YOGYAKARTA, Pena Katolik – Romo Frans Magnis Suseno mengungkapkan kekagetannya atas kabar duka kepergian, Buya Ahmad Syafii Maarif. Dalam sebuah pesannya, ia mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia kehilangan betul. Menurutnya, Syafii Maarif adalah pribadi yang memperlihatkan keagamaan yang kokoh.
Dosen di STF Driyarkara Jakarta itu menuturkan, Syafii Maarif adalah orang yang memajukan memajukan kebaikan bangsa dan sahabat lintas iman. Syafii Maarif menunjukkan bagaimana 100 persen berakar dalam agamanya, tetapi juga terbuka bagi semua. Semua mampu merasakan adanya Syafii Maarif sebagai sahabat.
“Semoga beliau diterima dalam kerahiman dan kasih ilahi. Tuhan, kami merasa berterima kasih bahwa orang seperti buya, Kau berikan kepada kami, Requiescat in pace, semoga buya beristirahat dalam damai Tuhan,” demikian Romo Magnis mengakhiri kesannya atas kepergian Syafii Maarif.
Sementara itu, Uskup Agung Jakarta, Kardinal Ignatius Suharyo turut mendoakan Syafii Maarif. Ia melihat sosok tokoh Muhammadiyah itu sebagai guru bangsa yang hingga kepergiannya tak lelah menyedukan kerukunan di tengah kemajemukan Indonesia. Hal ini seperti disampaikan Sekretaris KAJ, Romo Adi Prasojo yang mewakili Kardinal Suharyo.
Tokoh Toleransi
Bersama almarhum Gus dur, Syafii Maarif sebagai dua tokoh toleransi Indonesia. Keduanya, bersama juga tokoh agama lain misalnya Kardinal Julius Darmaatmaja SJ dan Bikku Sri Pannavaro Mahathera menjadi tokoh-tokoh kunci dalam bangunan toleransi dalam sejarah Indonesia modern. Peran mereka begitu terasa saat menjelang turunnya Presiden Suharto yang kemudia dikenal sebagai Reformasi.
Pada suatu kesempatan, Kardinal Darmaatmaja mengenang bagaimana perjumpaannya dengan Syafii Maarif pada masa Reformasi, saat ia baru saja dipindahkan untuk memimpin KAJ. Kardinal Darmaatmaja melihat sosok Syafii Maarif sebagai tokoh yang pluralis di tengah keberagaman hidup masyarakat Indonesia.
Tokoh katolik lain yang memiliki kedekatan dengan Syafii Maarif adalah Romo Frans Magnis Suseno SJ. Pada suatu keempatan, Romo Magnis melihat Syafii Maarif yang memberikan rasa aman. Ia melihat Buya adalah pribari yang sikap hidupnya merupakan bukti kebersamaan, keagamaan, serta kedamaian.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatut Tholibin, Rembang, Jawa Tengah, KH Mustofa Bisri menuturkan pernah satu kemah ketika menunaikan ibadah haji bersama Buya Syafii Maarif. Dia mengaku mengagumi kesederhanaan Buya Syafii Maarif yang terus dipelihara sampai akhir hayatnya. “Orang mau sikap sederhana mudah, bersikap jujur juga mudah, mempunyai tekad perjuangan untuk agama dan bangsa itu mudah. Yang sulit adalah terus bersikap seperti itu, dalam bahasa kia disebut istikamah,” kenangya.
Gus Mus melanjutkan Buya Syafii Maarif istikamah menjadi guru bangsa, istikamah menjadi teladan umat, dan istikamah dalam akhlakul karimah. Dia menyamakan almarhum Buya Syafii sebagai seorang waliyullah.