Pena Katolik, Medan- Perayaan Misa 100 Tahun Suster SFD digelar di Danau Toba Convention Hall pada Sabtu, 25 Maret 2023. Suster SFD merayakan perjalanan 100 tahun di Indonesia dengan mengusung tema “Persaudaraan Dina yang Bersatu di Hati, Dinamis, Bersemangat Missioner, dan Terbuka pada Perubahan Zaman”.
Sebagai tanda sukacita atas peristiwa bersejarah itu, lilin pesta 100 tahun untuk merayakan syukur itu akan dinyalakan oleh Ministra Umum Kongregasi SFD Sr Imelda Tampubolon SFD.
Misa dipimpin oleh Uskup Keuskupan Agung Medan, Mgr. Kornelius Sipayung OFMCap, didampingi oleh Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko, Uskup Keuskupan Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus, Uskup Banjarmasin, Mgr. Petrus Boddeng Timang, Uskup Keuskupan Agung Samarinda, Mgr. Yustinus Harjosusanto MSF, Uskup Keuskupan Wetebula, Mgr. Edmund Woga CSSR, dan Vikjen Keuskupan Ketapang, Pastor Laurensius Sutadi Pr, serta puluhan imam yang turut ambil bagian dalam perayaan ekaristi syukur hari itu.
Dalam homili yang dibawakan oleh Uskup Keuskupan Agung Semarang, Mgr. Robertus Rubiyatmoko, ia menjelaskan bahwa tanggal 17 April 2007 tarekat ini dimekarkan dengan tarekat yang berhukum Keuskupan atau Diosesan dengan wilayah provinsialat di Yogyakarta, yaitu Keuskupan Agung Semarang sampai sekarang ini. Uskup Robertus Rubiyatmoko juga menambahkan bahwa Suster SFD berkarya di banyak bidang, seperti pendidikan, asrama, panti asuhan, kesehatan, pastoral, panti jompo, dan lain sebagainya.
Misi Suster SFD dibangun dengan prinsip kedinaan, yang menjadi ciri khas tarekat ini. Kedinaan adalah sikap hidup yang rendah hati, kesederhanaan, dan sebagainya, yang jelas berbeda dengan kehinaan. Suster SFD dikenal juga sebagai Suster Putri-Putri Bunda Maria. Bunda Maria memiliki cerminan dari kedinaan para suster, yang pertama ditunjukkan dalam sikap lepas bebas dan tak terikat oleh dunia, hidup apa adanya, dan tidak memikirkan diri sendiri, melainkan memikirkan orang lain.
Kongregasi ini didirikan pada 26 Maret 1801 di Dongen, Belanda, oleh Muder Konstansia dan kawan-kawannya bersama satu Novis, satu Postulan, dan tujuh anak asrama. Pada tahun 1923, Kongregasi menebarkan sayap untuk bermisi ke Indonesia atas undangan Perfektur Apostolic pertama di Padang, yaitu Mgr. Liberatus Cluts OFMCap. Tanggal 17 Maret 1923, misionaris pertama (Sr. Edmunda Mulder, Sr. Hildegardis de Wit, Sr. Salesia Hazelzet, Sr. Leo Pelkmans, Sr. Pudentiana Cuelenaere, dan Sr. Laurentine Pijnenburg) berangkat dari Dongen, dan sebulan kemudian, pada tanggal 17 April 1923 mereka tiba di Medan, Sumatera Utara.
Syukur atas 100 Tahun di Indonesia
“Hari ini kita beryukur dan berterima kasih, 100 tahun merupakan usia yang cukup panjang apalagi kalau dibandingkan dengan usia manusia. Usia 100 tahun adalah usia yang istimewa, karena faktanya ada 211 suster berkaul baik kekal maupun sementara dan semua tersebar di 38 komunitas atau biara di 11 Keuskupan, tersebar luas di Indonesia. Maka boleh dibilang SFD ini tampak seturut waktu semakin subur maka itulah keistimewaannya,” kata Uskup Robertus Rubiyatmoko.
