VATIKAN, Pena Katolik – Paus Paus Fransiskus mengkritik undang-undang di beberapa negara yang mengkriminalkan homoseksualitas. Ia menilai undang-undang ini sebagai bentuk “ketidakadilan”. Ia mengatakan, Tuhan mencintai semua anak-Nya, sebagaimana adanya.
“Menjadi homoseksual bukanlah kejahatan,” kata Paus Fransiskus dalam wawancara eksklusif Selasa dengan The Associated Press.
Paus Fransiskus mengakui bahwa para uskup Katolik di beberapa bagian dunia mendukung undang-undang yang mengkriminalkan homoseksualitas atau mendiskriminasi warga LGBTQ. Namun ia mengaitkan sikap seperti itu dengan latar belakang budaya. Ia mengatakan, para uskup khususnya, perlu menjalani proses perubahan dan mengakui martabat setiap orang.
“Menjadi homoseksual bukanlah kejahatan. Itu bukan kejahatan. Ya, tapi itu dosa. Baik, tapi pertama-tama mari kita bedakan antara dosa dan kejahatan,” kata paus kepada AP.
Gereja Katolik mengutuk diskriminasi yang tidak adil terhadap mereka yang memiliki ketertarikan sesama jenis. Namun, Gereja bersikap bahwa homoseksual merupakan situasi yang “tidak teratur secara intrinsik”.
Wawancara ini dilakukan di Wisma St Marta Vatikan, 24 Januari 2023. Saat itu, Paus menegaskan kembali posisi Takhta Suci, bahwa undang-undang yang mengkriminalkan homoseksualitas secara langsung “tidak adil”.
Di sini harus secara jelas dipahami antara diskriminasi dan dosa. Paus Menegaskan, keduanya berada pada posisi yang berbeda.
Pernyataan ini nyatanya selaras dengan sikap Paus Benediktus XVI. Ketika itu, Vatikan mengeluarkan pernyataan pada tahun 2008 yang mendesak agar “setiap tanda diskriminasi yang tidak adil terhadap kaum homoseksual harus dihindari”. Paus Benediktus XVI menegaskan, negara-negara harus “menghapus hukuman pidana terhadap mereka.”
“Kita semua adalah anak-anak Tuhan, dan Tuhan mencintai kita apa adanya dan untuk kekuatan kita masing-masing berjuang untuk martabat kita,” kata Paus Fransiskus.
Paus mengatakan kepada AP bahwa para uskup yang mendukung undang-undang yang mengkriminalisasi homoseksualitas “harus memiliki proses pertobatan”. Mereka harus menerapkan “kelembutan, seperti yang Tuhan miliki untuk kita masing-masing.” Paus Fransiskus mengaitkan sikap seperti itu dengan latar belakang budaya. Ia mengatakan, para uskup khususnya, perlu menjalani proses perubahan untuk mengakui martabat setiap orang.
“Setiap pria dan setiap wanita harus memiliki jendela dalam hidup mereka di mana mereka dapat mencurahkan harapan mereka dan di mana mereka dapat melihat martabat Tuhan. Dan menjadi homoseksual bukanlah kejahatan. Itu adalah kondisi manusia,” katanya.
Menurut Katekismus Gereja Katolik, “tindakan homoseksual pada dasarnya tidak teratur” dan “dalam keadaan apa pun tindakan itu tidak dapat disetujui”.
Panggilan
Pada wawancara yang sama, Paus Fransiskus menegaskan bahwa setiap orang dipanggil untuk memenuhi kehendak Tuhan. Ia menegaskan, orang dengan kecenderungan homoseksual juga dipanggil menuju kekudusan.
“Orang-orang ini dipanggil untuk memenuhi kehendak Tuhan dalam hidup mereka dan, jika mereka adalah orang Kristen, untuk bersatu dengan pengorbanan Salib Tuhan kesulitan yang mungkin mereka hadapi dari kondisi mereka. Orang homoseksual dipanggil untuk kesucian. Dengan kebajikan penguasaan diri yang mengajari mereka kebebasan batin, kadang-kadang dengan dukungan persahabatan tanpa pamrih, dengan doa dan rahmat sakramental, mereka dapat dan harus secara bertahap dan tegas mendekati kesempurnaan Kristiani.”
Pada tahun 2021 kantor doktrin Vatikan mengeluarkan klarifikasi yang disetujui oleh Paus Fransiskus, bahwa Gereja tidak dapat memberkati persatuan sesama jenis karena “Tuhan tidak dapat memberkati dosa.”
Namun, bukan berarti Gereja menolak mereka orang homoseksual. Vatikan menyatakan pada saat itu bahwa “komunitas Kristiani dan para Gembala dipanggil untuk menyambut dengan hormat dan dengan kepekaan, orang-orang yang memiliki kecenderungan homoseksual. Kepada mereka, Gereja terus berusaha menemukan cara yang paling tepat, sesuai dengan ajaran Gereja, untuk mewartakan Injil kepada mereka dalam kepenuhannya.”
Data
Komentar Paus Fransiskus, yang dipuji oleh para pembela hak-hak gay sebagai tonggak sejarah. Pernyataan ini pertama kali diucapkan oleh seorang Paus, tentang undang-undang semacam itu.
Namun, pernyataan ini oleh sebagian orang salah dimengerti. Ada yang menuduh pernyataannya bertentangan dengan ajaran Gereja.
Sekitar 67 negara atau yurisdiksi di seluruh dunia mengkriminalkan aktivitas seksual sesama jenis. sebanyak 11 di antaranya menjatuhkan hukuman mati, demikian menurut The Human Dignity Trust. Di AS, lebih dari selusin negara bagian masih memiliki undang-undang anti-sodomi, meskipun putusan Mahkamah Agung tahun 2003 menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak konstitusional. Pendukung hak gay mengatakan undang-undang ini kuno dan digunakan untuk membenarkan pelecehan. Aturan ini menunjuk ke undang-undang baru, seperti undang-undang “Jangan katakan gay” di Florida sebagai upaya berkelanjutan untuk meminggirkan orang-orang LGBTQ.