Katedral Jakarta dan Kisah Kelahiran Sumpah Pemuda

0
2967
Para pemuda berkumpul dalam Kongres Pemuda ke-II. IST

Pena Katolik – Malam hari, 27 Oktober 1928, pemuda dari beragam daerah di Indonesia berkumpul di sebuah gedung yang tepat terletak di belakang Gereja St. Maria Diangkat ke Surga Jakarta. Pada saat itu,

rapat pertama Kongres Pemuda II digelar di Gedung Katholieke Jongelingen Bond (KJB) atau Perhimpunan Pemuda Katolik.

Di sini dan saat inilah, “benih-benih” ikrar Sumpah Pemuda yang fenomenal itu mulai dicetuskan. Data sejarah ini menjadi salah satu bukti, peran pemuda Katolik pada zaman itu, dalam “menyatukan” bangsa Indonesia.

Tahun ini, Sumpah Pemuda akan merayakan ulang tahun ke-94. Dokumentasi sejarah Sumpah Pemuda di “halaman” Katedral Jakarta ini, kini dapat dilihat dan ditelusuri di Museum Katedral, yang letaknya bersebelahan dengan bekas Gedung KJB yang kini telah menjadi Gedung Pertemuan Gereja Katedral Jakarta.

Gedung KJB

Gedung KJB pertama berdiri berkat jasa Romo Jan van Rijkervosel. Imam asal Belanda inilah yang pada awalnya menjadi inisiator pembangunan gedung ini. Gedung KJB sudah mulai digunakan sejak 1918.

Hal ini rasanya menjadi bukti, keberpihakan para imam misionaris pada saat itu, kepada kaum pribumi dan gerakan kemerdekaan. Pada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Katholieke Sociale Bond (KSB). Keberpihakan itu jelas. Kelak, KSB ini membentuk sebuah organisasi sayap yaitu Katholieke Jongelingen Bond (KJB).

Beberapa tokoh Kongres Pemuda ke-II saat bertemu kembali di Gedung Sumpah Pemuda. IST

Kongres Pemuda ke-II ini ini adalah kelanjutan dari Kongres Pemuda Pertama yang berlangsung pada 30 April hingga 2 Mei 1926. Data sejarah kongres ini terekam dalam koran  Bataviaasch Nieuwsblad yang terbit 29 Oktober 1928. Di koran ini diberitakan, bahwa pada kongres di Gedung KJB itu, salah satunya merupakan pidato yang disampaikan Mohammad Yamin. Isi pidato Yamin saat itu menekankan pentingnya persatuan di antara pemuda Indonesia. Pada saat itu, dia menekankan lima hal, yakni sejarah, bahasa, hukum atau adat, pendidikan, dan kehendak untuk bersatu.

Sekitar 700-an pemuda menghadiri Kongres Pemuda ke-II itu, termasuk di antara mereka adalah pemuda dari kalangan Katolik di antaranya Agustine Magdalena Waworuntu. Sedangkan dari kalangan Protestan ada J. Leimena, RCL Senduk, dan Arnold Monotutu. Selain para pemuda nasrani itu, kongres dihadiri utusan dari organisasi-organisasi pemuda Tanah Air. Utusan lain yang bisa disebut adalah dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, dan maasih banyak yang lain lagi.

Ide memakai Gedung KJB sebagai lokasi Kongres Pemuda ke-II ini berasal dari aktivis Jong Ambon, Johannes Leimena. Saat itu, gerakan kemerdekaan tentu masih menjadi “barang terlarang” untuk diomongkan apalagi dilakukan secara terang-terangan. Pada zaman itu, di Jakarta belum banyak gedung berukuran besar yang bisa menampung pemuda dalam jumlah banyak. Kalaupun ada, belum tentu gedung itu boleh digunakan untuk kegiatan para pemuda itu. Gedung KJB dipilih karena ikatan antara para pemuda itu, juga karena dukungan KJB bagi kemerdekaan.

Tiga Lokasi

Setelah pertemuan hari pertama, Kongres Pemuda ke-II sesi pagi diadakan di Oost-Java Bioscoop atau sekarang berada di Jalan Medan Merdeka Utara. Pada sesi sore, Kongres Pemuda ke-II dilanjutkan di Gedung Indonesische Clubgebouw yang sekarang adalah Museum Sumpah Pemuda yang terletak di Jalan Kramat Raya No 106.

Di Gedung ketiga inilah, Wage Rudolf Supratman memperkenalkan lagu Indonesia Raya. Supratman membawakan hasil gubahannya itu untuk pertama kali dengan biola Stradivarius. Selanjutnya, puncak dari Kongres Pemuda ke-II ini adalah ikrar Sumpah Pemuda yang dibacakan seluruh peserta yang berasal dari berbagai suku bangsa dan agama.

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here