Pena Katolik – Sudah 10 hari, Pastor Vincente Liem de la Paz OP menjelajahi hutan Trung Lễ, Vietnam. Selama itu juga, persediaan makanan habis. Ia hanya makan dan minum dari buah kelapa bersama koster bernama Do Hoc. Situasi pengejaran kepada umat Katolik membuat Pastor Liem menempuh situasi ini.
Ia baru saja menyelesaikan tugasnya di Paroki Trung Lễ dan hendak berpindah ke tempat tugas barunya Paroki Trung Lao. Situasi yang tak memungkinkan ini membuatnya memilih berjalan kaki dan menyamar sebagai anggota Konfusius. Sebelum tiba di Trung Lao, Pastor Liem menyempatkan diri memberi katekese dan membaptis beberapa katekumen di Paroki Lục Thủy. Ia juga menyempatkan diri memimpin Misa dan menguatkan iman umat di situ.
Pastor Liem menghabiskan hampir dua bulan di hutan untuk bergerilya sampai tiba di tempat tugasnya yang baru. Selama perjalanan itu, ia membaptis hampir 100 katakumen dan menikahkan 20 pasutri. Ia juga mengadakan kunjungan pastoral untuk menguatkan iman umat yang saat itu menghadapi situasi penindasan oleh Kaisar Trinh Sâm (1739 – 1782).
Dominikan Saleh
Vincente memiliki nama Tonkin (Vietnam), Vinh Sơn Lê Quang Liêm. Liem lahir tahun 1731 di Desa Thôn Đông, Kecamatan Trà Lũ, Phú Nhai, Provinsi Nam Định, Vietnam. Ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga Katolik yang saleh dari pasutri Antôn dan Monica Thiều Đạo.
Kebiasan dan praktik hidup kekatolikan membuat Liem bertumbuh dalam kesalehan. Meski begitu, Liem dikenal sebagai anak yang lahir dalam keadaan sakit-sakitan. Sejak lahir hingga berumur satu tahun, Liem sering sakit-sakitan. Hal ini membuat orang tuanya tak terlalu berharap kepadanya.
Dalam perjalanan, kehendak Tuhan berkata lain. Ia bertumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas. Bukan itu saja, ia menjadi pribadi yang saleh. Ia mencintai doa pribadi dan devosi kepada Bunda Maria. Kebiasaan hidup rohani menjadikannya seorang remaja yang bersahaja.
Perubahan hidup Liem membawanya bergabung di Seminari Lục Thủy, Vietnam, pada usia 12 tahun. Setelah itu bergabung dengan novisiat Dominikan pada 9 September 1753. Setahun kemudian, ia mengikat profesi religiusnya dan memilih nama Vincent Liem de la Paz, yang berarti, “Vincent Liem penuh kedamaian”.
Liem menjelma sebagai seminaris yang dewasa dan memiliki kemampuan akademik yang menonjol. Rektornya Pastor Espinosa Huy, OP mengamati bahwa ada bakat yang luar biasa dari Liem. Maka itu, setelah tamat seminari menengah, Pastor Huy mengirimnya belajar di Universitas St. John Lateran di Manila, Filipina selama empat tahun.
Dari Universitas Lateran, ia menjalani studi teologi di Universitas Santo Tomás Metro Manila dengan spesialisasinya pada ilmu humaniora. Selama dua tahun Fr. Liem bersama empat rekannya Jose de Santo Tomas, Juan de Santo Domingo; Pedro Martir; dan Pedro de San Jacinto berhasil menyelesaikan studi mereka.
Pada 28 Januari 1755, ia ditahbiskan diakon dan ditugaskan di Paroki St. Ana Vietnam hingga ditahbiskan imam tahun 1758. Pada tanggal 3 Oktober tahun yang sama, dengan menumpangi kapal, ia dan empat rekannya kembali ke Vietnam dan tiba di sana tanggal 20 Januari 1759.
Di Vietnam, imam Dominikan ini melayani sebagai pengajar di seminari menengah Trung Linh selama 14 tahun. Ia juga diberi kepercayaan melayani di Paroki Qu Lt Lâm, Paroki Lục Thủy, Paroki Trung Lễ, Paroki Trung Lao, dan Paroki Lai Ổn.
Dalam Buku Gereja Katolik Vietnam vol. 1, digambarkan pelayanan Pastor Liem sebagai berikut: “Pelayanananya tidak terbatas di paroki saja. Ia adalah seorang penjelajah dan gerilyawan iman yang sejati. Ia masuk keluar pedesaan untuk memberitakan Injil. Meski saat itu ada penindasan terhadap Gereja, ia tidak pernah takut kehilangan nyawa.”
Pastor Liem terus mendesak umat untuk berani memberitakan Injil. Kepada mereka yang menderita, ia tampil untuk menghibur. Ia mendorong umat Katolik agar tidak kehilangan iman meski dalam situasi sulit.
