Rabu, Desember 25, 2024
26.3 C
Jakarta

Bacaan dan Renungan Sabtu 18 Februari 2023; Pekan Biasa VI (Hijau)

Bacaan Pertama Ibrani 11:1-7

“Berkat iman kita mengerti bahwa alam semesta diciptakan Allah.”

Saudara-saudara, iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat. Sebab oleh imanlah telah diberikan kesaksian kepada nenek moyang kita.

Karena iman kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat. Karena iman Habel telah mempersembahkan kepada Allah kurban yang lebih baik daripada kurban Kain.

Dengan jalan itu ia memperoleh kesaksian tentang dirinya bahwa ia benar, karena Allah berkenan akan persembahannya itu; dan karena iman pula, ia masih berbicara sesudah ia mati.

Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya. Sebab sebelum terangkat, ia memperoleh kesaksian, bahwa ia berkenan kepada Allah.

Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah itu ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.

Karena iman, maka Nuh mengikuti petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya.

Demikianlah Sabda Tuhan.

U. Syukur Kepada Allah.

Mazmur Tanggapan Mzm. 145:2-3.4-5.10-11

Ref. Ya Tuhan, aku hendak memuji nama-Mu selama-lamanya.

  • Setiap hari aku hendak memuji Engkau dan memuliakan nama-Mu untuk selama-lamanya. Besarlah Tuhan dan sangat terpuji; dan kebesaran-Nya tidak terselami.
  • Angkatan demi angkatan akan memegahkan karya-karya-Mu, dan akan memberitakan keperkasaan-Mu. Semarak kemuliaan-Mu yang agung akan kukidungkan, dan karya-karya-Mu yang ajaib akan kunyanyikan.
  • Segala yang Kaujadikan akan bersyukur kepada-Mu, ya Tuhan, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu.

Bait Pengantar Injil Markus 9:6

Ref. Alleluya, alleluya.

Langit terbuka dan terdengarlah suara Bapa. “Inilah Anak-Ku terkasih; dengarkanlah Dia”

Bacaan Injil Markus 9:2-13

“Yesus berubah rupa di depan para rasul.”

Pada suatu hari Yesus berbicara tentang bagaimana Ia akan menderita sengsara. Sesudah itu Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes, dan bersama mereka naik ke sebuah gunung yang tinggi.

Di situ mereka sendirian saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka, dan pakaian-Nya menjadi sangat putih berkilat-kilat. Tak ada seorang pun di dunia ini yang sanggup mengelantang pakaian seperti itu.

Maka nampaklah kepada mereka Elia dan Musa yang sedang berbicara dengan Yesus. Lalu Petrus berkata kepada Yesus, “Rabi, betapa bahagianya kami berada di sini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa, dan satu untuk Elia.”

Petrus berkata demikian, sebab tidak tahu apa yang harus dikatakannya, karena mereka sangat ketakutan. Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari awan itu terdengar suara, “Inilah Anak-Ku yang terkasih, dengarkanlah Dia!” Dan sekonyong-konyong, waktu memandang sekeliling mereka tidak lagi melihat seorang pun di situ kecuali Yesus seorang diri.

Pada waktu mereka turun dari gunung itu, Yesus berpesan supaya mereka jangan menceritakan kepada siapa pun apa yang telah mereka lihat itu sebelum Anak Manusia bangkit dari antara orang mati.

Mereka memegang pesan tadi sambil mempersoalkan di antara mereka apa yang dimaksud dengan “bangkit dari antara orang mati.” Lalu mereka bertanya kepada Yesus, “Mengapa ahli-ahli Taurat berkata, bahwa Elia harus datang dahulu?” Yesus menjawab, “Memang Elia akan datang dahulu dan memulihkan segala sesuatu.

Tetapi bagaimanakah halnya dengan Anak Manusia? Bagaimana tertulis bahwa Ia akan banyak menderita dan akan dihinakan? Tetapi Aku berkata kepadamu, memang Elia sudah datang, dan orang memperlakukan dia menurut kehendak mereka sesuai dengan yang tertulis tentang dia.”

Demikianlah Sabda Tuhan.

U. Terpujilah Kristus.

Doa di Atas Bukit

Pada Renungan Harian Katolik Sabtu 18 Februari 2023 dalam Injil Markus 9: 2-10 dikisahkan tentang Yesus yang naik ke atas gunung Tabor untuk berdoa bersama dengan tiga murid-Nya: Petrus, Yakobus dan Yohanes.

Ketika sedang berdoa, wajah Yesus berubah, pakaian-Nya juga menjadi putih berkilau-kilauan. Menurut Injil Markus, wajah Yesus berubah rupa sedemikian rupa hingga bercahaya seperti matahari, sementara pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang.

Peristiwa ini sering disebut sebagai transfigurasi. Dalam peristiwa itu, Musa (pemimpin peziarahan orang Israel meninggalkan Mesir) dan Elia (nabi terbesar dalam sejarah Israel) nampak dalam kemuliaan.

Ketiganya berbicara mengenai perjalanan Yesus ke Yerusalem. Apa maksudnya perjalanan Yesus ke Yerusalem? Yerusalem pusat kota dan peribadatan (kultus) orang Yahudi. Yerusalem adalah kota Allah.

