NYARUMKOP, Pena Katolik – Tidak asing didengar dengan adanya istilah Orang Kaya Baru (OKB) alias Newly Rich. Hal ini bisa saja terjadi dalam kalangan masyarakat yang dulu hidupnya jauh dari kemewahan.
OKB dapat digambarkan dengan istilah kemewahan bahwa segala kebutuhan sudah tersedia baik terkait sandang, pangan dan fasilitas. Hal itulah yang mau diingatkan Mgr. Agustinus pada lima imam baru yang ditahbiskan di Kompekls Persekolahan Nyarumkop pada Kamis pagi 24 Februari 2022.
Sindiran istilah OKB ini disampaikan Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus Agus dalam homilinya adalah untuk mengingatkan para imam muda agar tidak terlena dengan fasilitas dan kenyamanan yang diberikan setelah ditahbiskan. Mgr. Agustinus juga berharap mereka (imam muda) tetap pada tugas panggilannya dan selalu menghayati makna panggilan mereka sesuai dengan motto yang sudah dipilih.
Patut kita ucapkan proficiat kepada lima imam baru yang telah ditahbiskan pada Kamis pagi 24 Februari 2022 di Gereja Santa Maria Persekolahan Nyarumkop. Mungkin bisa dikatakan momen yang langka sekaligus tiga kelompok yang ditahbiskan oleh Uskup Agustinus Agus.
Tahbisan kali ini ada dua imam projo RD Rupinus Kehi dan RD Donatus. Kemudian ada dua imam dari tarekat Kongregasi Carmelitae Sancti Eliae alias CSE, yakni RP Oliver Maria CSE dan RP Mansur Mariam CSE. Kemudian ada satu imam dari tarekat dari Misionaris Para Rasul Kudus (MSA) yaitu RP Fransiskus Roke MSA.
Makan malam bersama Uskup dan orang tua
Sebelum masuk pada hari tahbisan, ada kebiasaan bagi Mgr. Agustinus untuk mengumpulkan orang tua dari imam di malam sebelum hari anak mereka ditahbiskan. Mgr. Agustinus menjelaskan dengan umat dan orang tua bahwa sejak Mgr. Agustinus menjadi Uskup Sintang kebiasaan seperti ini sudah menjadi ciri khasnya.
Menurutnya orang tua dari imam mungkin jarang bertemu dengan Uskup, atau bisa jadi baru pertama kalinya bisa duduk bersama dengan Uskup pada makan malam bersama orang tua calon imam. Kebiasaan dari Keuskupan Sintang inilah yang dibawa oleh Mgr. Agustinus ke Keuskupan Agung Pontianak.
Duduk bersama dan makan malam tidak lebih dari sekedar menyapa dan berkenalan dengan orang tua dari imam yang akan ditahbiskan itu. Karena Mgr. Agustinus memaparkan bahwa dalam keluarga anak itu (calon imam) adalah milik keluarga, tetapi nanti setelah ditahbiskan menjadi imam maka mereka sudah menjadi milik banyak umat Katolik kemudian yang menjadi orang tua dari imam itu adalah Uskup itu sendiri.
Pemberkatan Busana Imam
Tepat pada malam sebelum tahbisan, untuk lima Imam Mgr. Agustinus memberkati Busana dan Perlengkapan Imam yang dikenakan imam saat bertugas. Dalam ibadat pemberkatan busana yang dimulai pada pukul 19.00 WIB Rabu malam 23 Februari 2022, Mgr. Agustinus memaparkan pada sejumlah umat dan kepada para 5 calon imam itu bahwa menjadi imam merupakan panggilan yang sangat istimewa dan mereka yang menjawab panggilan adalah mereka berani mengambil keputusan atas hidup dan mengimani iman yang ia yakini.
Bagi Mgr. Agustinus bahwa salah satu hakekat para imam adalah pada perayaan ekaristi. Karena baginya dalam perayaan Ekaristi bisa menghayati bagaimana Yesus mau merendahkan diri serendah-rendahnya dan mau menyerahkan seluruh hidupnya bagi orang lain.
Jadi untuk melayani ekaristi seorang imam diharapkan mau meniru apa yang dilakukan oleh gurunya. Merendahkan diri serendah-rendahnya dan menyerahkan diri untuk melayani dan tugas pokok adalah merayakan ekaristi. Karena itu busana imam yang diberkati pada malam tahbisan itu menjadi pakaian dalam pelayanan.
Acara Tahbisan Imam
Pada kesempatan Pertama Uskup Agustinus mengucapkan selamat kepada lima imam yang baru, ada dua CSE, satu MSA dan dua Projo. Kemudian Uskup Agustinus juga tidak lupa mengucapkan selamat kepada orang tua Imam karena anaknya sudah menjadi imam.
“Untuk yang Projo saya jamin, saya akan coba pelihara anak-anak bapak dan Ibu ya,” kata Uskup Agustinus.
