Kesendirian dan isolasi pria dan wanita di seluruh dunia, terputus dari keluarga dan teman-teman mereka, kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian mereka, hidup dalam ketakutan akan masa depan yang tidak pasti untuk diri mereka sendiri dan anak-anak mereka, hadir dengan pedih dalam “Jalan Salib” Jumat Agung 2021.
Untuk tahun kedua berturut-turut, Paus Fransiskus memimpin acara tradisional Jalan Salib Jumat Agung di Lapangan Santo Petrus yang hampir kosong karena pembatasan yang diberlakukan pemerintah Italia untuk mengekang penyebaran pandemi Covid-19.
Bapa Suci, sosok sendirian berpakaian putih yang duduk di tengah panggung kosong yang didirikan di depan Basilika Santa Petrus, memandang ke lapangan yang gelap. Di sana beberapa anak, yang ditemani orang tua, katekis dan guru mereka, bergantian membawa salib mengelilingi obelisk.
Satu demi satu, mereka membaca renungan mereka sementara rekan-rekan mereka membawa Salib di sepanjang jalan melingkar yang ditandai obor menyalah di lantai di tengah lapangan itu. Tahun ini Paus mempercayakan kepada anak-anak dan orang muda, simbol harapan dan masa depan, untuk mempersiapkan renungan-renungan Jalan Salib 2021.
Selama lebih dari 50 tahun, sejak Paus Paulus VI menghidupkan kembali tradisi kuno “Jalan Salib” tahun 1964, para Paus memimpin ritus yang kuat itu yang menghidupkan kembali sengsara dan kematian Yesus Kristus dengan latar belakang Colosseum Roma. Sejak awal pandemi Covid-19 tahun lalu, pembatasan yang diberlakukan untuk mengekang infeksi itu telah memengaruhi semua acara publik, termasuk yang satu ini. Namun, acara itu disiarkan dan dialirkan ke ratusan juta penonton global di semua benua melalui media Vatikan.
Setiap stasi dimulai dengan pembacaan dari relevan dari kisah Injil tentang sengsara Tuhan, diikuti renungan. Kemudian Paus melanjutkan dengan pembacaan doa dan disusul lagu pujian.
Paus Fransiskus, jelas, merasa tidak perlu kata-kata, dan tidak menyampaikan homili. Keheningan dan kontemplasi tentang salib adalah alat komunikasi paling kuat di dunia yang sunyi tempat virus terus membawa kedukaan dan kesendirian, dan tempat marginalisasi, pengangguran, kemiskinan, ketidakadilan, dan “virus” ketidakpedulian terus mendatangkan kematian dan keputusasaan.
Renungan terakhir menyoroti bagaimana anak-anak dan orang muda memegang kunci dan harapan untuk kelahiran kembali, dan Paus pun berdoa:
“Tuhan, Bapa yang Maharahim, sekali lagi tahun ini kami mengikuti Putra-Mu Yesus di jalan salib. Kami mengikuti-Nya dengan mendengarkan suara dan doa anak-anak yang Engkau sendiri tunjukkan di hadapan kami sebagai model untuk memasuki kerajaan-Mu.
Bantu kami untuk menjadi seperti mereka: kecil, perlu segalanya, terbuka untuk hidup. Semoga kami mendapatkan kembali kemurnian hati kami dan kemampuan kami untuk melihat sesuatu dengan jelas.
Kami memohon Engkau memberkati dan melindungi setiap anak di dunia kami. Semoga semua anak tumbuh dalam kebijaksanaan, usia dan rahmat, dan dengan demikian mengetahui dan mengikuti rencana khusus-Mu untuk kebahagiaan mereka.”
Nabi yang sendirian berbaju putih di tengah panggung luas dan gelap itu lalu memberi Berkat Apostoliknya, berterima kasih kepada anak-anak atas renungan mereka, dan perlahan-lahan berjalan, dengan berjalan kaki, kembali ke Basilika.(PEN@ Katolik/paul c pati/Linda Bordoni/Vatican News)
Artikel Tekait:
Acara Paus untuk Pekan Suci-2021: meditasi Jalan Salib Jumat Agung karya anak dan remaja
Kami ikut hadir dalam doa