Minggu, November 17, 2024
30.1 C
Jakarta

Siapa yang Beruntung adalah Yang Sudah Menyiapkan Diri

Pena Katolik- Serangkaian peristiwa besar yang setiap kali terjadi pada manusia, tentunya mkanusia selalu mengalami apa yang disebut dengan rasa takut. Katakanlah ketika terjadi pandemi covid-19 diseluruh dunia saat ini, awal terjadinya pandemi covid19 menimbulkan ketakutan bahkan peristiwa yang baru-baru terjadi yaitu gencatan senjata di Ukraina oleh Russia hampir dan berpotensi untuk membuat dunia terancam, termasuk pula ketakutan yang menyertai kita.

Jika dilihat dari sudut pandang lain misalnya secara ekonomi, barangkali; barang yang kita beli ini tidak bisa kita jual atau barangkali (pengusaha) jadi takut tidak bisa membayar gaji pegawai karena ekonomi berhenti ditambah dengan PSBB. Kemudian situasinya bisa berkembang menjadi lebih jauh. “ ini adalah potensi rasa takut yang belum tentu menjadi kenyataan.

Namun perlu diwaspadai, ketakutan itu bisa menjadi kenyataan setelah beberapa bulan atau jangka waktu tertentu maka masuklah ia yang awalnya hanya prasangka kemudian menjadi rill yaitu ketakutan yang kemudian menjadi rasa sakit. 

Takut adalah pontensial

Alangkah sepinya hidup tanpa warna, namun kebanyakan warna juga berpotensi membuat manusia bingung dan bimbang. Kebimbangan bisa terjadi saat ia (kita, mereka, atau saya) mengalami kondisi ketakutan atas ketidakpastian tujuan dan arah. Meskipun awalnya ketakutan bermuara dari persepsi peribadinya.

Kata kuncinya adalah “takut adalah potensial dan sakit adalah rill”

Namun demikian ada pepatah yang mengungkapkan demikian: “Merasa sakit itu normal, mengatasinya adalah sebuah prestasi. Tetapi ada juga kata bijak lain yang menggambarkan tentang kesakitan, bunyinya demikian, “sebelum rasa sakit seseorang melebihi rasa takutnya maka sesungguhnya manusia itu belum mau berubah.”

Alangkah indahnya jika kita bisa merasakan rasa sakit dan dapat diatasi sampai tuntas. Namun celakanya saat ia hendak mengatasi rasa sakitnya kemudian muncul rasa sakit yang baru. Memang kebanyakan dari kita melihat hal itu sebagai bentuk siklus atau mungkin ada pendapat lain?

Dari fenomena itu jika dilihat lebih dalam yang dibutuhkan manusia dalam kondisi saat itu adalah sikap perubahan. Dalam mencapai sebuah perubahan tentunya, manusia membutuhkan energi yang menggerakkan manusia atau orang itu sendiri. Saat-saat terhimpit atau dilema itulah biasanya muncul energi (mungkin saja kondisi keterpaksaan) yang menuntut harus ada perubahan.

Ini sesungguhnya disebut dengan energi perubahan. Energi perubahan itu justru datang dalam situasi seperti ini.

Bukankah kita harus berubah sebelum waktunya tiba. Namun kadang kita selalu menyangkal dan mengatakan itu tidak benar atau mengatakan itu terlalu kecil. Kita katakan itu tidak terjadi pada diri kita dan masih banyak contoh sebagainya.

Sebetulnya kondisi ini bisa masuk dalam suatu wilayah perubahan. Tentunya kita membutuhkan komitmen (jika tidak maka tidak memulai ), konsistensi (tidak selesai) dan tentunya mau melakukan sesuatu yang tidak mudah ( mau yang mudah maka akan digerus oleh kompetisi).

Perubahan butuh kecerdasan

Belum lama ini, saya melihat paparan yang disampaikan oleh seorang Profesor ternama di Indonesia dan juga sudah menulis karya-karya pikirannya dengan buku yang ia terbitkan. Adapun buku yang pernah saya baca diantaranya ada Self Driving, Agility “Bukan Singa yang Mengembek” dan #MO “Sebuah Dunia Baru yang Membuat Orang Gagal Paham” – siapa lagi kalau bukan Prof Rhenald Kasali.

