Biarawati berusia 80 tahun menghadapi penangkapan atas tuduhan sumpah palsu

1
6586
Suster Elenita Belardo. (Foto dari RMP)
Suster Elenita Belardo. (Foto dari RMP)

Sebuah kelompok Gereja mencela rencana penangkapan seorang biarawati berusia 80 atas kasus “sumpah palsu” yang diajukan oleh penasihat keamanan nasional Hermogenes Esperon Jr. Kantor Kejaksaan Kota Quezon melanjutkan kasus itu dan hendak keluarkan surat perintah penangkapan Suster Elenita Belardo itu.

Suster Belardo dari Kongregasi Suster-Suster Gembala Baik adalah seorang responden dari kasus yang diajukan oleh Esperon bulan Juli lalu. Setelah penyelidikan pendahuluan, kantor kejaksaan menolak persidangan lebih lanjut terhadap mayoritas responden kecuali Suster Belardo.

Khawatir akan perkembangannya, Misionaris-Misionaris Pedesaan Filipina (RMP) menyuruh orang-orang Gereja “memihak” Suster Belardo. “Kami memohon doa dukungan dan kata-kata dorongan di masa pencobaan dan kesulitan ini,” kata RMP dalam pernyataan yang dikeluarkan, 5 Desember 2019.

RMP, yang sebelumnya dipimpin oleh Suster Belardo, mengklaim tuduhan Esperon itu “untuk membalas” petisi amparo dan habeas data yang diajukan RMP dan kelompok lain di bulan Mei. “Jelas, kasus sumpah palsu ini diajukan terhadap para pembuat petisi guna mengalihkan diskusi dari masalah yang sebenarnya dan sebagai pembalasan agar kita berhenti berbicara tentang pelanggaran HAM yang meluas,” lanjutnya.

“Akhirnya, kita tahu ini bagian dari upaya mendiskreditkan dan menjelek-jelekkan organisasi kita dan menghalangi karya misionaris dan advokasi kita terhadap tanah, keadilan dan perdamaian,” kata kelompok itu.

RMP adalah salah satu dari berbagai kelompok, termasuk beberapa organisasi bantuan Katolik, yang ditandai merah oleh militer. RMP meminta kantor kejaksaan departemen Kehakiman untuk “see the light” (memahami dengan jelas) dan melepas kasus terhadap Suster Belardo ini sehingga dia bisa melanjutkan pelayanannya.

Suster Belardo, kata kelompok itu, menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan melayani orang miskin di pedesaan “sebagai bukti cinta dan komitmennya kepada Kristus.”

Tahun 2018, biarawati Patricia Fox dari Australia dideportasi dari Filipina setelah Presiden Duterte menuduhnya melakukan campur tangan politik.(PEN@ Katolik/pcp berdasarkan CBCPNews)

1 komentar

Leave a Reply to Maya Listyani Prayogo Batal

Please enter your comment!
Please enter your name here