Sabtu, November 2, 2024
25.2 C
Jakarta

Kongres APTIK ke-14, Kopaborasi Perguruan Tinggi Katolik untuk Transformasi Bersama

Konferensi Pers Kongres ke-41 APTIK di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta. IST

JAKARTA, Pena Katolik – Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK) mengadakan Kongres ke-41 di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta, 21-23 Maret 2024. Pada kesempatan ini juga di-launching buku Mencari Arah Bintang Seperti Tiga Orang Majusdari Timur. Buku ini merupakan reflrksi 40 tahun perjalanan APTIK di Indonesia.

Dalam konferensi pers, Kardinal Ignatius Suharyo mengatakan bahwa perguruan tinggi Katolik berperan dalam proses transformasi masyarakat. Peran ini perlu dijalankan dengan terus berpegang pada nilai-nilai luhur di setiap kampus.

“Peran inilah yang perlu terus disadari oleh perguruan tinggi Katolik,” ujar Uskup Agung Jakarta ini.

Sementara itu, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia, Mgr. Antonius Subianto Bunjamin OSC mengatakan bahwa perguruan tinggi Katolik adalah satu bagian dengan Gereja Katolik di Indonesia. Ia menyoroti sinergi yang selama ini sudah terjadi antara keduanya. Ia bersyukur, bahwa selama ini APTIK telah berperan selama 41 tahun untuk menjadi wadah bersama universitas dan kampus Katolik

Ketua APTIK, BS Kusbiantoro mengatakan, kongres membahas fenomena era disrupsi dan kolaborasi intensif antar kampus Katolik. Sinergi ini memungkinkan penggunaan aset-aset unggulan kampus untuk kepentingan bersama anggota APTIK. Kongres ini dihadiri 23 perguruan tinggi Katolik dari Sabang sampai Merauke. Pembahasan dalam kongres ini juga mencakup program dual degree dengan perguruan tinggi ternama luar negeri.

Kusbiantoro menyampaikan, APTIK perlu tanggap pada paradigma baru pendidikan tinggi yakni Brittle, Anxiety, Non-Linear (BANI) dan Illusion of Predictability. Paradigma ini menggeser cara pandang lama Volatility, Uncertainty, Complexity (VUCA) dan Ambiguity sebagai warna di era disrupsi terkini. Kusbiantoro mengatakan, perlu menyiapkan kurikulum pengajaran yang mengantisipasi fenomena kerapuhan mental di kampus.

Kusbiantoro juga menyoroti permasalahan kesehatan mental yang dialami mahasiswa dewasa ini.

“Meski angka persoalan kesehatan mental belum terdata secara akurat, namun masalah kecemasan, depresi, dan bunuh diri di kalangan remaja di era digital cukup menjadi keprihatinan bersama,” ujar Kusbiantoro.

Ketua Yayasan Atma Jaya Linus M Setiadi mengatakan, peran dan fungsi pendidikan tinggi saat ini menghadapi gugatan yang cukup serius. Ia menilai kolaborasi dalam skala yang lebih luas perlu dilakukan. Kolaborasi ini juga dengan pemerintah maupun dunia industri.

“Selain membahas adaptasi kurikulum terhadap paradigma disrupsi yang terbarukan ini, kolaborasi dan pengembangan kepedulian sebagai identitas Katolik untuk bisa menjadi jawaban terhadap persoalan-persoalan di tengah masyarakat sudah saatnya dilakukan,” kata Linus.

Rektor Unika Atma Jaya, Yuda Turana mendukung kolaborasi ini. Kolaborasi ini dilakukan lewat bidang tridharma dengan kesamaan misi dan visi. Ia berharap kolaborasi ini tidak hanya menghasilkan inovasi tetapi juga generasi muda yang berkarakter.

“Kolaborasi dan sinergisme berbagai keunggulan keilmuan lintas perguruan tinggi. Kami sebagai bagian dari APTIK, saat ini mendapat kehormatan sebagai tuan rumah 40 tahun APTIK, merupakan bagian dari misi from Semanggi to the nation,” ujar Yuda.

Sejarah APTIK awalnya dimulai dengan empat perguruan tinggi Katolik (Unika Atma Jaya, Jakarta; Unika Parahyangan, Bandung; Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta; dan Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya). Kini, APTIK menjadi beranggotakan 22 perguruan tinggi Katolik yang tersebar di Pulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Timur. (AES)

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini