Seruan itu dikatakan oleh Ketua Komisi Kepemudaan KWI Mgr Pius Riana Prapdi dalam “Surat Refleksi di hari Minggu Panggilan” dengan tema “Allah memanggilmu kaum muda,” yang juga dikirim kepada PEN@ Katolik. Hari Minggu Panggilan dirayakan hari Minggu Paskah IV, 3 Mei 2020.
Dalam surat itu Mgr Prapdi mengatakan bahwa orang muda dipanggil untuk membangun budaya dengan hidup hemat sebagai ganti budaya buang, hidup sehat sebagai ganti budaya kematian, hidup produktif sebagai ganti budaya konsumtif, dan hidup untuk Tuhan dan sesama.
Dengan “hemat sebagai ganti budaya buang,” Mgr Prapdi minta orang muda “tetap setia di rumah, berani membuat prioritas, dan pergi kalau sangat penting.” Orang muda, minta uskup, harus “berani berkata cukup, hemat listrik, air dan pulsa, serta hormat pada bumi sebagai rumah bersama.” Uskup juga meminta orang muda cermat memilah kebutuhan dan keinginan. “Lebih mulia berbagi daripada mementingkan diri,” kata Mgr Prapdi.
Kesehatan sangat berharga, tegas Mgr Prapdi yang menjelaskan “sehat sebagai ganti budaya kematian.” Maka, Uskup Ketapang itu meminta orang muda “makan secara seimbang” dan menyadarkan bahwa “semakin dekat makanan yang kita dapat semakin sehat.” Selain itu orang muda diminta peduli dan menolong yang rentan, serta “menciptakan waktu berharga dalam keluarga demi kesehatan jiwa raga.”
“Nyalakan daya kreasimu, hasilkan sesuatu untuk sesamamu. Satu orang muda satu produk bermutu.” Begitulah Mgr Prapdi mulai menjelaskan arti hidup produktif sebagai ganti budaya konsumtif. Uskup juga meminta mereka mengembangkan pertobatan ekologis, merawat bumi rumah bersama, bercocok tanam dengan bijaksana, berkreasi lewat sosial media dengan cinta, serta “ciptakan aplikasi, narasi, kisah dan inspirasi yang kreatif dan produktif.”
Tentang hidup untuk Tuhan dan sesama, Mgr Prapdi meminta mereka “berani berkorban bagi sesama dan Tuhan, jujur dan adil pada diri sendiri, Tuhan dan semesta.” Uskup juga minta mereka mau “berbagi untuk negeri demi kebaikan bersama, dan berbakti demi kebaikan sesama dan memuliakan Tuhan sang Pencipta.”
Mgr Prapdi dalam surat itu meneruskan perkataan Paus Fransiskus untuk orang muda “Christus Vivit, Kristus Hidup, dan ingin agar engkau hidup!” dan mengajak orang muda bersyukur atas hidup kita. “Hidup itu anugerah, panggilan dan perutusan,” tegas uskup.
Kendati perahu hidup dilanda gelombang wabah, rasa syukur tidak pernah berubah, sebab Allah menghendaki hidup menjadi berkah, kata Mgr Prapdi mengutip Yoh 10:10, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.”
Allah, jelas uskup, “menopang hidup kita agar tidak kandas dalam ketakutan, keraguan dan keputusasaan” dan “mengalahkan kematian dan menganugerahkan hidup baru.”
Allah memanggil orang muda untuk terlibat dalam karya penyelamatan. Mgr Prapdi membuktikannya dengan melihat orang-orang muda seperti Yusuf, Musa, Yosua, Salomo, Yeremia dan nabi-nabi muda lain. Bahkan Yeremia berkata “Ah Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara sebab aku ini masih muda” (Yer 1:6).
Ada banyak tokoh muda lain di antaranya Santo Fransiskus Asisi, Santa Joan d’Arc, Santo Dominikus Savio, Santa Theresia, Santo Tarsisius, Bunda Maria, Paulus. “Tuhan memanggil orang muda karena kepemudaan sejati memiliki hati yang mampu mengasihi,” jelas Ketua Komisi Kepemudaan KWI itu.
Di saat pandemi yang memunculkan krisis ini, Mgr Prapdi menegaskan Allah mengutus orang muda menjadi “pemeran utama dalam segala,” dan orang muda “dipanggil untuk melihat dengan hati yang mampu mengasihi.”
Tuhan memanggil orang muda untuk menjadi nabi dengan hati yang mengasihi. Menjadi nabi zaman ini adalah memiliki hati yang tergerak untuk berbelas kasih. “Jangan biarkan satu orang pun tercecer dan merasa ditinggalkan dalam kesusahan dan kelaparan” lanjut uskup mengutip “Surat Cinta untuk Orang Muda.”(PEN@ Katolik/paul c pati)