Sahabat terkasih, bacaan-bacaan Injil dalam masa Paskah ini berusaha menjawab dan menjelaskan kepada kita tentang apa yang dilakukan Tuhan Yesus setelah kebangkitan-Nya sampai sebelum Ia terangkat ke Surga. Semua itu Ia lakukan yang utama dan terutama karena Tuhan Yesus ingin menyembuhkan trauma dan membangkitkan kembali iman para murid-Nya.
Sebab itu, dalam bacaan Injil di Jumat dalam Oktaf Paskah ini (Yohanes 21:1-14), penginjil Yohanes mengisahkan peristiwa penampakan Tuhan Yesus yang ketiga kali kepada para murid-Nya. Melalui perikop ini, ada dua poin yang dapat kita renungkan bersama, yaitu “tujuh orang murid” dan “mujizat menangkap ikan.”
Dalam penampakan kali ini, Tuhan Yesus menampakkan diri-Nya kepada tujuh orang murid, yaitu Petrus, Tomas, Natanael, Yakobus dan Yohanes serta dua murid lain (yang bukan bagian dari para rasul). Hal ini ingin menunjukkan kepada kita bahwa, selain angka tujuh (7) yang melambangkan kesempurnaan dan jumlah yang tidak terbatas, ketujuh murid yang bukan seluruhnya merupakan bagian dari ke-12 rasul juga ingin menegaskan akan panggilan Tuhan yang bersifat umum atau universal, yang kini diteruskan oleh Gereja kita yang bersifat Katolik (universal).
Yesus mengatakan kepada ketujuh murid itu, “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk pauk?” Tetapi, “Mengapa Tuhan Yesus memanggil mereka dengan sebutan ‘anak-anak’?” Hal ini ingin menegaskan kepada mereka dan juga kita semua, bahwa kebangkitan Yesus merupakan langkah awal maupun iman yang baru bagi para murid. Melalui Roh Kudus yang akan dicurahkan kepada mereka pada hari Pentakosta, iman mereka akan semakin bertumbuh dan menjadi siap untuk diutus.
Maka, berawal dari sinilah, Tuhan Yesus mulai membentuk Gereja-Nya, yaitu seperti kata Santo Petrus dalam bacaan I (Kisah 4:1-12), “Yesus adalah batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan, namun Ia telah menjadi batu penjuru.”
Peristiwa penyaliban yang dialami Tuhan pada hari Jumat Agung telah meninggalkan kesedihan, ketakutan dan trauma mendalam di hati para murid-Nya. Dalam hal ini Petrus dan para murid yang merasa sedih dan kehilangan Yesus, akhirnya kembali pada cara hidup mereka yang lama, yaitu dengan menjadi nelayan (penjala ikan). Namun, tanpa campur tangan Tuhan usaha mereka itu hanyalah sia-sia belaka.
Karenanya, syukur kepada Allah, karena Tuhan Yesus berkenan hadir di antara mereka, dan karena mereka mau taat pada perkataan-Nya, maka mereka pun berhasil menangkap ikan sebanyak 153 ekor.
Dalam ilmu kelautan Yahudi pada masa itu, mereka baru mengenal 153 jenis atau species ikan, sehingga mujizat ini kembali mengingatkan para murid tentang panggilan mereka sebagai seorang ‘penjala manusia’, yang diutus untuk mewartakan Kabar Gembira kepada semua suku dan bangsa.
Semoga, masa Paskah ini dapat menginspirasi agar kita mau senantiasa bersyukur karena Allah telah memanggil kita semua untuk menjadi anak-anak-Nya di dalam naungan Gereja Katolik. Terlepas dari sejarah gelap dan kekurangan yang ada dalam Gereja kita, Allah senantiasa memberikan rahmat dan kesempatan baru, sehingga kita terus dapat memperbaiki diri dan akhirnya sungguh dapat merasakan kehadiran Allah dan berkata ”Itu Tuhan” kepada semua orang, terutama kepada mereka yang masih berada dalam tahap pencarian akan Allah.
Frater Agustinus Hermawan OP