Senin, Desember 23, 2024
26.7 C
Jakarta

Dua Wanita Kristen Ditelanjangi dan Diarak di Sebuah Lapangan di India, Bukti Nyata “Pembersihan Etnis” yang Disangkal Perdana Menteri Modi?

MUMBAI, Pena Katolik – Sebuah video yang memperlihatkan dua wanita Kristen, yang termasuk dalam kelompok etnis Kuki di India, diarak telanjang di jalan umum. Keduanya dianiaya oleh segerombolan pria dan telah memicu kemarahan baru. Peristiwa ini terjadi di tengah “pembersihan etnis” yang diarahkan pada orang Kristen di negara bagian Manipur, India timur laut. Seorang imam Katolik sebelumnya mengatakan istilah “pembersihan etnis” ini sebagai protes atas apa yang terjadi di India.

Insiden itu terjadi pada 4 Mei 2023, sehari setelah kerusuhan mematikan pecah antara Meitei yang mayoritas beragama Hindu dan suku Kuki-Zo yang mayoritas beragama Kristen di negara bagian terpencil. Pemimpin daerah ini berasal dari Partai Nasionalis Hindu BJP yang dipimpin Perdana Menteri India Narenda Modi.

Video berdurasi 26 detik itu memperlihatkan sekelompok pria, beberapa tampak seperti remaja, meraba-raba dan menyerang wanita secara seksual dan membawa mereka ke lapangan kosong. Setidaknya satu wanita, berusia 21 tahun, diperkosa beramai-ramai, menurut sebuah laporan yang diajukan oleh para penyintas. Pengaduan polisi mengatakan wanita lain berusia 42 tahun, dan gerombolan hingga 1.000 pria, beberapa di antaranya membawa senjata, menculik total tiga wanita.

Korban berusia 21 tahun, yang belum diidentifikasi secara publik, dikutip oleh media mengklaim bahwa polisi setempat terlibat dalam penyerangan tersebut.

“Polisi ada di sana bersama massa yang menyerang desa kami. Polisi menjemput kami dari dekat rumah dan membawa kami agak jauh dari desa dan meninggalkan kami di jalan bersama massa. Kami diberikan kepada mereka oleh polisi itu,” katanya seperti dikutip.

Mahkamah Agung India bereaksi pada 20 Juli, setelah video itu beredar di media sosial. Ketua Mahkamah Agung DY Chandrachud mengutuk peristiwa ini. Ia mengatakan, menggunakan perempuan sebagai instrumen di area perselisihan komunal untuk melakukan kekerasan gender sangatlah mengganggu. Ia menyampaikan, ini adalah pelanggaran HAM yang paling berat.

“Sudah saatnya pemerintah benar-benar turun tangan dan mengambil tindakan. Ini tidak bisa diterima.”

Pemimpin Katolik Mengutuk

Presiden Konferensi Religius di India, Suster Maria Nirmalini terkejut denga napa yang dilakukan para pelaku. Ia mengutuk Tindakan biadab ini, dan heran sebab hal ini seolah menjadi kejadian yang biasa terjadi di India.

“Sangat mengganggu melihat martabat perempuan dilanggar. Ini benar-benar terkutuk dan para pelaku serta polisi yang berdiri menonton harus dihukum.”

Sr. Nirmalini menuntut tindakan dari pemimpin negara bagian Manipur serta dari Pedana Menteri Narendra Modi. Ia mengkritik tidak adanya usaha serius pemerintah untuk menyelesaikan kasus kekerasan etnis yang terjadi di seluruh India.

“Begitukah cara mereka melindungi warga negara, dan terutama perempuan, di negara ini?” dia bertanya.

Uskup Agung Imphal, Mgr. Dominic Lumon mengatakan, bahwa dia terkejut dan berduka atas insiden tersebut. Ia merasa heran ketika kepedulian komunal semakin tidak terlihat. Ia heran sebuah kekerasan terhadap perempuan dari satu komunitas tidak mempengaruhi, atau membuat marah, perempuan dari komunitas lain.

“Kita harus menjunjung tinggi perempuan, bukan melenyapkan dan membunuh mereka. Kekerasan brutal ini, ditambah dengan pelanggaran lain yang dilakukan terhadap perempuan kami telah menyakitkan saya. Sangat tragis bahwa masyarakat terbelah berdasarkan garis komunitas sectarian,” katanya.

Kardinal Oswald Gracias, penasihat utama Paus Fransiskus, mengatakan, bahwa dia menundukkan kepalanya karena malu atas gambar-gambar itu. Ia mengutuk kejadian ini. Ia juga mendesak Polisi untuk menindak kejadian ini.

“Ini adalah noda bagi negara kita, aib bagi India. Perilaku bejat dan sadis ini sangat dikutuk. Ini adalah kejahatan keji terhadap perempuan kita, [dan] harus ada tindakan tegas yang diambil sebagai tindakan pencegahan. Ini adalah kekeliruan dari pihak pemerintah dan polisi, yang tidak bisa melindungi para wanita ini.”

Kardinal Gracias mencatat bahwa India yang akan merayakan peringatan 77 tahun kemerdekaannya pada 15 Agustus, negara itu membutuhkan “refleksi serius” tentang keselamatan perempuan dan gadis mudanya. Ia malu atas apa yang terjadi di India, ketika perempuan diperlakukan dengan keji dan tidak ada upaya serius dari pemerintah dan pihak keamanan.

“Apa yang bisa saya jawab kepada orang-orang yang bertanya kepada saya ketika saya bepergian ke luar negeri, ‘Apa yang terjadi di negara Anda?’” ujarnya.

Kardinal Gracias akan membawa bangsa India kepada Hati Maria Tak Bernoda, yang bertepatan dengan Hari Kemerdekaan India. Doa konsekrasi didaraskan setiap Misa, dan tahun ini Gereja Katolik kembali memohon perlindungan keibuan dari Bunda Terberkati bagi anak perempuan India, demi keselamatan dan kesejahteraan mereka.

Lebih dari 100 orang, sebagian besar orang Kristen, telah terbunuh sejauh ini di Manipur. Mereka dibunuh dalam pembantaian yang berlangsung tepat menjelang peringatan gerakan anti-Kristen pada Agustus 2008 di negara bagian Orissa.

Uskup Agung Tellicherry, Mg. Joseph Pamplany yang merupakan bagian dari Gereja Siro-Malabar India (yang bersekutu dengan Roma) menuduh bahwa kekerasan di Manipur sama dengan “pembersihan etnis umat Kristen”. Ia mendesak Modi untuk mempertahankan klaimnya selama pertemuan baru-baru ini dengan Presiden AS Joe Biden bahwa tidak ada diskriminasi agama di India.

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini