Pena Katolik – Dalam salah satu cerita paling awal yang berkaitan dengan pohon Natal, ini dimulai dari seorang kudus Katolik abad kedelapan, Santo Bonifasius (675-754) yang adalah Uskup Winfrid, Inggris. Ia yang pergi ke Jerman pada abad kedelapan, tepatnya ke Hesse, untuk memberitakan iman Kristen sebagai seorang misionaris dari Gereja Roma.
Setelah beberapa periode memberitakan Injil, yang tampaknya berhasil, Bonifasius pergi ke Roma. Ia berjumpa dengan Paus Gregorius II (715-731). Setelah lama absen, dia kembali ke Geismar, Jerman, untuk merayakan Natal tahun 723. Ia kaget bukan main, orang Jerman telah kembali ke penyembahan berhala kepada dewa pagan mereka. Saat itu, mereka bersiap untuk merayakan titik balik matahari musim dingin dengan mengorbankan seorang pemuda di bawah suci Odin berwujud sebuah pohon ek. Dipicu oleh amarah suci, seperti halnya Musa oleh anak lembu emas, St Bonifasius mengambil kapak dan menebang pohon ek itu. Tindakan berani ini secara historis ini berarti kemenangan agama Kristen di Jerman atas dewa-dewa pagan.
Di belakang pohon ek itu, tumbuh pohon cemara kecil. Ia melihat, pohon itu seakan menjadi lambang kehidupan. Bonifasius mengambil pohon cemara itu dan membawanya ke desa terdekat. Rombongan Bonifasius lalu meletakkan pohon itu di tengah aula besarnya. Selanjutnya, mereka meletakkan lilin di dahannya, dan tampaknya dipenuhi bintang. Kemudian, Boniface, duduk di bawah pohon itu, dan malam itu mulai diisi dengan kisah Betlehem, Bayi Yesus di palungan, para gembala, dan para malaikat.
Semua mendengarkan dengan penuh perhatian. Seorang anak kecil, duduk di pangkuan ibunya, berkata, “Ibu, dengarkan sekarang, karena aku mendengar malaikat-malaikat itu bernyanyi lagi di belakang pohon.”
Sejak saat itu, pohon cemara menjadi bagian penting dari Perayaan Natal. Saat kita berkumpul di sekitar pohon Natal, semoga kita bersyukur atas anugerah iman kita. Kita menyimpan kisah kelahiran Juruselamat kita di dalam hati kita, dan mendengarkan nyanyian para malaikat.