Tentu juga untuk imam yang tarekat sebab mereka adalah bagian dari persaudaraan imam di Keuskupan. Dalam perayaan misa tahbisan kali ini, Uskup Agustinus merasa senang dan mengucapkan terima kasih kepada seluruh imam yang hadir dalam perayaan tahbisan kurang lebih 90-an imam.
Bagi Uskup Agustinus bahwa hanya imam lah yang bisa membantu sesama imamnya dan saling menguatkan. Karenanya kehadiran imam sangatlah dibutuhkan untuk mendukung mereka dalam karya mereka.
Media massa
Masih hangat dalam ingatan bahkan isu panas tentang kebobrokan imam tidaklah sedikit di dunia media massa. Dalam kesempatan itu pula Mgr. Agustinus menekankan untuk berhati-hati menggunakan media sosial, apalagi mereka adalah kaum berjubah yang seharusnya menjadi teladan bagi umat.
“Berkali-kali saya katakan, kita adalah saudara dalam hal ini (imam). Oleh karena itu harus saling mengingatkan termasuk para awam juga wajib mengingatkan imam dari sifat, sikap dan sebagainya dan terutama bijak-bijaklah untuk menggunakan media massa,” kata Mgr. Agustinus.
Dalam satu surver seorang turis tentang Indonesia yang disampaikan pada akun Tiktok @Hoonintheword tentang reputasi buruk nitizen Indonesia dalam media sosial adalah paling kasar. Dalam Tiktok itu turis tersebut menyebutkan pengalaman bagusnya di Jogjakarta, orang lokal yang menolongnya di Bandara. Videonya ditonton 3 juta kali dengan 6000 komentar.
Namun di kolom komentar banyak respon yang mengatakan ‘Orang Indonesia baik di dalam kehidupan nyata tetapi mengerikan di sosial media dan banyak komentar yang mengatakan hal yang serupa seperti itu.
Sebagai Uskup Agung Pontianak, Mgr. Agustinus mengharapkan untuk berhati-hati saat menggunakan media sosial. Apalagi baru-baru ini masih hangat-hangatnya isu tentang kecacatan imam dan yang diviralkan lewat media massa.
Mgr. Agustinus menggarisbawahi jika ada perilaku buruk saudara imam hendaknya ditegur, namun tetap menegur dengan cara yang lembut. “Selain itu untuk masalah pribadi,” kata Mgr. Agus, “kita tidak ada hak atas masalah pribadi orang itu, jangan sampai karena hal ini isu miring terus digoreng. Dan itulah bahayanya media massa.”
“Kalau saudara mu buruk maka selesaikanlah tetap dalam tembok persaudaraan,” tutur Mgr. Agustinus.
Imam harus belajar dari kesalahan
Inilah tantangan yang dihadapi oleh imam, mau atau tidak kenyataannya memang begitu. Setidaknya itulah gambaran yang Mgr. Agustinus ungkapkan dalam homili dihari tahbisan lima imam di Nyarumkop, (kamis pagi 24/02/2022).
Mgr. Agustinus mengakui bahwa tantangan hidup menjadi imam saat ini berat, karena awam selalu menuntut imam selalu sempurna seolah orang yang tanpa cacat.
“Padahal aku bilang, pembantu Yesus pun bukanlah orang yang sempurna. Petrus yang hebat pun ketika dalam keadaan terdesak tidak mengakui bahwa Ia pengikut Yesus. Saya ingatkan bahwa kita ini orang biasa,” kata Mgr. Agustinus.
Ketika manusia menyadari dirinya orang biasa, Mgr. Agustinus mengatakan haruslah rendah hati. Misalnya jika imam mau belajar untuk rendah hati saat ada kesalahan maka haruslah diakui dan segera minta maaf dan kembali memperbaiki diri.
“Jadi ini lima diakon, tolong nasehat saya selalu diingat,” tambah Mgr. Agustinus.
Dalam homilinya Mgr. Agustinus juga sedikit bercanda saat menjadi imam, kini mereka sudah tambah ganteng.
Bisa saja ganteng karena mobil, motor, karena rumah dan sebagainya. Itu adalah tantangan dan pasti selalu ada. Tetapi kalau kita rendah hati, hal itu pasti bisa diatasi.
Selanjutnya Mgr. Agustinus menekankan pada semua imam yang hadir untuk memiliki semangat berkorban. Memanggul Salib Yesus, dan itu sudah wajar kalau Yesus saja memanggul Salib bahkan sampai mati apalagi umatnya.
“Jadi terhadap Yesus kita ini kucing kurap, enggak usah sombong deh,” kata Mgr. Agustinus dengan senyuman dan sedikit sindiran pedas.
Ketika melihat Yesus sebagai contoh, Dia yang memanggul salib; “karena Yesus yang memanggil saya maka dengan sendirinya Tuhan akan membantu kita,” tambah Mgr. Agus.
Samuel-Pena Katolik