Yesus adalah “Musa baru” yang akan menuntun peziarahan seluruh umat manusia dari perbudakan dosa dan kematian, menuju Yerusalem baru, yakni Kerajaan Allah.Peristiwa Transfigurasi ini diimani sebagai salah satu dari lima peristiwa penting dalam kehidupan Yesus (pembaptisan, penyaliban, kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga).

Transfigurasi Yesus di atas gunung Tabor merupakan bentuk penyataan jati diri Kristus sebagai Anak Allah, sehingga manusia dapat mengenal-Nya sebagai Juruselamat yang akan membawa kehidupan baru kepada seluruh umat manusia. Pada waktu peristiwa itu, terdapat tiga murid Yesus bersama dengan Dia: Petrus, Yakobus dan Yohanes.

Petrus menawarkan untuk mendirikan tiga kemah karena mereka sungguh bahagia. “Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” (Markus 9:5).

Petrus ingin tinggal di atas gunung, dalam kemuliaan dan kebahagiaan transfigurasi. Namun ia tidak menyadari konsekuensi dari keinginannya, yakni misi Yesus yang tidak akan terwujud. Lebih dari situ, dia tidak menyadari bahwa kemuliaan itu mesti dicapai lewat perjuangan, perubahan, jatuh-bangun dan penderitaan.

Permintaan Petrus untuk mendirikan kemah di atas gunung Tabor menunjukkan suatu sikap “nyaman”. Petrus dan teman-temannya terlena dalam zona nyaman dan tidak mau beranjak dari situasi itu.

Oleh karena itu, Yesus tidak membiarkan para murid terlena dalam kenikmatan hidup. Dia mengajak mereka turun dari gunung untuk ikut ambil bagian dalam peristiwa keselamatan. Ajakan Yesus untuk turun gunung merupakan pelajaran yang penting bagi para murid bahwa kenyamanan di atas gunung Tabor tidak berarti apa-apa. Kenyamanan, kebahagiaan, ketenangan, status quo mesti ditinggalkan untuk mencapai kemuliaan yang lebih besar.

Yesus sendiri rela meninggalkan zona nyaman dan masuk dalam zona yang tidak nyaman demi menyelamatkan manusia. Yesus juga hendak mengajarkan kepada para murid bahwa kemuliaan Golgota lebih agung dari kemuliaan Tabor.

Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan, di dunia ini, ada banyak tawaran duniawi yang benar-benar menjanjikan kenikmatan dan kenyamanan untuk hidup kita. Namun hanya ada satu tawaran yang benar-benar menjamin kebahagiaan sejati, yakni tawaran Tuhan.Tawaran Tuhan adalah kesetiaan dalam penderitaan dan kebahagiaan hidup.

Akan tetapi, terkadang kita merasa sulit untuk mendengar tawaran Tuhan karena kita sibuk dengan diri kita sendiri dan terbuai dengan kenikmatan duniawi. Kita cenderung tinggal di zona nyaman seperti yang dialami Petrus, Yakobus dan Yohanes: “Betapa bahagianya kami berada di tempat ini”.

Sikap semacam ini akan menyulitkan kita untuk melihat rencana Tuhan dalam setiap gerak-gerik hidup kita.Maka, melalui peristiwa transfigurasi, Yesus hendak mengajarkan kepada kita bahwa kebahagiaan di gunung Tabor akan kita dapatkan jika kita mau meninggalkannya dan naik ke Golgota. Ada tabor, ada golgota. Ada kebahagiaan, pasti ada panderitaan.

Kebahagiaan akan kita dapatkan jika kita mampu bertahan hidup dalam penderitaan, darah dan air mata. Apakah kita sudah berani untuk meninggalkan zona nyaman (Tabor) dalam hidup kita dan berani bergerak menuju ke golgota (Penderitaan)? Mungkin kita lebih senang mencari kenikmatan duniawi tanpa peduli dengan situasi yang ada di sekitar kita.

Seorang bapak bisa saja mencari tabor di tempat lain, dan membiarkan anak dan istri berada dalam zona yang tidak nyaman. Seorang istri bisa saja lebih asyik dengan “tabor-tabor”nya di mall dan pusat pembelajaan hingga lupa memperhitungan penghasilan suaminya.

Seorang anak bisa jadi lebih merasa bahwa tabornya ada pada fb, twiter, video game ketimbang pada buku pelajarannya. Masih ada banyak tabor-tabor lain yang ada dalam hidup kita, Yesus mengajak kita untuk turun dan berjalan bersama Dia menuju golgota.

Dan, untuk dapat turun dari gunung tabor (zona nyaman) hidup kita, hal pertama yang harus kita lakukan adalah berani untuk berubah dan mampu mengendalikan dari kenikmatan duniawi.

Sebab, tidak ada gunung tabor tanpa ada puncak golgota. Dan ketika kita telah mencapai golgota maka Allah akan menjadikan kita sebagai anak-Nya dan berkenan di hadapa-Nya. Tuhan memberkati kita. Amin.

Doa Penutup

Ya Allah, nama-Mu dimuliakan bila orang saling menaruh cinta kasih, sebab Engkaulah sumber segala kebaikan. Semoga semua orang Kauhimpun menjadi umat-Mu yang rukun bersatu dan saling menaruh cinta kasih agar mereka hidup bahagia. Dengan pengantaraan Tuhan kami, Yesus Kristus, Putra-Mu, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, Allah, sepanjang segala masa. Amin.

Sumber https://www.renunganhariankatolik.web.id/

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini