Setiap orang memiliki watak pribadi berbeda. Ada yang suka menyayangi, peduli, saling mencintai, senang, marah, kecewa dan sebagainya. Sebagai contoh, jika marah tidak diatasi secara baik maka akan berdampak sangat fatal bagi diri sendiri dan kesehatan. Bahkan jika emosi tidak dikelola secara baik akan mengakibatkan rendahnya produktifitas kerja.
Karena itu, kata Nur Hadi Nugroho, seorang konselor, dalam seminar bertajuk “Aku dan Emosiku” di sebuah aula dari Paroki Santa Helena, Curug, Tangerang, 23 Februari 2020, “pekerja Katolik diharapkan dapat mengelola emosi dengan bijak agar berdampak baik bagi kehidupan.”
Sekitar 100 pekerja dari Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda Tangerang, Paroki Santo Agustinus Karawaci, Paroki Santo Gregorius Agung Kutabumi, Paroki Santa Odilia Citra Raya, Paroki Santo Laurensius Alam Sutera, dan Paroki Santa Monika Serpong menghadiri seminar yang merupakan kegiatan Pra May Day. Seminggu sebelumnya para pekerja Katolik di wilayah itu mengikuti pelatihan pembuatan alat-alat perhiasan dari bahan bekas di Sekolah Santo Thomas Aquinas, Tangerang.
Menurut Nur Hadi yang biasa melakukan training atau pelayanan konseling bagi keluarga-keluarga yang punya permasalahan keluarga, setiap orang harus mengenal emosi dirinya. Karena, “emosi (marah, senang, bahagia, sukacita, cuek, dan tidak peduli) adalah potensi emosi yang sekali-sekali bisa muncul dalam ketidakawajaran.”
Dijelaskan, 90 persen emosi berada di alam bawah sadar, sedangkan sisanya berada di atas kesadaran manusia. “Untuk itu perlu mengelola emosi agar bisa terkontrol dengan baik. Kesadaran mengontrol dan mengelola emosi juga berhubungan produktivitas kerja dan kesehatan seseorang,” katanya.
Setiap orang pasti memiliki masalah yang harus dicari penyelesaiannya, jelasnya seraya menambahkan bahwa faktor penting lain adalah bagaimana menjalani hidup penuh rasa syukur. “Ingatlah dalam Kitab Suci dianjurkan untuk selalu bersyukur dalam segala hal, pengalaman hidup yang baik dan yang kurang baik. Orang yang selalu bersyukur berarti membiarkan Rahmat Tuhan berperan melindungi dan memberkati kehidupannya,” katanya.
Cepat atau lambat menyelesaikan persoalan emosi sangat tergantung dari komunikasi antara manusia dengan Tuhan lewat doa, katanya. “Tuhan pasti menunjukkan kemurahan kasih asalkan kita rajin berbicara dengan-Nya,” kata pria kelahiran Solo, Jawa Tengah itu.
Menjawab pertanyaan tentang hubungan kemarahan dengan sifat orangtua yang “mungkin’ luka batin, Nur Hadi membenarkan hubungan eratnya. “Orangtua yang memarahi anaknya mungkin sewaktu kecil melihat orangtuanya punya perilaku marah, sehingga disimpan dalam hati dan direkam sampai dewasa,” katanya.(PEN@ Katolik/Konradus R Mangu)