bersama tim Pena Katolik, dia mengakui bahwa sejatinya kecintaan dirinya pada kesenian justru sejalan dengan misi Katolik di Bumi Borneo.
Dia melihat bahwa selama ini Gereja Katolik banyak sekali memberikan dia jalan sekaligus pembelajaran iman untuk melihat kesucian dalam setiap ciptaan. Dia pernah diundang oleh Romo Edmund Nantes OP asal Filipina untuk hadir di Sekolah Tinggi Teologi Pastor Bonus Siantan karena itu masih hangat dalam ingatannya.
Perkembangan teknologi saat ini tidak membutakan mata Christian Mara untuk terus belajar dan berkarya dalam kesenian.
“Banyak yang sebenarnya bisa kita kerjakan dan apapun itu boleh kita kerjakan selagi tidak merugikan banyak pihak,” kata Chirstian Mara sore hari pada 15 April 2024.
Keterbatasan bukanlah penghalang
“Kalau boleh tahu, apa yang sedang dibuat ini Pak?” kata tim Pena Katolik. Dengan tenang dia mengatakan bahwa dia sedang membuat replika meriam yang biasa digunakan menjelang perayaan Idul Fitri di tepian Sungai Kapuas Pontianak.
Menurutnya, meriam itu juga bagian dari kebudayaan di Kalimantan Barat, karena proses pembuatannya lama maka jauh-jauh hari dia menyiapkan hal itu untuk persediaan barang-barang kesenian yang menjadi produknya. Dari sekian cerita kami sore itu, yang paling menarik dari kalimatnya adalah tentang daya gerak yang harus digerakkan secara kreatif.
Kreatifitas akan sendirinya mengalir jika mulai mengerjakan sesuatu untuk dikerjakan.
“Jangan berhenti berkarya. Apa yang bisa saya buat maka akan saya buat, apa yang tidak bisa saya kerjakan akan saya pelajari dan coba saya lakukan. Karena sebenarnya manusia itu kalau bergerak dengan sendirinya kreatifitas akan mengalir,” kata Chirstian Mara sembari mengerjakan karyanya.
Tampak jelas bahwa Christian Mara bukanlah sekedar penggiat seni dan pengrajin seni biasa. Dia mampu membaca situasi dan melihat bahwa keterbatasan bukanlah penghalang untuk berkarya. Lanjut dari itu, jika pemesan hendak mencari alat tradisional lengkap, maka bisa langsung datang ke kediamannya.
Di sana tak hanya Gong, Kenong, dan alat tabuh namun dia juga memproduksi Prisai, Pantak, dan alat musik senar Dayak yang tak asing ditelinga kita yakni Sape’. Selain mahir membuat bentuk karya dari kayu, dia juga merupakan pencipta lagu khas Dayak Bekidoh, salah satu diantaranya judul lagu yang tak asing di telinga warga Dayak Bekidoh yakni “Lagu Dayak Jangkang “DOMAMAKNG DOMIA” (Kal-Bar)” – ini juga bisa ditemukan di Youtube.
By. Samuel – Pena Katolik