Paus Fransiskus telah menghapus rahasia kepausan dalam kasus kekerasan seksual dan pelecehan anak di bawah umur yang dilakukan anggota klerus. Paus juga memutuskan mengubah norma terkait kejahatan pornografi anak dengan membuat kepemilikan dan penyebaran gambar-gambar porno anak-anak di bawah usia 18 tahun termasuk dalam kategori delicta graviora, delik atau pelanggaran paling berat.
Dokumen pertama dan terpenting adalah reskrip yang ditandatangani Sekretaris Negara Kardinal Pietro Parolin. Reskrip ini mengomunikasikan bahwa, 4 Desember 2019, Paus memutuskan menghapus rahasia kepausan terkait pelaporan, persidangan, dan keputusan mengenai kejahatan yang tercantum dalam artikel pertama Motu Proprio terakhir yakni Vos estis lux mundi, yaitu, kasus-kasus kekerasan dan tindakan seksual yang dilakukan di bawah ancaman atau penyalahgunaan wewenang, kasus-kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur atau orang yang rentan, kasus-kasus pornografi anak, kasus-kasus yang berkaitan dengan tidak adanya pelaporan dan upaya menutup-nutupi pelaku kekerasan di pihak uskup dan superior jenderal dari institut-institut religius.
Instruksi baru itu menetapkan, informasi semacam itu “begitu diperlakukan guna memastikan keamanan, integritas, dan kerahasiaannya” yang ditetapkan oleh Kitab Hukum Kanonik untuk melindungi “nama baik, citra, dan privasi” dari orang yang terlibat. Tetapi “kerahasiaan” ini, tegas instruksi yang sama, “tidak menghalangi pemenuhan kewajiban yang ditetapkan di semua tempat oleh hukum perdata” termasuk kemungkinan kewajiban untuk melaporkan, serta “pelaksanaan permintaan yang bisa ditegakkan dari otoritas pengadilan sipil.” Selain itu, yang melaporkan kejahatan, para korban, dan para saksi “tidak akan terikat oleh kewajiban diam” berkaitan dengan fakta-fakta itu.
Dengan reskrip kedua, yang juga ditandatangani Kardinal Parolin dan Prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman Kardinal Luis Ladaria Ferrer, diberitahukan modifikasi tiga artikel dari Motu Proprio Sacramentorum sanctitatis tutela (diterbitkan tahun 2001 dan dimodifikasi tahun 2010). Ditetapkan, yang kena dengan delicta graviora dan terbuka untuk dipertibangkan oleh Kongregasi untuk Ajaran Iman adalah “akuisisi (pengambilalihan), kepemilikan atau penyebaran oleh seorang klerus gambar porno anak di bawah umur, di bawah usia delapan belas, untuk keperluan kepuasan seksual, dengan sarana apa saja atau menggunakan teknologi apa saja.” Hingga kini, batas usia yang ditetapkan 14 tahun.
Akhirnya, dalam artikel lain dari reskrip yang sama, sekarang diizinkan bahwa, dalam kasus-kasus berkenaan dengan delik-delik yang lebih berat, setiap anggota umat awam yang bergelar doktor hukum kanon bisa melakukan peran “Advokat atau Pengacara,” dan tidak lagi hanya imam.(PEN@ Katolik/paul c pati berdasarkan Vatican News)