Di saat Dominican Youth Gathering, saya mengunjungi pesantren dan “di sana kita diajarkan untuk saling mengasihi dan menghormati. Pak Kiai pemimpin pesantren dan para santri dengan rendah hati menyambut kita dengan tarian Islami dan ayat-ayat suci Alquran, dan kita pun menghargai mereka. Kebetulan saya juga Islam, saya mengikuti Sholat Jumat bersama mereka. Mereka menjamu kita dengan baik walaupun berbeda agama. Semoga kedamaian ini jadi teladan untuk kita dalam bermasyarakat lebih luas.”
Pernyataan itu diungkapkan oleh Hanif Ilham, pelajar Kelas 8 C SMP Santa Maria Cirebon, di depan Superior Jenderal Kongregasi Suster-Suster Santo Dominikus di Indonesia Suster Maria Elisabeth OP di malam kedua Dominican Youth Gathering yang berlangsung di Persekolahan Santo Dominikus Cimahi, 9-11 Januari 2020. Sebanyak 648 pelajar SD sampai SMA dalam persekolahan Yayasan Santo Dominikus dari Yogyakarta, Purwokerto, Cirebon dan Cimahi hadir dalam DYG 2020 itu.
Selain Hanif yang juga ketua OSIS, peserta juga mendengar sharing Gea dari Cabang Cimahi yang mengunjungi vihara, Hendrikus dari Cabang Yogyakarta yang mengunjungi Eco Camp, dan Jonathan dari Cabang Cirebon yang mengunjungi pura.
Dari kunjungan ke vihara, jelas Gea, dia belajar bahwa “berbeda agama dan keyakinan tidak jadi masalah, perbedaan itu untuk saling mengasihi bukan untuk saling memusuhi.” Hendrikus senang karena di Eco Camp “saya diajarkan berkontemplasi, memberi minum dengan cara hormat, membuat tanaman, dan mengurangi sampah plastik.” Di pura, kata Jonathan, dia melihat dan merasakan kedamaian. “Kita diajarkan untuk lebih damai, fokus pada diri sendiri, dan belajar mengendalikan diri, sehingga merasa damai,” katanya.
Menanggapi sharing para pelajar itu, Suster Elisabeth OP mengatakan, “anak-anak itu luar biasa.” Mereka telah pergi keluar ke beberapa tempat sesuai tema DYG 2010 “La Chiesa in Uscita,” yakni bersama-sama keluar mewartakan kabar sukacita sebagai satu keluarga, keluarga besar Santo Dominikus.
“Anak-anak, luar biasa. Kalian betul-betul meresapkan apa yang didapat selama ini. Kalian menjadi duta-duta, pewarta-pewarta yang membawa kabar sukacita. Semoga pengalaman dan semangat yang tidak bisa dialami seluruh temanmu di sekolah-sekolah di Purwokerto, Yogyakarta, Cirebon dan Cimahi, bisa kalian tularkan kepada mereka, sehingga semakin banyak duta persahabatan di Negara Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ini, dan semangat Santo Dominikus hidup di bumi pertiwi Indonesia,” kata Suster Elisabeth.
Sebanyak 83 orang anak dan 13 pendamping ikut dalam kunjungan ke Pondok Pesantren Banuraja di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Salah satu pendamping adalah Frater Oktavianus (Ophin) Geor OP dari Maumere yang kini dalam pembinaan di Surabaya.
Dia membenarkan, mereka disambut di pesantren dengan tarian qasidah, inkulturasi Sunda dan Muslim, kemudian anak-anak dihantar ke dalam kelas bersama para santri dan pendamping ke tempat para kiai. Dalam pembicaraan, “mereka menanyakan mengapa di setiap nama kami ada OP, maka kami jelaskan bahwa OP itu adalah komunitas religius yang menghidupi semangat atau spiritualitas Santo Dominikus,” kata Frater Ophin kepada PEN@ Katolik. Dan, di saat mereka melihat hanya frater itu lelaki yang pakai jubah, mereka bertanya, “ini siapa?” Setelah dijelaskan oleh seorang suster bahwa Frater Ophin adalah calon pastor, sejak itu para kiai memanggil frater itu “Bapak Pastor”.
Ketika kembali ke bergabung dengan anak-anak di sebuah ruangan, pemimpin pesantren menyambut peserta DYG 2020 “dengan hangat,” dan mengatakan, “sangat senang menyambut” kita yang datang ke pesantren itu. Dia menjelaskan, “Islam bukan seperti yang dipikirkan di luar sana. Islam itu penuh kasih sayang,” bukan teroris atau orang jahat seperti dipikirkan sementara orang.
Saat makan, mereka duduk bersama sambil bersila, dan Frater Ophin OP mendengar pertanyaan menarik dari seorang kiai muda, “Bagaimana kalian menghayati cinta dalam iman Katolik?” Frater pun menjelaskan tentang hukum yang pertama dan utama, yakni Hukum Cinta Kasih.
Secara pribadi, kata frater, dia tertarik dengan perbedaan sedikit antara cinta kasih yang ditekankan Suster Maria Rosi OP dalam sambutan dan kasih sayang yang ditekankan oleh kiai, dan melihat anak-anak yang “luar biasa” makan bersama para santri, membaur dan saling cerita tanpa gap. “Sebetulnya sama bahwa Tuhan mengajarkan tentang cinta, tetapi istilah yang kita pakai berbeda sedikit. Secara keseluruhan sama.” Juga menyenangkan, kata frater, mendengar Mars Pesantren Banuraja oleh para santri serta “Jingle Dominican Youth Gathering” oleh peserta DYG 2020 … “Temanku sahabatku, hari ini kita berbahagia, berkumpul bersama sebagai satu keluarga …”
Melihat indahnya pertemuan di pesantren, Frater Ophin mengenang saat Santo Fransiskus Asisi mengunjungi Sultan Malik al-Kamil tahun 1219 di tepi Sungai Nil dan kunjungan Paus Fransiskus dan penandatanganan Dokumen Abu Dhabi bersama Imam Besar Al-Azhar Agmad Al-Tayyeb, 4 Februari 2019.
“Tentu saya berharap, kalau ingin menjaga toleransi, anak-anak dan masyarakat Indonesia melanjutkan pertemuan seperti itu dengan mengenang bahwa pemimpin kita pun pernah melakukan hal-hal demikian,” kata frater itu seraya mengingat bahwa kiai juga mau mencari waktu untuk mengunjungi sekolah dan biara para suster OP di Cimahi.
Di saat waktu sholat Jumat, seorang kiai bertanya, “ada yang Muslim?” Dan, Hanif mengangkat tangan. “Saya Muslim, saya mau ikut Jumatan,” tegas Hanif yang pergi menjalani sholat bersama seorang guru dari Cimahi yang juga beragama Islam.
Saat berjalan ke mesjid, “saya yang berada tepat belakang mereka mendengar pertanyaan kiai itu kepada Hanif, “mengapa kamu masuk sekolah Katolik?” dan Hanif menjawab, “Pak Kiai, kan menempah ilmu itu tidak memandang agama, karena yang ingin saya tempuh itu ilmunya bukan ilmu agamanya secara khusus.”(PEN@ Katolik/paul c pati)
Artikel Terkait:
Pewarta milenial dari Persekolahan Santo Dominikus bagikan refleksi cinta lewat Instagram
Peserta Dominican Youth Gathering diajak berdoa tekun, berbicara benar, bertindak penuh kasih