“Madu Logistik”
Di masanya, bermisi di Keuskupan Tonkin, sama dengan bunuh diri. Zona merah menjadi penanda kejamnya wilayah pelayanan yang kini disebut Keuskupan Hải Phòng, Vietnam. Menjadi Katolik tidak ubahnya menjadi “mayat hidup” kala itu. Gereja hidup dalam kekejaman dua kaisar terkejam yaitu Kaisar Minh Mang (Nguyen Phuc Dam) dan Kaisar Trinh Sâm. Keduanya beragama Konghocu yang menentang keberadaan misionaris Eropa.
Sejarah Gereja mencatat, Vikaris Apostolik Oriental Tonkin kala itu Mgr. Jerónimo
(Girolamo) Hermosilla OP (1839-1861) menjadi satu-satunya Uskup terlama yang melayani di Tonkin. Sembilan Uskup sebelumnya baik dari Kongregasi Misi Etrangeres de Paris (MEP) atau Ordo Dominikan, tidak bertahan hidup. Selama 20 tahun karyanya di daerah Utara Vietnam itu, Mgr. Jerónimo mampu merebut hati umat.
Sekitar abad XVI, sudah ada Misionaris Jesuit, Fransiskan, MEP, dan Dominikan di
Vietnam. Kegiatan mereka berpusat di dua daerah yaitu Utara di Tonkin yang didominasi
Fransiskan dan Dominikan sementara Selatan Cochinchina didominasi Yesuit Perancis. Dalam historical catholic of Tonkin (1990), disebutkan di masa pemerintahan Kaisar Nguyễn Phúc Chủng atau Gia Long (1802-1820), dari Dinasti Nguyen, tercatat sudah ada 380 ribu umat Katolik di Tonkin. Di wilayah Conchinchina ada 70 ribuan umat.
Masa gemilang ini bisa disebutkan mencapai puncaknya di periode abad XVIII dimana para misionaris membangun relasi dengan Kaisar Nguyễn Phúc. Salah satu penyebabnya adalah Gereja menjadi penyumbang terbesar bagi Vietnam.
Cleod Mark, dalam The Vietnamese Response to French Intervention, 1991, menyebutkan Nguyễn Phúc menghargai Gereja karena para penderma. Cleod menggunakan istilah misionaris memberi “madu logistik” bagi kekuasaan Nguyễn Phúc. Sebagai balas jasa, iman Katolik diwartakan sebebas-bebasnya.
Namun, Cleod menyebutkan bahwa jauh sebelum kehadiran Mgr. Jerónimo, pujian pantas dilayangkan kepada para misionaris lokal seperti Pastor Liem dkk. Dengan keberaniannya, Pastor Liem menjadi misionaris yang tak pernah takut akan kematian, termasuk ancaman Kaisar Trinh Sâm, yang memerintah di Vietnam Utara (1767- 1782 M).
Hal ini terbukti ketika dirinya ditangkap pada 2 Oktober 1773 saat memimpin Misa di Paroki Lương Đống, Thái Bình. Ia tidak takut sama sekali bahkan ketika digiring ke Trần Văn Hiển di Xích Bích, tempat eksekusi para misionaris. Di sana, seorang prajurit kaisar memintanya melepaskan iman, tetapi Pastor Liem menolaknya.
Selama 12 hari di Xích Bích, Pastor Liem dikirim ke Phố Hiến. Di tempat ini, Pastor Liem dijanjikan jabatan sebagai penasehat kaisar, lagi-lagi ia menolaknya. Di penjara Phố Hiến juga, Pastor Liem bertemu Pater Jacinto Castaneda, OP yang lebih dahulu ditahan.
Tanggal 20 Oktober 1773, kedua imam Dominika dipaksa untuk memikul salib yang bertuliskan, “Hoa Lang Đạo Sư” (Tuan Lang Hoa) untuk mengingatkan keduanya tentang kebrutalan kaisar Tonkin Utara. Kendati beban di pundak yang berat, Pastor Liem tak pernah melepaskan imannya.
Menurut sejarawan Gispert, dalam buku, “Sử Ký Địa Phận Trung” (Kronik Agama Katolik Vietnam), kedua imam ini menjalani siksaan yang berat. Hingga akhirnya keduanya dihukum mati dengan cara yang keji yaitu dipenggal kepalanya. “Untuk Pastor Liem, ia adalah seorang misionaris sejati. Ia tidak takut mati bahkan demi umatnya,” tulis Gispert. Proses beatifikasi Pastor Liem dan Pastor Casteneda serta para martir Dominikan lainnya dimulai di masa penggembalaan Vikaris Apostolik Tonkin Mgr. Ignacio Delgado, OP. Pastor Liem dibeatifikasi pada 20 Mei 1906 oleh Paus Pius X. Rahmat kanonisasi diperolehnya pada 19 Juni 1988 oleh Paus Yohanes Paulus II. Ia dikenang setiap 24 November. (Antonius E. Sugiyanto/Yusti H. Wuarmanuk)