SURABAYA, Pena Katolik – Minggu lalu, Paus Fransiskus menganugerahkan Bintang Ordo St. Gregorius Agung untuk Ignasius Jonan. Ia menjadi orang indonesia pertama yang mendapat kehormatan menjadi bagian dari salah satu Ordo Kesatria Vatikan. Penghargaan ini diberikan oleh Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, Mgr. Piero Pioppo di Kedutaan Besar Vatikan, 15 November 2023.
Sebelumnya, Pemerintah Jepang menganugerahkan penghargaan kepada mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI, Ignasius Jonan, pada Rabu, 9 November 2022 lalu. Pemberian anugerah ini atas dasar kontribusi Jonan dalam memperkuat kerja sama bilateral antara Indonesia dan Jepang.
Mantan Menteri Perhubungan RI itu menerima penghargaan tersebut bersama dua politikus senior yaitu Akbar Tandjung dan Sjarifuddin Hasan. Mereka menerima penghargaan secara langsung dalam upacara kenegaraan di Istana Kekaisaran, Tokyo yang dilaksanakan oleh Perdana Menteri dan dihadiri oleh Kaisar Naruhito.
“Siang ini saya menerima anugerah Bintang the Order of The Rising Star, Gold and Silver Star dari Pemerintah Jepang. Saya berterima kasih dan merasa mewakili semua rekan-rekan saya yang telah berkarya bersama saya di KAI, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Perhubungan dalam penerimaan anugerah ini,” kata Jonan seperti dikutip dari laman resminya.
Jonan berharap generasi yang lebih muda bisa membangun kerja sama yang lebih baik dan menguntungkan kedua negara, Indonesia dan Jepang, terlepas dari perkembangan zaman yang berubah ini.
Menurut keterangan pers KBRI Jepang, terdapat sejumlah tingkatan dari penghargaan tersebut. Diurutkan dari yang tertinggi, yaitu The Grand Cordon of the Order of the Rising Sun; The Order of the Rising Sun, Gold and Silver Star; The Order of the Rising Sun, Gold Rays with Neck Ribbon; The Order of the Rising Sun, Gold Rays with Rosette; The Order of the Rising Sun, Gold and Silver Rays, dan terakhir The Order of the Rising Sun, Silver Rays
Penghargaan The Order of the Rising Sun diberikan kepada individu yang telah mencapai prestasi luar biasa dalam hubungan internasional, mempromosikan budaya Jepang, dan pelestarian lingkungan. Penghargaan ini diberikan pertama kali oleh Kaisar Meiji pada 1875.
Pendidikan Katolik
Ignasius Djonan, lahir 21 Juni 1963. Jonan adalah sulung dari lima bersaudara. Ayahnya, Jusuf Jonan, pengusaha asal Surabaya. Sang ibu, putri seorang pejabat di Singapura. Ia melewati masa kecil hingga usia 10 tahun di Singapura.
Jonan merupakan alumnus SMA Katolik St. Louis 1 Surabaya, Jawa Timur dan pada tahun 1982. Ia lalu melanjutkan pendidikannya pada program studi S-1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNAIR, lulus tahun 1986. Ia juga pernah mengenyam pendidikan di Fletcher School, Universitas Tufts, Amerika Serikat. Posisi direktur beberapa perusahaan dijabatnya sebelum dipercaya menjadi Dirut PT KAI.
Ignasius Jonan terpilih kembali sebagai Dirut PT KAI (Persero) pada tahun 2013 oleh Menteri BUMN saat itu, Dahlan Iskan. Di PT KAI inilah, kiprah Jonan mulai dikenal. Ia berhasil mereformasi Perusahaan Spoor negara ini dari yang dulu smrawut kini menjadi moda transportasi terbaik di Indonesia.
Sejak ditunjuk sebagai Dirut PT KAI pada Februari 2009, Jonan memang langsung membuat gebrakan. Ia mengawali langkah dengan membenahi pelayanan dasar PT KAI. Ia mengubah orientasi perusahaan, dari orientasi produk ke orientasi pelanggan. Ia melakukan beragam perubahan agar badan usaha milik negara ini bisa bekerja maksimal memenuhi keinginan pelanggan.
Satu terobosan yang dilakukan Jonan adalah memberlakukan sistem piket bagi semua karyawan, termasuk dirinya dan para direktur PT KAI. Sebulan sekali Jonan semalaman berjaga di stasiun kecil. Saat Lebaran lalu, Jonan pun berjaga setiap malam. Pernah suatu malam, ia masih terjaga pada pukul 02.00 WIB. Padahal, pukul 05.00, ia harus berangkat naik kereta api menuju Yogyakarta. Kadang untuk melepaskan lelah, Jonan harus tidur di bangku kereta api.