Dia juga menambahkan, Suster SFD berkarya dibanyak bidang misalnya pendidikan, asrama, panti asuhan, kesehatan, pastoral, panti jompo dan lain sebagainya. 100 tahun adalah bukti nyata bahwa ini merupakan tarekat yang dikehendaki oleh Allah karena kehadiran mereka diberkati dalam balutan penyelenggaraan ilahi. Untuk itu hari ini kita bersyukur bersama-sama karena memang ada alasannya.
Kedinaan tidak sama dengan kehinaan, kedinaan adalah sikap hidup yang rendah hati, kesederhanaan dan sebagainya jelas berbeda dengan kehinaan. Maka ke-dina-an lah yang menjadi ke khasan Suster SFD yang perlu dikembangkan terus menerus.
Suster SFD dikenal juga sebagai suster putri-putri Bunda Maria, dan Bunda Maria memiliki cerminan dari ke-dina-an dari para suster, yang pertama ke-dina-an dinampakkan dalam sikap lepas bebas dan tak terikat oleh dunia, hidup apa adanya bukan seadanya, tidak memikirkan diri sendiri justru memikirkan orang lain.
Kedua, menjadi manusia yang beriman tangguh dan teguh, menjadi pribadi pendoa dan mengihidupi kesatuan dengan Kristus. Yang Ketiga, siap untuk bermisi dan menjalankan tugas perutusan kapanpun, dimanapun dan dengan siapapun. Yang Keempat adalah siap untuk berubah, berbenah untuk perubahan lebih baik dan menjadi orang yang responsif terhadap setiap kejadian hidup untuk membawa perubahan untuk manusia dan gereja melalui kedianaan.
“Mari kita kita syukuri rahmat ini, dan kita hidupi kedinaan dalam Suster SFD untuk menjadi manusia perubahaan dalam sikap yang lepas bebas,” kata Uskup Robertus Rubiyatmoko sembari menutup homilinya.
Tentang Suster Fransiskus Dina (SFD)
Kongregasi SFD yang didirikan di Dongen Belanda dengan akte pendirian atau yang disebut dengan statuta SFD ditetapkan pada tanggal 23 Maret 1855 disebut sebagai Badan Pendidikan dan Pengajaran. Maka Pendidikan dan Pengajaran adalah misi utama para suster Missionaris ketika memulai misi di Indonesia maka dengan momen 100 tahun ini ditandai dengan penyusunan kurikulum ke-SFD-an dengan Maju SFD, Jaya SFD, Maju Pendidikan.
Bapak Walikota Medan, M Bobby A Nasution, berterima kasih kepada kongregasi Suster SFD atas kedatangan mereka dan sudah membantu kemajuan pendidikan di kota Medan. Walikota juga menceritakan sedikit latar belakang tantangan yang mungkin pemerintah dan kongregasi bisa berjalan besama untuk memperbaiki terus-menerus pendidikan dan peradaban terlebih khusus di kota Medan.
Menapaki langkah dalam pelayanan dalam 100 tahun
Ministra Umum SFD, Sr Imelda Tampubolon SFD dalam sambutannya bersyukur atas undangan-undangan yang turut dalam perayaan syukur 100 tahun suster SFD. Suster Ministra juga mengakui bahwa dalam menapaki perjalanan kongregasi kadang mereka mengalami keberhasilan dan kemajuan, namun adakalanya kami merasa gagal dan kadang kami dituntut untuk berhenti dan berefleksi semua pengalaman itu kami bingkai dalam doa dan harapan yang baik.
Diawali dengan tekat untuk menghadirikan kasih Allah, Suster dari Belanda dengan berani mendayung ke Indonesia untuk mengemban missi kemanusiaan dalam rahmat ilahi itu. Dalam rentang 100 tahun SFD hadir dan melayani di 11 keuskupan di Indonesia.
Menutup sambutannya Sr Imelda Tampubolon SFD mengatakan bahwa usia 100 tahun di SFD di Indonesia karena Kasih Allah kami bisa bekerja bersama segala lapisan elemen kami mengucapkan terima kasih atas sudah menjadi teman seperjalanan itu, kami menghaturkan limpah terima kasih. (PEN@/Samuel).