Pelayanan sakramen “yang bersifat mengumpulkan massa dengan resiko terjadinya pelanggaran Protokol Covid-19 seperti Komuni Pertama, Pelayanan Komuni Orang Sakit, Krisma, Pengakuan Pribadi yang membutuhkan kedekatan atau kontak fisik, Pernikahan, Misa Pemakaman di rumah atau di luar gedung gereja paroki atau stasi, Perminyakan Orang Sakit bagi penderita Covid-19 dan Pemakaman Orang Mati karena Covid-19, dinyatakan dilarang.”
Para pastor atau imam yang melanggar ketentuan itu, tegas Uskup Atambua Mgr Dominikus Saku dalam Petunjuk Praktis Pelayanan Pastoral Masa Pandemi Covid-19 yang ditandatanganinya 18 Januari, “beresiko untuk dikenakan tindakan administratif dan kanonik pelayanan tertahbis dan bisa diproses secara hukum sipil.”
Para pastor paroki, pastor pembantu dan imam lain, serta petugas pastoral lain yang beresiko melakukan kontak dengan umat, bila terkontaminasi reaktif atau positif Covid-19, lanjut uskup itu, “otomatis harus lockdown pelayanan pastoral di wilayah pelayanannya” dan “pastor atau imam bersangkutan diharuskan melakukan isolasi atau karantina menurut kriteria medis dan ketentuan penanganan Covid-19.”
Mengenai perayaan Misa, Mgr Dominikus Saku menulis, “Karena pemerintah tidak atau belum menerapkan kebijakan lockdown, pelayanan Misa Hari Minggu atau Hari Raya di lingkup Gereja belum atau tidak di-lockdown, dengan syarat Protokol Covid-19 ditaati sungguh-sungguh. Bila terjadi pelanggaran dan ketidakdisiplinan dalam Perayaan Ekaristi, akan membawa konsekuensi dilakukan lockdown pelayanan Misa.”
Dalam petunjuk yang harus dilaksanakan tahun 2021 itu, Mgr Dominikus Saku juga minta umatnya menaati ketentuan pemerintah. “Setiap orang dalam lingkup hidup keluarga, komunitas basis, lingkungan, stasi, paroki, dekenat, keuskupan, komunitas biara, dan lingkup hidup masyarakat luas, dan lain-lain, harus menaati secara ketat dan tegas segala ketentuan dalam Protokol Covid-19 yang sudah diterapkan pemerintah,” tulis uskup itu.
Uskup Atambua menghimbau dan mewajibkan seluruh umat beriman untuk melakukan isolasi atau karantina menurut kriteria medis dan ketentuan Protokol Covid-19 “bila ada anggota keluarga yang terkonfirmasi reaktif atau positif.”
Selain minta orang yang dari hasil tracking dan tracing melakukan kontak tujuh hari terakhir dengan orang yang positif Covid-19, “untuk melakukan isolasi atau karantina diri dan mencari kesempatan melakukan swab-antigen demi mendapat kepastian tentang kondisi kesehatannya,” Mgr Saku imbau pastor dan petugas pastoral untuk menyampaikan informasi bila ada berita penularan Covid-19 ke pemerintah atau Gugus Tugas Covid-19 dan “pihak keuskupan untuk urusan koordinasi selanjutnya.”
Bagian terakhir dari tujuh poin petunjuk praktis itu mengajak umat Atambua untuk berdoa bersama Paus Fransiskus untuk keselamatan arwah para korban Covid-19 yang meninggal dunia, “juga untuk yang sedang dirawat dan para tenaga medis yang merawat para pasien Covid-19, dan untuk semua saudara-saudari kita yang harus menanggung beratnya beban hidup akibat pandemi Covid-19.”
Protokol Covid-19 sudah tersedia di mana-mana. Namun Mgr Saku mengingatkan umat agar menyadari bahwa disiplin dan ketaatan demi kebaikan seluruh umat manusia dan alam semesta merupakan bagian dari tanggungjawab iman, moral dan sosial kita.
“Pelanggaran terhadap disiplin hidup yang berdampak penularan Covid-19 merupakan dosa sosial yang harus kita perangi secara pribadi dan bersama-sama dengan tindakan nyata, bukan sekedar slogan,” tulis petunjuk bagi para imam, biarawan-biarawati dan seluruh umat se-Keuskupan Atambua itu.(PEN@ Katolik/Simprosius Leki/Komsos Atambua)