Atas prestasinya ini, pada 26 Oktober 2014, Jonan diangkat menjadi Menteri Perhubungan dalam Susunan Kabinet Kerja Joko Widodo. Tak lama menjabat di poas ini, pada 14 Oktober 2016, Jonan kembali masuk ke dalam Kabinet Kerja Jokowi dan diangkat menjadi Menteri ESDM.
NIlai Toleransi
Warna Katolik diakui Jonan begitu mempengaruhi hidupnya. Meski begitu, saat menjadi menteri ESDM, ia mengatakan dia tidak pernah merasa minoritas. Saat itu ia merupakan satu-satunya menteri yang beragama Katolik dalam kabinet Presiden Joko Widodo.
“Saya 100 persen Katolik, tapi saya juga 100 persen Indonesia,” kata Jonan pada momen Konferensi Nasional Umat Katolik Indonesia di Universitas Atma Jaya Jakarta, 12 Agustus 2017.
Menurut Jonan, Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Sejak kecil, ia terbiasa dengan toleransi. Dia memiliki adik kandung yang beragama Islam dan tak pernah mempermasalahkannya.
“Karena saya berbhineka, toleransi aja enggak apa-apa. Saya punya keyakinan sendiri. Adik saya punya sendiri,” ujar Jonan.
Di keluarga Jonan menjalankan hal yang sama. Ia menceritakan, ia memperlakukan anaknya dengan cara yang sama. Nilai toleransi ia tanamkan, meski sejak kecil, ia membesarkan anak-anaknya dalam lingkungan iman dan keluarga Katolik. Menurut Jonan, keyakinan itu tidak seharusnya diperdebatkan. Bapak-bapak bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke telah berbhineka sejak awal.
“Saya besarkan anak saya dengan agama Katolik,” kata Jonan.
Selalu Membawa Rosario
Jonan pernah mengaku selalu membawa Rosario dan medali dengan gambar suci di kantong bajunya. Dengan membawa Rosario, Jonan selalu diingatkan untuk pasrah dan menyerahkan sepenuh hidup kepada Tuhan. Meski begitu, ia mengakui bahwa hal ini tidak mudah. Meski sudah berusaha keras, kadang sikap ini dirasa masih jauh.
“Saya selalu membawa ini. Saya kalau berdoa; Terjadilah kepadaku menurut kehendak-Mu. Tapi, ya praktiknya susah. Saya sebagai manusia tidak bisa pasrah 100 persen,” ujarnya.
Meski begitu, Jonan berusaha untuk selalu membawa Rosario ke mana pun ia pergi. Ia mengakui kebiasaan ini sudah sudah ia lakukan selama lebih dari sepuluh tahun. Ia juga medali pemberian sang ayah. Kedua benda istimewa ini ia bawa, kemanapun ia pergi. Ketika sedang melakukan perjalanan dengan kereta api, ia selalu menyediakan waktu untuk menggulirkan doa Rosario. Ia juga membawa lembaran doa Novena Tiga Kali Salam Maria dan doa-doa lain di dalam tasnya.
Bermisi di Era Modern
Sebagai seorang yang bekerja di bidang pemerintahan dan industri dalam waktu lama. Jonan tetap saja menganggap, bahwa sebagai orang katolik, perlu untuk menjalankan tugas perutusan di manapun berada. Untuk itu, ia beranggapan, bahwa di era industri 4.0, meyakini bahwa model perutusan Gereja telah berubah. Cara orang bermisi di zaman modern ini perlu disesuaikan dengan dogma Gereja yang tidak berubah seiring perubahan zaman, kedua hal ini perlu diselaraskan. Jika gaya berkomunikasi tidak berubah, Jonan mengkhawatirkan Gereja akan menjadi sepi.
“Untuk perutusan ke generasi yang lebih muda, komunikasi verbal Gereja juga harus mengikuti zaman,” ujarnya.
Kini setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri, Jonan masih aktif menjadi komisaris di beberapa perusahaan. Dari akun Instagramnya, Jonan sering membagikan kesehariannya. Salah satu adalah kegemarannya mengembangkan pertanian organik di rumahnya di Surabaya. Dengan menjalankan hobi budidaya tanaman hidroponik, Jonan berusaha terlibat dalam penghijauan lingkungan.
“Beberapa kawan menanyakan, apakah saya masih menjalankan hidroponik, tentu saja masih, hobi ini dapat membantu penghijauan,” ujarnya dalam salah satu unggahan di akun Instagramnya.
Di masa pandemi, Jonan juga masih rutin berbagi barang kebutuhan masyarakat kepada mereka yang membutuhkan di sekitar rumahnya. Dalam beberapa unggahan, ia terlihat membagikan sendiri barang bantuan ini. Meski pandemi mereda, ia masih melanjutkan kebiasaan baik ini.
“Saya masih melanjutkan berbagi, saya berharap, ada lebih banyak orang yang juga rela berbagi kepada sesama,” ujarnya.