Dalam akun youtube Rumah Perubahannya dengan Judul “Future Inteligence” – Prof Rhenald Kasali menjelaskan ada enam jenis kecerdasan baru yang dibutuhkan untuk kondisi-kondisi seperti saat ini.

“Saya tidak tahu apakah anda percaya atau tidak pada ucapan Jack Ma yang mengatakan pada tahun 2030, bahwa 80% perdagangan dunia akan melalui e-commerce. Tapi saya melihat kemungkinan besar bisa saja bergerak lebih cepat dan lebih awal,” kata Prof Rhenald Kasali.

Rhenal Kasali menjelaskan diperlukannya kecerdasan-kecerdasan untuk menangkap kesempatan ini. Menurutnya kita boleh percaya dan boleh tidak. Jika orang percaya maka mereka harus mempersiapkan diri jauh-jauh hari.

Sejumlah Psikologi menemukan post pandemi Covid-19 ini memerlukan 6 kecerdasan baru. Kecerdasan pertama disebut dengan “Technological Intellingence”- yaitu kecerdasan bagaimana memanfaatkan, mengikuti dan menggunakan teknologi, oleh karena itulah anak-anak mulai dari sekarang harus dilatih untuk terbiasa menggunakan teknologi.

Kecerdasan kedua yaitu “Contextual Intellingence” – karena bekerjanya dibelakang teknologi maka sering kali orang yang tidak paham konteks dimana dia berada. “Contextual Intellingence” juga harus dilatih dalam kehidupan rill. 

Selanjutnya bagian ketiga kecerdasan yang disebut sebagai “Social & emotional Intelligence”- hal ini sangat diperlukan karena sekarang banyak sekali anak-anak yang sejak kecil hanya aktif didepan teknologi dan akbhirnya tidak memiliki kecerdasan emosional untuk merespon atau menghadapi orang-orang disekitarnya dan dengan beragam perilaku.

Kemudian keempat ada kecerdasan yang disebut “Generative Intelligence” – yaitu kecerdasan untuk menangkap kesempatan atau peluang betapa banyak kesempatan muncul didunia rill ini, tetapi banyak diantara kita tidak bisa menangkap kesempatan-kesempatan itu.

Selanjutnya ada kecerdasan yang disebut sebagai ” Explorative transformational intelligence” – kecerdasan untuk mengeksplore berbagai kesempatan tadi dan kemudian melakukan transformasi terutama anda yang berada didunia lama.

Sedangkan kecerdasan yang keenam disebut sebagai “Moral Intelligence” – yaitu kecerdasan untuk bekerja menggunakan nilai-nilai yang berlaku secara universal. So, pada dasarnya untuk mencapai puncak yang paling tinggi apakah itu sebagai ilmuwan, jurnalis/wartawan, organisasi, pengusaha, apakah itu sebagai pegawai atau sebagai pimpinan perusahaan yang diperlukan bukan semata-mata pengetahuan saja.

Integritas

Dari pemaparan diatas, mungkin saja manusia boleh sangat cerdas tetapi kuncinya adalah apakah mereka dapat dipercaya atau tidak. Untuk itu maka terdapat nilai-nilai yang disebut sebagai integritas. Kemudian integritas inilah basis karakter yang membuat mereka (manusia, kita, anda dan saya) dapat dipercaya atau tidak maka hanya mereka yang siap dan yang mampu mendapatkan kesempatan ini.

Mari kita hadapi pasca covid-19 ini dengan kewaspadaan tetapi tentu saja tetap harus menyiapkan diri untuk siap menatap perubahan dengan harapan baru. Kemudian akhirnya siapa yang beruntung adalah mereka yang sudah menyiapkan diri jauh-jauh hari.

Samuel – Pena Katolik

Komentar

Tinggalkan Pesan

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Terhubung ke Media Sosial Kami

45,030FansSuka
0PengikutMengikuti
75PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

Terkini